Penulis :
Humas Dit. Rehsos Anak
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
JAKARTA (2 November 2020) - Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kanya Eka Santi hadir mewakili Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial sebagai salah satu peserta aktif dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Efektivitas Perlindungan Anak dari Paparan Rokok yang dilaksanakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Rapat yang dilaksanakan secara virtual dalam rangka meningkatkan sinergitas para pemangku kebijakan diikuti oleh 50 orang peserta dari berbagai Kementerian/Lembaga terkait yang concern terhadap bahaya rokok pada anak.
Hadir pula dalam kegiatan ini perwakilan dari Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan perwakilan dari lembaga masyarakat seperti Lentera dan Media Ramah Anak.
Saat dimintai pandangan tentang upaya Kementerian Sosial dalam pencegahan rokok di kalangan anak, Kanya menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi aktif dengan KPAI dan lembaga terkait lainnya, melakukan pencegahan agar anak tidak terpapar rokok melalui Kegiatan Peksos Goes To School (PGTS) dan Temu Penguatan Anak Keluarga (TEPAK), serta Kegiatan Ngasuh Bebarengan (Mengasuh Bersama) dengan memanfaatkan kekuatan komunitas agar semua masyarakat di sekitar anak saling mengingatkan jika ada anak yg merokok.
“Dalam upaya menurunkan prevalensi perokok anak, kita perlu mengatur kembali dari sisi harga rokok, cukai rokok dan akses terhadap penjualan rokok. Harga rokok di Indonesia sangatlah murah bahkan di warung-warung rokok bisa dibeli secara ketengan. Hal ini membuat anak sangat mudah untuk mendapatkan rokok. Apalagi jika orangtua tidak melakukan pengawasan terhadap anak maka anak dapat menjadi seorang perokok,” ungkap Kanya.
Ketua KPAI, Susanto menyampaikan penyebab tingginya angka perokok anak di Indonesia diantaranya keterjangkauan dari sisi pembelian, faktor lingkungan sosial anak yang permisif terhadap rokok, akses pembelian rokok yang sangat mudah dan promosi rokok yang semakin dinamis melalui media digital.
“Jika intervensi pemerintah sama dengan yang sebelumnya maka peningkatan perokok anak akan semakin banyak. Pertemuan hari ini dimaksudkan untuk menyatukan pandangan agar kita dapat menelurkan rekomendasi terkait perlindungan anak dari bahaya rokok. Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan perlu kita dukung,” jelas Susanto.
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Riskiyana juga turut hadir menjelaskan tentang Situasi dan kondisi Prevalensi Merokok di Indonesia. Dalam paparannya, Riskiyana menjelaskan prevalensi perokok dibawah umur terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Berdasarkan Riset kesehatan Dasar Tahun 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari tahun 2013 (7,20%) ke tahun 2018 (9,10%). Apabila tidak didukung oleh seluruh sektor, prevalensi perokok usia 10-18 tahun akan meningkat menjadi 16% di tahun 2030,” ujar Riskiyana.
Narasumber lainnya, Sumaryati Arsono menjelaskan bahwa fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa banyak dari penerima bantuan sosial PKH yang anggota keluarganya merupakan perokok termasuk yang masih berusia anak. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat dana bantuan yang seharusnya dipergunakan untuk kebutuhan keluarga namun dipakai untuk membeli rokok.
“Sebaiknya penerima bantuan PKH juga disyaratkan tidak diperbolehkan untuk perokok. Hal ini dapat membantu menurunkan prevalensi perokok khususnya yang masih berusia anak,” ujar Sumaryati.
Menanggapi hal tersebut, Kanya menegaskan bahwa Kementerian Sosial memastikan bantuan PKH tidak disalahgunakan untuk membeli rokok, namun untuk pemenuhan kebutuhan keluarga khususnya ibu hamil dan anak-anak. ”PKH merupakan program nasional yang berkontribusi besar untuk menurunkan angka kemiskinan dan stunting. Karena itu, Bapak Menteri Sosial selalu menyampaikan pesan dan memonitor agar PKH tepat sasaran dan tepat peruntukkannya,” jelas Kanya.
Perwaklian dari PSSI, Vivin Sungkono menjelaskan sepak bola adalah salah satu bahasa universal yang bisa dipahami masyarakat dunia. Oleh karena itu WHO telah melakukan MOU dgn FIFA untuk kampanye anti rokok atau no tobacco. “Kita sudah melakukan banyak hal baik itu dengan kampanye di sosial media, kegiatan olahraga, event-event nasional maupun internasional. Ini sifatnya mandatory. PSSI sejauh ini sudah berjalan dengan tidak menggunakan iklan rokok,” jelas Vivin.
“Terkait dengan adanya mandatory dari FIFA itu baik sekali, artinya kebijakan tersebut sangat mendukung anak-anak untuk terbebas dari bahaya rokok. Sosialisasi mengenai bahaya rokok harus terus digencarkan. Orangtua harus terlibat aktif dalam mencegah anak dari bahaya rokok,” ujar Kanya.
Di akhir acara, seluruh peserta bersinergi membuat rekomendasi sebagai hasil Rapat Koordinasi Peningkatan Efektivitas Perlindungan Anak dari Paparan Rokok yang terdiri dari dukungan revisi terhadap regulasi pemerintah terkait rokok berupa adanya larangan promosi iklan rokok agar anak tidak rentan terpapar rokok, melarang penjualan rokok secara batangan, mengatur dengan ketat produksi, konsumsi dan distribusi rokok elektronik.
Selain itu, rekomendasi yang juga diusulkan dalam rapat koordinasi hari ini diantaranya adanya penguatan pada kegiatan sosialisasi bahaya rokok bagi anak-anak melalui sekolah, madrasah serta mengaktifkan kembali Unit Kesehatan Sekolah (UKS), penguatan keluarga bebas rokok termasuk calon pengantin, melakukan koordinasi dan advokasi kepada media untuk mengontrol paparan produk tembakau kepada anak-anak, dan mendorong regulasi smoke free sport bagi semua cabang olahraga melalui Kemenko PMK serta mendorong terciptanya Kawasan Tanpa Rokok.
Mari lindungi anak Indonesia dari rokok dengan memperkuat sinergi seluruh pihak dan masyarakat. Wujudkan anak Indonesia yang tumbuh sehat dan sejahtera untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
نشر :