Kemensos Beri Pendampingan Psikososial Tiga Anak Korban Kekerasan Seksual
MALANG (15 MARET 2023) – A (8) akhirnya mau keluar rumah setelah beberapa pekan. Anak 8
tahun ini mogok ke sekolah dan pergi mengaji. Rasa malu, takut, bercampur
amarah membuatnya mengurung diri di rumah.
“Anaknya lagi ikut kegiatan di mesjid, Bu,” kata ibunya saat disambangi
oleh Tim dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial di
rumahnya di Malang, Jum’at (2/3).
Sebelumnya, Tim sudah melakukan asesmen dan terapi kepada A dan dua
temannya yang juga masih berusia 10 dan 11 tahun. Ketiganya menjadi korban
kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ngaji di lingkungan tempat mereka
tinggal. Mirisnya, kejadian ini sudah berlangsung sejak tahun 2021 hingga
akhirnya dilaporkan ke polisi pada akhir Februari lalu.
Penanganan ketiganya tidak mudah. Anak mengalami tekanan psikologis. Tim
melakukan pendekatan individual dalam menangani ketiga korban. Salah satunya
adalah asesmen melalui body mapping. Body mapping adalah salah satu toolkit
yang digunakan untuk mengedukasi anak mengenai tubuh sekaligus membantu
mengidentifikasi kekerasan yang pernah dialami.
Anak diminta untuk menggambar dirinya sendiri di atas selembar kertas.
Kemudian dipandu untuk menunjukkan bagian tubuh mana yang pernah mendapatkan
kekerasan, baik fisik maupun seksual. Penyuluh Sosial Ahli Muda yang tergabung
dalam tim, Chairani, mengatakan A mampu menunjukkan beberapa bagian tubuh yang
pernah mendapatkan kekerasan.
“Ada beberapa bagian yang ditunjuk. Termasuk area reproduksi, dan area
sensitif lainnya. Anaknya juga menyebutkan apa saja yang dilakukan terhadapnya
dan siapa pelakunya,” kata wanita yang akrab disapa Ani ini, Selasa (14/3).
Selain asesmen, Ani mengatakan tim Kemensos juga menggunakan body
mapping untuk memberikan pemahaman kepada anak mengenai body boundaries
(batasan tubuh) yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Anak cenderung tidak
memahami mana batasan tubuh karena edukasi seks saat ini masih dianggap tabu.
“Kami ajak anak bermain dan bernyanyi. Untuk edukasi, kita ajak bernyanyi
sentuhan boleh sentuhan tidak boleh,” ujar Ani.
Tim Kemensos lebih banyak memberikan terapi seperti hipnoterapi kepada
ketiga korban. Misalnya, anak diajak ke alam bawah sadar kemudian diberikan
sugesti. Tujuannya, agar anak bisa melepaskan stress dan tekanan psikologis
lain yang dideritanya akibat dari kejadian kekerasan seksual.
Hipnoterapi tidak hanya untuk anak, tapi juga dilakukan kepada orang tua
korban. Mereka dianggap juga menanggung beban psikologis dan sosial karena apa
yang dialami oleh anaknya.
“Kita fokus pada sugesti agar anak dan orang tua menerima kejadiannya
ini. Bahwa mereka tidak bersalah. Ini membantu mereka untuk lebih semangat dan
lebih bahagia,” kata Ani.
Sementara itu, Kepala Sentra Terpadu Soeharso Solo, Rachmat Koesnadi
mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Dinas
Sosial Kabupaten Malang, pendamping, aparat desa dan lingkungan setempat
terkait pendampingan dan monitoring perkembangan ketiga korban.
Rachmat juga mengatakan Sentra sudah datang ke Polres Kabupaten
Malang untuk mengadvokasi proses hukum, serta koordinasi dengan pihak
sekolah agar anak tetap merasa nyaman bersekolah dan tidak mendapat stigma
negatif dari lingkungan sekolah. Selain advokasi pasca kejadian, Sentra juga
menjajaki tindakan pencegahan.
“Tim kami juga advokasi ke aparat desa untuk pencegahan terjadinya
kekerasan seksual terulang di lingkungan masyarakat,” kata Rachmat.
Lebih lanjut, Rachmat menuturkan Sentra juga memberikan bantuan
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) kepada anak dan orang tua, berupa
pemenuhan bantuan nutrisi, sembako, alat kebersihan diri, perlengkapan sekolah
dan alat permainan edukatif.
“Selain bantuan untuk anak, ada bantuan usaha untuk orang tua,” katanya.
Sentra Terpadu Soeharso Solo memberikan bantuan pemberdayaan usaha berupa usaha jualan kue, jualan bawang merah dan putih, dan usaha jualan es untuk keluarga tiga korban.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial