Kemensos Bantu Korban Kekerasan Seksual dengan Terapi Psikologis dan Kawal Kasus Hukum terhadap Pelaku
Penulis :
Koesworo Setiawan
Penerjemah :
Laili Hariroh
CIANJUR (26 FEBRUARI 2023) - Kementerian Sosial melakukan respon kasus terhadap S perempuan korban kekerasan seksual. Sesuai arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan korban mendapatkan bantuan.
Menindaklanjuti arahan Mensos, Sentra Terpadu Inten Soeweno (STIS) Cibinong melakukan asesmen komprehensif untuk memastikan kebutuhan S.
Tim dari STIS memberikan pendampingan untuk pemeriksaan medis dan psikologis terhadap warga Cianjur ini. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan, S negatif dari infeksi virus HIV/AIDS atau Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Kondisi kejiwaan perempuan 20 tahun ini juga dinyatakan baik, hanya ada kecemasan ringan.
"Sejak 23 Februari 2023, S sudah berada di STIS untuk mendapatkan layanan residential. Para pendamping juga memberikan pelatihan vokasional menjahit," kata Kepala STIS MO Royani di Bogor (26/02).
Langkah STIS sejalan dengan anjuran dokter agar S mendapatkan pendampingan psikososial yang intensif dan perlu dilatih untuk belajar keterampilan baru sebagai bekal masa depannya.
Kemensos juga memberikan bantuan ATENSI berupa sandang dan peralatan kebersihan diri Rp 1.810.000, menanggung biaya pemeriksaan medis, obat dan laboratorium Rp 1.075.590.
Untuk ibu Eti (ibunda S) diberikan bantuan ATENSI berupa kebutuhan dasar Rp 976.500, tambahan modal usaha warung Rp 3.460.000, dan perlengkapan rumah tangga (kasur 160, bantal guling, lemari pakaian, kipas angin, rak piring, kompor gas dan regulator) sebesar Rp4.000.000.
Keluarga S belum terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan belum mempunyai BPJS PBI. Tim Kemensos melakukan koordinasi dengan Aparat Desa dan Dinas Sosial untuk update KK dan mengusulkan ke DTKS untuk mendapatkan BPJS PBI dan BPNT.
S merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya saat dia berusia 16 tahun – 18 tahun (tahun 2018 sampai 2020). Saat ini pelaku (D alias R) sudah ditahan dan kasus masih dalam tahap penyidikan Unit PPA Polres Cianjur. Ibunya petani dan ayahnya buruh.
S dibesarkan di lingkungan keluarga yang tidak utuh. Orangtuanya bercerai tahun 2003 (S berusia 6 bulan), selanjutnya ia diasuh kerabat ayahnya. Duduk di kelas 1 SMP, orangtua angkatnya bercerai dan pengasuhan S dikembalikan kepada ayah kandungnya. S tidak melanjutkan sekolah karena harus membantu ayahnya mengurus neneknya yang sakit stroke.
Tahun 2018 saat S berusia 16 tahun, dia pertama kali mengalami kekerasan seksual dari ayah kandungnya dari bulan April 2018 sampai November 2020. Dia tidak mampu melawan karena diancam dengan senjata tajam. Dia ingin pindah ke rumah ibu kandungnya, namun tidak tega harus meninggalkan neneknya yang sedang sakit. Ayahnya juga membatasi pergaulan dan melarang S menginap di rumah ibu kandungnya.
Tanggal 13 Januari 2023, keluarga membuat laporan polisi dan pelaku ditangkap 16 Januari 2023. Pelaku dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara ditambah sepertiga hukuman karena pelaku adalah keluarga yang seharusnya melindungi korban. Berkas kasus saat ini masih dalam tahap penyidikan kepolisian.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
نشر :