Merangkak dari Bawah, Kini Jajang Sukses Dirikan 2 Gerai Pijat dengan Pekerjakan Disabilitas Netra
Karyawan
diberikan penginapan dan makan gratis
CIMAHI
(3 Januari 2023) -
Hampir 12 tahun ia menggeluti usaha yang menuntut kemampuan indra peraba.
Mengenal titik-titik refleksi, transfer energi dari jari-jemari ala pengobatan
tradisional yang tak lekang dimakan zaman.
Ya,
Jajang Komar (43 tahun) membuat keputusan besar dalam hidupnya. Di tengah
keterbatasan menikmati indahnya dunia, ia tetap mampu menata masa depannya, bahkan masa depan kaumnya, penyandang disabilitas sensorik netra.
"Kurang
lebih 12 tahun, saya bekerja di klinik pijat refleksi. Saya punya pikiran ga mungkin selamanya kerja di orang. Saya mau membantu sesama saya (PD Sensorik
Netra). Jadi, saya putuskan resign dan nekat buka usaha sendiri," kata
Jajang saat ditemui di Klinik Pijat Tuna Netra Putra Mandiri miliknya di Cimahi, Sabtu (31/12).
Pria
asli Garut, Jawa Barat ini mengenal refleksi sejak 2002 saat mengikuti
pelatihan massage di Sentra "Wyata Guna" di Bandung, salah satu UPT milik
Kementerian Sosial. Dengan tekun, ia mengikuti pelatihan selama setahun,
akhirnya ia menjadi salah satu peserta berprestasi.
Ia
memulai karirnya di tahun 2004 dengan bekerja di klinik pijat refleksi Indra Raba
Bandung. Tahun 2005, ia pindah ke klinik pijat lainnya untuk menambah pengalaman.
Hingga di tahun 2008, ia bekerja di Klinik Pijat Jarima sampai 8 tahun lamanya.
Rupanya,
perpindahan ia dari satu klinik pijat ke klinik pijat lain dengan tujuan
mempelajari pengelolaan klinik pijat. Ia telah membuat ancang-ancang membuka
klinik pijat sendiri. Selama bekerja, ia menabung untuk mimpi besarnya, bisa
membuka lapangan pekerjaan bagi disabilitas sensorik netra.
Kenyang
pengalaman, tahun 2016, ia resmi mengundurkan diri dari Jarima Pijat Refleksi.
Ia mantap membuka klinik pijat sendiri yang diberi nama Klinik Pijat Tuna Netra
Putra Mandiri dengan modal Rp25 juta. Kemensos mendukungnya membuka klinik
pijat dengan memberikan bantuan dipan dan kasur, bantal guling, sarung bantal
guling, minyak massage, handuk kecil dan seprei,
Mulanya, hanya satu karyawan yang direkrut untuk bekerja di kliniknya. Namun, kini,
karyawannya sudah mencapai 6 orang.
Omsetnya
per bulan kurang lebih Rp10 juta. Jam operasionalnya sejak pukul 08.00-21.00
WIB. Di luar itu, ia juga menyediakan mess sederhana dan makan rutin bagi
karyawan. Potret bekerja berlandaskan kekeluargaan inilah cita-cita besar
Jajang. Sederhana, namun terasa oleh kaumnya.
"Saya
berusaha memberi kenyamanan bagi teman-teman, menyediakan makan, tempat
tinggal, semoga itu bisa jadi berkah. Karena pengalaman saya dulu kerja, ya
saya sewa tempat tinggal sendiri, makan sendiri, jadi ini plusnya yang bisa
saya bagi ke teman-teman," katanya.
Jajang
tidak lupa untuk tetap mengupgrade kemampuan diri. Saat ia bekerja, ia sambil
melanjutkan pendidikan S1 dengan jurusan Tarbiyah - Pendidikan Agama Islam di
STAI YAPATA Al Jawami di Cileunyi. Lulus di tahun 2020, Jajang ikut pelatihan
komputer akuntansi di Sentra "Wyata Guna" di Bandung selama 4 bulan. Katanya, ilmu
ini penting untuk pencatatan keuangan usaha pijat refleksinya.
Pasca
pelatihan, Jajang pun diberikan bantuan laptop dari Sentra "Wyata Guna" di Bandung
untuk menunjang usahanya. Ini menjadi upaya Kemensos untuk memonitor dan
mendampingi penerima manfaat hingga mandiri.
Setelah
diterapkan, pencatatan keuangan Jajang semakin rapih sehingga tabungannya
telah cukup untuk membuka cabang klinik pijat refleksi. Akhirnya, di tahun
2021, Jajang membuka cabang klinik pijat refleksi di Bandung Barat dengan
karyawan berjumlah 3 orang.
Di
masa itu, tepat di kondisi pandemi, di tengah banyak usaha gulung tikar, ia
masih mampu bertahan. "Tetap buka, tapi menerapkan protokol kesehatan.
Minimal bisa untuk makan bareng teman-teman." katanya.
Tidak
sedikit para pelanggan tetap yang rutin melakukan pijat refleksi di sini.
Seperti Faiz (37), yang punya pertimbangan khusus sehingga rutin pijat di klinik
milik Jajang. "Tempatnya memang tidak terlalu besar, tapi bersih sekali.
Terapisnya juga berpengalaman sehingga pelayanannya baik, ramah dan bikin
nyaman," katanya.
Selain
senang banyak pelanggan yang memuji pelayanan di kliniknya, Jajang juga merasa
bahagia bisa merekrut teman-teman disabilitas sensorik netra. Katanya, itu salah satu tujuan
hidupnya.
Solihin,
salah satu partner kerja Jajang mengaku telah ikut bersama jajang selama 4
tahun. Ia dan teman-teman yang bekerja merasa nyaman dan merasa tidak hanya
terikat hubungan kerja, tetapi lebih jauh adalah hubungan keluarga. Hal ini
karena Jajang menciptakan lingkungan kekeluargaan, bukan antara atasan dan
karyawan, tetapi sebagai partner kerja.
Semua
pencapaian ini tidak lepas dari dukungan istrinya, Nurmala (38) dan
orang tuanya. Kepercayaan dirinya sejak kecil tumbuh lantaran orang tuanya tidak
pernah merasa gengsi memiliki anak dengan keterbatasan. Bahkan, dari 5
bersaudara, Jajang yang dinilai paling mandiri.
Hingga kini, Jajang masih bercita-cita membuka cabang lagi di wilayah Tangerang. Tetap dengan misinya, yaitu memberdayakan teman-teman disabilitas sensorik netra yang punya kemampuan pijat refleksi, mensyukuri anugerah indra peraba yang dimiliki.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI