Setahun Gunakan Motor Roda Tiga dari Kemensos, Usaha Winarsih Rambah Pasar Lebih Luas
SLEMAN (11 Januari 2023) - Waktu hampir menunjukkan pukul 10 pagi. Dari atas kursi rodanya,
Winarsih (40), menyiapkan beberapa piranti untuk keperluan
berdagang. Toples, termos batu es, sampai gelas-gelas plastik
berukuran kecil, ia pastikan telah masuk ke dalam motor roda tiga yang
terparkir di depan rumahnya. Di dekatnya, tampak sang suami, Budi Santoso (37),
setia membantu.
Tak sampai 15 menit, motor roda tiga telah meninggalkan rumah, menuju lokasi tempat biasa mangkal di area Godean, Sleman, Yogyakarta. Di sana, mereka kompak saling bergantian menanti dan melayani pembeli es kopyor yang mereka namai ‘Sumringah’.
Rutinitas seperti ini
mereka lakukan setahun belakangan sejak mendapat motor roda tiga dari
Kementerian Sosial. Winarsih mengaku, seorang pendamping sosial Kemensos datang
ke rumah mereka di Gamping, Sleman, tepat setahun lalu, Januari 2022.
“Dulu itu didata pendamping. Karena sudah punya
usaha jalan, terus ditanya, pengen apa? Kepengen mangkal, jawab saya,” kata
Win, sapaan akrabnya, mengisahkan awal mula ia diberi bantuan motor roda tiga
oleh Kemensos.
Sebelum mendapat bantuan motor roda tiga, Win dan
sang suami telah melakoni usaha menjajakan berbagai jenis produk olahan
sendiri, mulai es kopyor, sampai aneka makanan ringan, seperti cireng, tahu
bakso dan nugget tempe di depan rumah.
“Dulu jualannya teng ngajengan (di depan rumah),
mboten teng dalan Godean (bukan di jalan Godean). Kalo jualan di depan (rumah)
situ, esnya laku cuma 10 cup, paling banter 15,” kata ibu satu anak ini.
Selain itu, Win juga menjajakan aneka makanan
ringan secara online dan melayani pengiriman ke luar kota. “Jenis (makanan)nya
banyak, tersedia di katalog. Onlinenya belum ikut marketplace, baru via
WhatsApp grup, dari mulut ke mulut. Terus, nanti untuk penjualannya, kita bisa
Cash on Delivery (COD), kalo di luar kota ya kita kirim,” kata Win menjelaskan.
Tidak berselang lama setelah didata, ia mengaku
motor roda tiga langsung diantar ke rumahnya pada bulan yang sama. “Cepet sih
(diantarnya), ngga ada sebulan. Biasanya, kalo mau ngajukan apa, kadang lama
diprosesnya, yang ini cepet sekali,” ucapnya sembari mengingat kembali.
Motor roda tiga yang didapat pun mereka manfaatkan
untuk melanjutkan niaga yang sebelumnya telah mereka mulai. Mereka lantas
memutuskan mencari lokasi yang lebih strategis guna merambah pasar lebih luas.
Bahkan, Budi, sesekali juga menjajakan esnya dari atas motor roda tiga saat ada
event bazaar atau acara-acara tertentu di Yogyakarta.
“Sejak jualan di Godean, seharinya bisa terjual
50-60 cup es. Nek panas niko, nggih lumayan (Kalo panas gitu, ya lumayan).
Ning, ‘kan mboten mesti (Tapi, ‘kan ngga mesti), soalnya sekarang lagi musim
hujan,” kata dia.
Win dan Budi pun merasakan perbedaan signifikan
dalam hal kemudahan aksesibilitas, terutama bagi Win, dan peningkatan konsumen,
pasca berjualan dengan motor roda tiga daripada sebelumnya yang hanya stagnan
di depan rumah.
“Tentunya, ada perbedaan. Kalo tadinya jualannya di
rumah, otomatis pelanggannya tidak sebanyak kalo kita di luar. Jadi, dengan
roda tiga itu, kami mangkal di luar, ada penambahan konsumen,” Win menuturkan.
Untuk saat ini, Win menyatakan ia dan suami masih
fokus pada es kopyor saja, yang mereka hargai Rp5.000/cup.
Berdayakan Sesama Disabilitas
Meski memiliki keterbatasan fisik, semangat
Winarsih dalam memenuhi kebutuhan keluarga tak bisa dipandang sebelah mata.
Penghasilan pasangan suami istri ini tidak bersumber dari berjualan saja. Win
juga mempunyai usaha jahit yang dirintisnya sejak tahun 2008.
Dari usaha jahitnya, Win sempat memberdayakan 9
teman-temannya sesama disabilitas saat booming pada 2008. Berbagai
produk yang dihasilkan berupa produk rumahan, seperti sarung bantal, sofa, dan
sprei, hingga tutup kulkas dan tutup galon. Tidak main-main, produk jahitannya
sampai dilirik pelanggan dari Negeri Sakura.
“Sebelum saya menikah, dulu sering ikut
pameran-pameran. Terus, ketemu buyer dari Jepang di sana. Dari situ, banyak
sekali pesanan masuk. Jadi, saya kewalahan menggarap sendiri. Akhirnya, banyak
teman yang bantu, ada beberapa teman disabilitas, dulu ada 9 orang,” kata dia.
Setelah menikah dan hamil yang mengharuskannya
untuk bedrest (istirahat total) pada 2013, pesanan mulai berkurang. Teman-teman
difabel yang sempat diberdayakannya, kini mengundurkan diri dan membuka jahitan
mandiri.
“Setelah nikah dan hamil 2013, pesanan dari Jepang
mulai menurun. Kalo orang Jepang ‘kan ngga mau tau alesannya apa, dia maunya
ontime. Terus, teman-teman ngga bisa handle, akhirnya lama-lama juga beralih.
Karena pesanan menipis, akhirnya mereka pada buka jahitan sendiri,” ucapnya.
Meski begitu, ia senang lantaran secara tidak
langsung telah membantu teman-teman disabilitas membuka peluang usaha sendiri.
Sementara itu, berjarak dua bulan usai diserahkannya motor roda tiga, pada Maret 2022, Win juga telah menerima bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dari Kemensos berupa mesin jahit untuk mendukung usaha jahitnya.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI