Posisi LKS dalam Kebijakan Program Rehabilitasi Sosial

  • Posisi LKS dalam Kebijakan Program Rehabilitasi Sosial
  • 15801923972204
  • 15801923853713

Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Natasia Tasya; Karlina Irsalyana

JAKARTA (27 Januari 2020) - Dirjen Rehabilitasi Sosial, Edi Suharto memaparkan Posisi LKS dalam Kebijakan Program Rehabilitasi Sosial  pada kegiatan “Penyusunan Instrumen Akreditasi LKS terkait layanan Rehsos Tuna Sosial, Penyandang Disabilitas dan Anak yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Profesi Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial, Kementerian Sosial RI.  

Menurut Dirjen Rehsos LKS harus betul-betul diakreditasi, karena sebagai mitra pemerintah menjadi ujung tombak keberhasilan penyelenggaraan Kesejahteraan sosial. Saat ini Jumlah LKS cenderung meningkat, tapi banyak yang terbatas sumberdaya.  Untuk itu Pemerintah wajib mengapresiasi tingginya partisipasi masyarakat, tetapi standar dan kelayanan pelayanan LKS harus dimonitor dan dipenuhi.

“Akreditasi salah satu jalan untuk tingkatkan kualitas pelayanan LK. Akreditasi bicara tentang kualitas, bukan kuantitas, maka akreditasi dilakukan untuk menjamin mutu layanan.  Akreditasi juga untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan,” kata Edi. 

“Inti akreditasi LKS adalah minimum pegang dulu lembaga-lembaga mana yang ada alamat yang benar, ada papan nama, dan seterusnya hingga lengkap standarnya. Sederhananya dapat SIM dululah,” ujar Edi. Secara bertahap disempurnakan sistemnya dan kualitasnya. Lebih baik mempunyai data detail tentang LKS walaupun  sedikit, agar bantuan yang diberikan bisa sampai dengan aman dan amanah, ujarnya.

“Implikasi dari akreditasi adalah LKS yang akan dibantu oleh Kemensos diutamakan yang telah terakreditasi. Akreditasi menjadi syarat utama penerima bantuan.  Utamakan yang terakreditasi A, B, dan C,” tegas Edi. LKS yang belum terakreditasi agar diberikan bimbingan da pemantapan terlebih dahulu. “Mending jumlah LKSnya sedikit tapi bantuannya nendang (besar),” tegas Edi.

Selanjutnya Edi menyampaikan bahwa LKS yang dianggap layak mendapatkan bantuan dari Kemensos, harus melaksanakan rehsos lanjut. Selagi LKS tersebut diakreditasinya layak, berarti akreditasinya harus yang lanjut. Ini adalah perubahan kebijakannya, karena yang akan memberi bantuan adalah Kementerian Sosial yang menjalankan intervensi sosial lanjut, terangnya. 

“Harus ada ubah sedikit kuesionernya, mengarah ke rehsos lanjut, karena akan mendapat bantuan dari kita. Instrumennya fokus pada instrumen rehsos lanjut. Jangan lagi rehsos dasar,” ujar Edi.

“Proses akreditasi perlu acuan yang pasti agar terjadi terstandard dan transparan, melibatkan berbagai pihak agar tercipta sistem pelayanan sosial yang akuntabel terhadap kepentingan publik. Akreditasi harus komprehensif meliputi kelayakan dan standard program, SDM, manajemen organisasi, sarpras, dan hasil pelayanan. Terakhir, Perlu dikuatkan opsi akreditasi secara online agar semakin banyak LKS yang terakreditasi,” pungkas Edi.

Kegiatan Penyusunan Instrumen Akreditasi LKS terkait layanan Rehsos Tuna Sosial, Penyandang Disabilitas dan Anak ini dihadiri pejabat dan staf Pusat Pengembangan Profesi Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial-Kemensos RI, Direktorat Rehsos Tuna Sosial dan KPO, Direktorat Rehsos Penyandang Disabilitas, Direktorat  Rehsos Anak serta akademisi dari Poltekesos Bandung.
نشر :