Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
CIKARANG (27 Mei 2021) - Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengamanatkan agar penilaian kinerja dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipasif dan transparan, dengan memperhatikan hasil dan manfaat yang dicapai.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial berkomitmen mengimplementasikan pengelolaan kinerja yang lebih baik, terukur, objektif, akuntabel partisipatif dan transparan untuk kinerja individu maupun kinerja organisasi melalui penerapan aplikasi e-Performance.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat pada saat memberikan arahan pada kegiatan Pengembangan Sistem Layanan Informasi dan Monitoring Kepegawaian Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial melalui aplikasi e-Performance .
“Dengan kehadiran Ibu Risma di Kemensos, membawa perubahan yang signifikan. Kita harus merasa beruntung, karena penerapan e-performance itu akan menjadi komitmen kita bersama, yang harus dilaksanakan seluruh pegawai tanpa terkecuali. Dari pimpinan tinggi madya sampai ke staf,” kata Harry Hikmat. Aplikasi e-performance ini sangat memungkinkan juga untuk diterapkan bagi para pendamping rehabilitasi sosial, terang Harry.
Kepesertaan dari sosialisasi e-performance ini tidak hanya perwakilan dari balai, tapi juga menghadirkan para kepala balai, para direktur di lingkungan Ditjen Rehsos. Jangan menganggap nanti e-performance ini hanya berorientasi kepada tugas dan fungsi staf saja. Tetapi ini mencakup semua tidak terkecuali agar bisa memahami e-performance , terangnya.
“Reformasi Birokrasi mentransformasi semua pekerjaan yang sifatnya manual kearah pendekatan Informasi dan Teknologi (IT). Seharusnya kita sudah berangkat dari sebuah pemikiran bahwa bekerja itu paperless, tidak banyak lagi dokumen kertas yang berserakan di sekitar kerja kita,”tutur Harry.
Saat ini mayoritas pekerjaan masih by paper, by kertas termasuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) juga setumpuk kertas yang dihasilkan setiap tahun.
“Yang terpenting, sejauhmana validitas dari pengisian itu,” kata Harry. Tim IT bisa mereview uraian tugas dari masing-masing bidang, sub bidang atau bagian karena dianggap terlalu umum dalam merumuskan uraian tugas. Job description itu menentukan juga indikator yang akan dinilai.
“Saya lebih cenderung merujuk pada RKAKL dari pada tugas dan fungsi, karena lebih konkrit. Tuangkan dalam rencana kegiatan itu yang tertuang di RKAKL, sehingga pengukuran output juga bisa lebih mudah kita ketahui,” tutur Harry. Bisnis proses Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) bisa menjadi rujukan untuk menuangkan didalam RKAKL, terang Harry lebih lanjut.
Ia mengingatkan agar jangan sampai penilaian itu hanya penilaian kira-kira, subjektif, sulit dicari efidencenya, bukti-buktinya, bisa jadi tidak siap karena bukan berdasarkan fakta-fakta di lapangan yang terpantau secara riil. Sehingga, walaupun dokumen SKP tebal, faktanya penilaian hanya diestimasi, diperkirakan. Problem-problem seperti itu semestinya sudah tidak dilakukan, terangnya.
“Caranya, ada sebuah sistem informasi yang bisa memantau kinerja dari setiap pegawai pada level apapun dengan cara-cara yang efektif dan akuntabel. Ini semangat yang dibangun di e-performance,” tegas Harry. Sudah saatnya generasi kita berfikir kesana. Nanti akan ada masa perubahan yang sangat besar.
Harry juga mengingatkan pentingnya menjaga budaya kerja, menjaga kedisiplinan pegawai selama pandemi Covid-19 bahkan sebelumnya juga. Ketika e-performance diterapkan, pegawai akan mendapatkan feedback, ada konsekuensi yang akan mempengaruhi kinerja.
“E-performance ini pada intinya, bertujuan untuk memudahkan proses pemantauan. Bukan mempersulit,” tegas Harry. Selain itu juga untuk pengendalian kinerja, serta untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja unit kerja masing-masing, secara keseluruhan, akan menjadi performance Direktorat sampai ke Direktorat Jenderal hingga tingkat Kementerian, itu harapannya.
Diharapkan, aplikasi ini bisa melihat keterkaitan antar kegiatan atau sub kegiatan dalam pencapaian target kinerja dan monitoring serta evaluasi pencapaian kinerja. Bahkan terkait implikasinya pada keuangan.
