Kisah Bocah Perempuan di Simpang Jalan, Kini Menyelesaikan Sekolah dan Sukses Jualan Seblak
JAKARTA (15 Agustus 2022) - Denting suara alat masak terdengar nyaring. Dari bumbu yang sedang ditumis di dalam wajan, aromanya terbang terbawa angin, menggoda siapapun yang perutnya sedang kosong.
Aroma sedap itu datang dari salah satu stan di Sentra Kreasi Atensi (SKA) di Sentra Handayani Jakarta. Tampak seorang gadis tengah sibuk mengolah bumbu. Mulai dari mengupas bawang merah dan putih. Memotong cabai keriting dan cabai rawit, dan bumbu lainnya. Lalu diblender dan ditumis serta dicampur dengan aci dari kerupuk yang telah lembek.
Hmmm...., sedap dan harum. Perempuan muda yang terampil memasak itu adalah Suci Rahmawati.
“Saya jualan seblak bu, satu porsinya dua belas ribu,” kata Suci menawarkan produknya (14/8). Perempuan 14 tahun ini tengah mengambil kesempatan belajar kewirausahaan dengan berjualan seblak di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos, yakni Sentra Handayani Jakarta.
Hasil olah rasa Suci, ternyata memenuhi selera banyak orang. Seblak hasil olahannya, laris manis. Selama tiga bulan berjualan di SKA, cuan yang dikumpulkannya makin menumpuk. "Uangnya ditabung. Ada kalau satu juta," katanya sambil tersipu.
Inilah kondisi Suci hari-hari ini. Ia makin bersemangat dan makin produktif. Situasi ini jauh berbeda saat ia pertama kali masuk ke Sentra Handayani. Ia dirujuk oleh Tim Reaksi Cepat pada Februari 2021 atas perintah langsung dari Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Mensos mendapati Suci sering mengatur lalu lintas di sekitar Kantor Kementerian Sosial di Jalan Salemba Nomor 28. Suci terpaksa turun ke jalan mengais rupiah. Pandemi telah memukul perekonomian orangtuanya. Ia juga harus putus sekolah dari sekolah dasar negeri di Kawasan Paseban. Suci harus mencurahkan waktu dan tenaganya membantu keluarga semampu dia bisa.
Keberadaan Suci di Sentra Handayani, membawa perubahan mendasar. Setelah menjalani masa rehabilitasi selama satu tahun empat bulan, Suci tidak hanya terampil memasak seblak dan menumpuk cuan. Suci juga sudah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dari program kejar Paket A yang difasilitasi Sentra Handayani.
“Alhamdulillah udah dapat ijazah paket A. Dulu belajarnya lama, walaupun gak setiap hari. Tempatnya di luar Handayani pula. Jadi kalau pergi selalu dianter sama Bu Mira, terus dijemput kalau udah selesai,” kenang Suci menceritakan proses belajarnya.
Mira yang disebut itu adalah Septi Miranda Pekerja Sosial yang mendampingi Suci. Menurut Mira, Suci sudah menunjukkan perubahan signifikan.
Kata dia, saat pertama kali datang, anaknya tidak percaya diri dan kurang fokus. Kalau berbicara dengan orang lain pasti menunduk. Suci juga kesulitan menerima dan memahami pertanyaan atau instruksi dari orang lain.
"Sekarang sudah cukup percaya diri. Sudah bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Termasuk jualan di SKA juga sangat membantu dia untuk jadi lebih percaya diri. Karena sehari-hari bertemu dengan banyak orang,” kata Mira.
Menurut Mira, proses pengubahan perilaku merupakan salah satu proses yang sulit dan panjang selama rehabilitasi, namun bukan tidak mungkin. Seperti halnya Suci, kehidupan sulit yang dilakoni sebelum menjalani rehabilitasi sedikit banyak telah membentuk sebagian perilakunya.
"Sehingga perlu waktu untuk mengubahnya menjadi karakter yang positif," kata dia. Apa lagi di era krisis seperti ini, perlu strategi dan pendekatan berbeda kepada semua penerima manfaat sehingga karakter mereka tidak hanya menjadi lebih positif, namun kedepannya punya kemampuan lebih cepat untuk mandiri dan berdaya agar bangkit lebih kuat. Bahkan diharapkan dapat membuat lompatan kemajuan.
Hadirnya Sentra milik Kementerian Sosial sebagai tempat rehabilitasi membuka anak-anak seperti Suci untuk kembali melukis asanya tentang masa depan.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI