Baru Setahun Terima Bansos PKH, Yati Sumiyati Pilih Mundur
Penulis :
Alif Mufida Ulya
Editor :
Alek Triyono; Intan Qonita N
Penerjemah :
Dewi Purbaningrum; Karlina Irsalyana
CIANJUR (5 Agustus 2020) - Berbusana merah panjang, dilengkapi hijab dengan warna senada, Yati Sumiyati (52) menunjukkan wajah sumringah sembari memegang piagam penghargaan. Meski tertutup masker, kerutan di area kelopak matanya masih dapat memperlihatkan bahwa dia tengah tersenyum lebar.
Perempuan dengan tinggi sekira 155 cm ini merupakan satu dari beberapa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) asal Kabupaten Cianjur yang menyatakan diri keluar dari kepesertaan PKH lantaran telah mandiri secara ekonomi.
Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Pepen Nazaruddin, bersama Direktur Jaminan Sosial Keluarga (JSK), Rachmat Koesnadi, dalam acara Rapat Koordinasi Teknis dan Peningkatan Kualitas SDM PKH di Kabupaten Cianjur, Rabu (5/8).
Yati mengisahkan kali pertama menerima bansos PKH pada 2019 untuk lima komponen. Bansos itu dia gunakan untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya yang masih duduk di bangku sekolah.
"Dengan adanya PKH ini, saya bisa (memenuhi kebutuhan) untuk anak-anak. Saya juga coba mengumpulkan modal untuk usaha mandiri," ujarnya.
Sejak menjadi penerima bansos PKH, kata Yati, pada tiga bulan pertama, dia langsung berpikir untuk memulai usaha pembuatan abon. Kali pertama, tak banyak yang diproduksinya, "Sekilo, dua kilo, saya jalani sedikit demi sedikit. Alhamdulillah, ternyata berhasil," tutr Yati.
Yati memproduksi abon dengan berbagai berat jenis. Melalui tangan dinginnya, produksinya kini telah dipasarkan secara luas bahkan keluar daerah Kabupaten Cianjur. Kini, ia mengaku lega telah berdikari pasca graduasi dari PKH pada tahun ini.
"Dalam setengah tahun ini, saya sudah mempekerjakan empat orang karyawan. Makanya, kalau menerima bantuan terus, rasanya malu," ungkapnya tersipu malu.
Motivasi graduasinya sederhana. Yati melihat masih banyak masyarakat yang lebih membutuhkan daripada dirinya. Selain itu, menurutnya, langkah graduasi yang dia ambil bisa jadi bentuk motivasi bagi KPM PKH lainnya.
"Mudah-mudahan dengan mereka lihat saya berhasil, mereka juga termotivasi seperti saya, berusaha keluar dari zona nyaman," tandasnya.
Dalam kesempatan yang menghadirkan para Pendamping PKH se-Kabupaten Cianjur itu, Pepen mengapresiasi KPM PKH asal Kabupaten Cianjur itu atas keputusannya graduasi mandiri.
"Ia dengan kesadaran sendiri menyatakan keluar dari kepesertaan PKH karena telah mengalami peningkatan kesejahteraan dan kondisi sosial ekonomi, perlu diapresiasi," kata pria berkacamata ini.
Pada tahun 2020, Kementerian Sosial menargetkan graduasi sebesar 10 persen dari jumlah total 10 juta KPM secara nasional atau setara 1 juta KPM. Menurut Pepen, target tersebut bisa terwujud seandainya para Pendamping PKH bersama-sama mencari cara agar bisa menggraduasi KPM dampingannya masing-masing.
Lebih lanjut, tantangan PKH, disebutnya, akan semakin sulit lantaran banyaknya jumlah KPM tidak berbanding lurus dengan adanya keinginan untuk graduasi mandiri.
"Untuk itu, pendamping PKH tidak boleh berpangku tangan. Harus lebih memikirkan cara bagaimana menggraduasi mandiri KPM, sebab tugas utama teman-teman adalah menggraduasi KPM," himbau Pepen.
Sebagai langkah jangka panjang, Pepen berpesan kepada para pendamping PKH agar memiliki rencana kerja yang jelas terkait graduasi KPM. Ia meminta target itu disesuaikan dengan jumlah total KPM di daerah tersebut.
"Saya berharap setiap pendamping sudah menyusun rencana kerja dari sekarang untuk target graduasi. Misalkan, dari 540 KPM, hitung berapa 10% dari angka itu. Saya optimis teman-teman pendamping Cianjur bisa," pungkasnya sembari memberi semangat optimisme kepada para SDM PKH.
نشر :