“Sesuai harapan Bu Mensos, tunjangan kinerja bisa lebih wajar dan manusiawi dari kondisi sekarang. Tetapi ini harus diikuti dengan pemantauan kinerja yang terpercaya,” terang Harry. Ia bersemangat, e-performance ini bisa segera diterapkan khususnya di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial baik pusat maupun daerah.
“Menyongsong era digitalisasi, maka semua pegawai di lingkungan Ditjen Rehsos harus memahami dan dapat melaksanakan e-performance dengan sungguh-sungguh dan benar, sehingga output setiap pegawai dapat diketahui oleh atasan masing-masing dan atasan mengetahui langsung apa yang dikerjakan oleh bawahan,” kata Harry.
“Yang disiplin, kinerja bagus, output nya jelas, tunjangan kinerjanya akan lebih baik,” terang Harry. Ketika e-performance diterapkan, para pegawai bisa merasakan apa perbedaan pada saat bekerja.
Dari sisi manfaat, harusnya bisa mendorong kinerja individu, bukan menjadi penghambat, karena ada sistem reward dan punishment. Berpulang pada diri masing-masing, akan mencari reward atau punishment. Kalau bekerja sungguh-sungguh pada akhirnya akan mendapatkan apresisasi dari pimpinan dan reward berupa tunjangan yang lebih layak yang bisa diterima sebagai hak dari pegawai dan juga sebaliknya, tutur Harry.
Selanjutnya, e-performance akan mendorong interaksi positif atasan dan bawahan yang lebih terukur serta terpetakan kompetensi pegawai sebagai salah satu alat perencanaan pengembangan pegawai. Performance itu sudah menjadi indikator yang mendunia.
Pada prinsipnya, nanti review kinerja bisa dilakukan termasuk dengan interaksi bisa turut mengarahkan, memotivasi pegawai, pola pikir dan tindakan bisa lebih jelas, karena kita juga punya espektasi kinerja, ada instrospeksi diri. Karena sudah berbasis IT, jadi kapanpun bisa dilihat kembali. Akuntabilitas bisa lebih baik dan juga bisa mengusulkan pengembangan kompetensi pegawai berdasarkan kinerja dan penilaian perilaku.
“Sesuai dengan arahan Mensos pada saat launching e-performance 10 Mei lalu e-performance dapat membantu mengukur produktivitas Kinerja Pegawai Kementerian sosial. Mensos menyampaikan dengan e-performance masing-masing mengerjakan apa, output nya seperti apa, sehingga jangan sampai menerima gaji utuh tetapi tidak menampilkan kinerja yang baik dalam bekerja,” kata Harry.
Mensos juga menyampaikan bahwa indikator yang ada itu terkoneksi secara otomatis. Dari mulai jam masuk, jam pulang, output dan kinerjanya. Sehingga jika e-performance dinilai kurang baik, akan mempengaruhi penilaian kinerja yang akan dievaluasi oleh kepegawaian.
“Sebagai pegawai kita wajib mempertanggugjawabkan kinerja kita karena gaji kita dibayar oleh rakyat melalui pajak. Ditjen Rehsos akan melaksanakan clean dan clear good government melalui penerapan e-performance ini,” pungkas Harry Hikmat.
Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial Idit Supriadi Priatna dalam laporannya menyampaikan kegiatan Pengembangan Sistem Layanan Informasi dan Monitoring Kepegawaian Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial melalui aplikasi e-Performance ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan bimbingan teknis kepada admin satker dan pegawai di lingkungan Ditjen Rehabilitasi Sosial agar segera mengimplementasikan pengelolaan kinerja yang lebih terukur, objektif, akuntabel, partisipatif dan transparan baik untuk kinerja individu maupun kinerja organisasi.
Lebih lanjut Idit menyatakan kegiatan ini dilaksanakan dari tanggal 27 s/d 29 Mei 2021 di Hotel dan menghadirkan narasumber dari tim IT aplikasi e-Perfomance Pemerintah Kota Surabaya dengan pendampingan dari Biro Kepegawaian Kemensos, serta diikuti seluruh admin satker aplikasi e-Performance Ditjen Rehsos sejumlah 95 orang peserta yang hadir secara tatap muka, dan seluruh para kepala UPT Ditjen Rehsos serta 1004 peserta secara virtual melalui Zoom meeting.
نشر :