YOGYAKARTA (11 Maret 2020 )
- Ketua Umum Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KPAI), Arist Merdeka Sirait memberikan materi tentang
perlindungan anak kepada peserta diklat Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di
Kampus Veteran BBPPKS Yogyakarta (11/3/20).
Arist menyampaikan beberapa
contoh kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kasus-kasus kekerasan seksual
terhadap anak dan kasus prostitusi online.
“Kasus prostitusi online terhadap anak tidak memandang status sosial, bisa menimpa anak dari kalangan menengah ke bawah hingga atas. Anak yang berhadapan dengan hukum bisa menjadi saksi, bisa menjadi korban, bahkan bisa menjadi pelaku. Prostitusi online berjaringan internasional terhubung melalui media-media sosial yang sulit untuk dideteksi," ujar Arist.
Ketua KPAI itu menghimbau karena
maraknya kasus-kasus kekerasan dan prostitusi terhadap anak, maka untuk
memberikan perhatian terhadap anak agar tidak kecanduan terhadap gawai
(gadget), karena akhir-akhir ini banyak kasus kekerasan anak terjadi karena
anak kecanduan games dan menonton video kekerasan yang tersebar melalui
internet.
Disamping karena kesalahan
pola asuh, menurut Arist, ketergantungan terhadap gawai dapat merusak kesehatan
mental dan jiwa anak sehingga muncul sifat sadistis bahkan sampai kepada
psikopat dan mencederai diri sendiri.
Harapan Arist kepada peserta
diklat yang nanti menjadi ujung tombak untuk memberikan perhatian di
masing-masing daerahnya sebagai bagian dari gerakan bersama bah membahu untuk
memutus mata rantai prostitusi yang kini menjadi fenomena yang menakutkan.
“Jadi
keterampilan-keterampilan untuk memberikan perhatian penanganan pendekatan
hukum sangat penting agar penegak hukum punya perspektif bukan hanya proses
hukum saja yang harus dilakukan tetapi juga secara kemanusiaan,” jelas Arist.
“Saya ingin Kemensos lebih
kedepan dalam memberikan perhatian terhadap respon fenomena kejahatan seksual
anak. Pendekatan yang dilakukan harus lebih komprehensif, terukur dan
berkesinambungan bukan sekedar retorika dan normatif,” katanya.
Terakhir Arist berpesan agar
proses pelatihan ini tidak berhenti pada retorika normatif tapi lebih kepada
aksi kemanusiaan langsung sehingga dapat memutus mata rantai prostitusi anak.
Gerakan perlindungan anak berbasis kampung harus diawali dari rumah, kampung
dan lingkungan tempat anak berada.