PSM Jadi Motor Penggerak Atasi Masalah Sosial Melalui RBM
KABUPATEN BANDUNG (24 Mei 2021)
– Salah satu garda terdepan dalam penanganan berbagai masalah sosial di tengah masyarakat adalah Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM).
Pendampingan
PSM dirasakan betul manfaatnya dengan beragam kegiatan, misalnya menginisiasi
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
dan kampung ramah disabilitas dan kampung ramah lanjut usia.
Sekira
10 tahun ke belakang, para orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas
merasa malu dan menyembunyikan dari
orang lain serta kerap dianggap aib keluarga.
Seiring
upaya PSM dengan RBM melakukan sosialisasi melakukan pendekatan kearifan lokal
dan menggandeng para pihak, lambat laun
para orang tua sadar dan percaya diri untuk merawat dan mengatasi anak
disabilitas.
“Jadi
PSM itu karena anak sendiri disabilitas selama 18 tahun. Itu menggerakan saya
dan teman-teman yang peduli bangkit dari
rasa malu dan menyembunyikan anak disabilitas jadi percaya diri mengatasinya," ucap Euis, seorang PSM pengelola
RBM di Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Minggu (23/5/2021) siang.
Di
atas lahan pinjaman warga, dibangun semi permanen RBM untuk menerapi dan
memberikan pendampingan secara rutin oleh
PSM terhadap anak dan para orang tua
menggandeng yayasan yang peduli anak disabilitas.
"Suka
terharu, kalau ingat dulu saat anak mau terapi harus pergi jauh tapi kini
dengan RBM para orang tua cukup datang
sebulan sekali membawa anaknya nanti diterapi oleh terapis yang datang,"
ungkap Euis.
RBM
mencatat ada 32 anak disabilitas yang rutin diterapi setiap bulan tapi
bergantian atau 13 anak sekali terapi.
Para orang tua diberikan penguatan mental agar bisa membantu terapi di
rumah masing-masing.
"Para
orang tua diberi Pekerjaan Rumah (PR) oleh terapis misalnya cara membuka mulut
dengan pijitan-pijitan ringan di wajah
dengan benar, sehingga tidak mengandalkan seratus persen di RBM,"
tandasnya.
Model
terapi lain seperti membawa anak disabilitas ke kolam renang untuk stimulus
tumbuhkembang anak, misalnya ada
disabilitas tidak bisa bergerak normal dan ketika di air kelihatan mimik
mukanya bahagia.
"Kondisi
mereka yang merasa senang karena ada suasana baru yang bisa menstimulus anak,”
jelasnya.
Tidak
berhenti sampai di situ, tahap selanjutnya bagaimana anak-anak disabilitas
mendapat hak-hak dasar serta mendapat
perlindungan, sebab mereka punya hak sama dengan anak normal lainnya.
Kendati
mempunyai anak disabiltas, Euis pun tak lelah untuk mendampingi orang tua dari
Rani, 12 tahun, salah satu anak
disabilitas yang sejak delapan bulan dan merasakan perbedaannya usai
mendapatkan pendampingan.
“Rani
sebelumnya bergerak pakai punggung seperti gaya kupu-kupu saat berenang. Usai
diterapi sedikit demi sedikit bisa
bergerak lebih baik,” terang Euis.
Ibu
dari Rani pun mengaku kalau dulu suka malu kalau membawa anaknya keluar dan
dilihat orang, tapi sekarang biasa aja
malah lebih percaya diri.
“Perubahan
mental dirasakan, dulu malu mempunyai anak disabilitas tapi sekarang lebih
percaya diri itu hasil dari pendampingan
oleh para PSM dan terapis, ” tuturnya.
RBM
juga memberikan layanan memulihkan keberfungsian orang dengan gangguan atau
hambatan, baik secara fisik, mental,
psikologis, maupun sosial.
RBM
adalah wujud sinergitas dengan mendayagunakan sumberdaya dan potensi dari PSM,
dosen, perguruan tinggi, terapis, masyarakat, yayasan peduli disabilitas serta pemerintah untuk mengatasi masalah
sosial.
Biro Hubungan
Masyarakat
Kementerian Sosial RI