Penulis :
Humas "Nipotowe" Palu
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
SIGI (30 September 2020) - Masyarakat pada umumnya masih kesulitan membedakan penyandang disabilitas intelektual dibandingkan dengan disabilitas lainnya, yang mudah terlihat secara fisik. Tidak jarang, penyandang disabilitas intelektual mendapatkan stigma sebagai anak yang bodoh, malas, tidak bisa bekerja dan sebagainya. Padahal, mereka mengalami keterbatasan fungsi pikir dan/atau fungsi adaptif karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata sehingga mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan dan berpartisipasi secara penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
“Disabilitas Intelektual punya potensi jika dilatih dan dididik, terutama oleh keluarga. Sering kali didapati kasus dimana disabilitas intelektual cenderung dibiarkan dan tidak mendapatkan akses layanan yang diperlukan karena tidak terlihat secara fisik” ujar Nureja, selaku Kepala Seksi Layanan Rehabilitasi Sosial, Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BRSPDI) "Nipotowe" Palu. “Jika hal ini dibiarkan, penyandang disabilitas intelektual akan kesulitan hidup mandiri, berpatisipasi, dan mengembangkan potensinya secara optimal, yang berakibat hidup dalam kemiskinan,” jelas Nureja.
BRSPDI "Nipotowe" Palu yang merupakan Unit Pelaksana Tugas Kementerian Sosial RI, berupaya hadir memberikan pendampingan dan peningkatan kapasitas terhadap penyandang disabilitas intelektual, yang dilakukan di dalam balai maupun di luar balai, melalui program ATENSI. Hal ini memerlukan kerjasama dan keterlibatan berbagai pihak, baik keluarga, masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.
Salah satu program ATENSI yang dilaksanakan adalah kegiatan pengembangan kewirausahaan melalui family support, yang pelaksanaannya sudah berjalan 2 (dua) bulan) ini, dari Agustus-September 2020, di 6 Desa yaitu Desa Kaleke, Rarampadende, Luku, Mantikole, Pewunu, dan Pesaku di Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi.
Hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh BRSPDI "Nipotowe" Palu hari ini (30/09/2020), ditemukan adanya partisipasi aktif dan kemauan disabilitas intelektual untuk belajar kewirausahaan, baik melalui usaha ternak, tata boga, perbengkelan, maupun kerajinan semen pembuatan batako. “Hasil karya disabilitas intelektual sudah terlihat, bahkan ada yang sudah dipasarkan,” kata Nureja.
Lebih lanjut, Nureja mengatakan selain mendapatkan pelatihan kewirausahaan, disabilitas intelektual juga mendapatkan bantuan sosial kemandirian yang dikirim ke rekening peserta langsung. Namun, ada juga peserta yang mengalami hambatan karena kurang mendapatkan bimbingan dan dukungan keluarga.
“Ada yang kita temui tidak terdaftar dalam kartu keluarga, padahal dalam kartu keluarga sebelumnya ada terdaftar. Biasanya terjadi karena masalah keluarga, yang berakibat disabilitas intelektual menjadi korban”, ungkap Nureja. “Setelah kita advokasi, akhirnya anak terdaftar kembali dan bisa mengakses bantuan sosial kemandirian yang diperlukannya” terang Nureja.
Untuk itu, BRSPDI "Nipotowe" Palu berupaya terus melakukan advokasi dan mendorong keterlibatan keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk melalukan pendampingan dan peningkatan kapasitas untuk kemandirian disabilitas intelektual. “Mereka adalah anugerah Tuhan, yang tidak boleh kita sia-siakan,” tutupnya.
نشر :