JAKARTA (22 April 2020) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat mengadakan rapat melalui video conference mengenai peran para pendamping pembangunan dalam mendukung program-program pemerintah. Rapat ini merupakan tidak lanjut penguatan pendamping pembangunan yang digagas oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Hingga saat ini, masih ada beberapa isu yang dihadapi oleh para pendamping. Isu tersebut terkait kompetensi, insentif, beban kerja hingga status pendamping. Oleh karena itu perlu dirumuskan standar nasional kompetensi pendamping dan mekanisme kolaborasi pendamping agar penyampaian program tercapai.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono Laras menyampaikan bahwa Kemensos menjadi pusat dalam penyaluran bantuan sosial (bansos). Dalam proses peluncuran bansos, Menteri Sosial, Juliari P. Batubara menyampaikan bahwa jangan sampai mengabaikan 2 prinsip penting, yaitu kecepatan dan ketepatan. Maka disini kekuatan utama program adalah pendamping.
“Begitu penting pendamping sosial dalam pembangunan. Beragamnya pendamping yang ada di Kemensos itu perlu diperhatikan sebaran dan jumlahnya, agar kemudian para pendamping memiliki prinsip efektivitas dalam menjalan tugas dan meningkatkan kualitas pembangunan,” kata Sekjen.
Selain itu, Sekjen juga mengarahkan perlu ada upaya peningkatan kompetensi. “Perlu standar kompetensi agar kita mampu menjaring pendamping yang mampu menyelenggarakan kesejahteraan sosial,” ungkap Sekjen. Kemudian, Sekjen juga menyampaikan bahwa aspek keberlanjutan perlu diperhatikan. pendamping ini perlu ditingkatkan peran dan statusnya.
Landasan dan regulasi dalam penetapan standar nasional juga penting. Hal ini agar memudahkan dalam mengoordinasikan strategi penguatan pendamping pembangunan antar kementerian/lembaga. Dirjen Rehsos menyatakan bahwa pembicaraan Sumbedaya Manusia (SDM) menjadi momentum penting. Di Ditjen Rehsos ada 5 klaster rehabilitasi sosial.
Setiap klaster memiliki nama pendamping masing-masing. Seperti pendamping LU (lanjut usia), pendamping penyandang disabilitas, Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) untuk klaster anak, konselor adiksi untuk klaster Napza dan pendamping Tuna Sosial & Korban Perdagangan Orang. Tidak hanya penamaan, pendamping pun memiliki beragam tugas hingga beragam insentif. ”Ini akan kita benahi secepatnya mengenai penyeragaman nomenklatur, penjenjangan dan penyesuaian insentif, sehingga berlaku umum dan menyesuaikan dengan standar nasional ” kata Dirjen Rehsos.
Dirjen Rehsos juga berharap kedepan tata kelola pendamping dikoordinir melalui satu pintu. ”kita akan pastikan lagi siapa yang akan mengelola SDM pendamping di Kemensos ini,” jelas Dirjen Rehsos. Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Bappenas, Vivi Yulaswati menyampaikan bahwa beberapa lintas sektor telah membuat kualifikasi pendamping pembangunan yang terdiri dari standar kompetensi, program diklat berbasis kompetensi dan sertifikasi kompetensi.
Kualifikasi ini didukung oleh 4 pilar, yaitu regulasi, fasilitasi, rekognisi serta data dan informasi. Kedepan akan ada harmonisasi kualifikasi bidang kesejahteraan sosial yang mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Sedangkan untuk penelaahan kompetensi pendamping program Kemensos mengacu pada Undang-undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial.
Jenjang dalam kualifikasi pendamping pembangunan terdiri dari jenjang III yang merupakan Asisten Pendamping Pembangunan, jenjang IV Pendamping Pembangunan Muda, jenjang V Pendamping Pembangunan Madya, jenjang VI Pendamping Pembangunan Utama, jenjang VII Pendamping Ahli Muda, jenjang VIII Pendamping Ahli Madya dan jenjang IX Pendamping Ahli Utama.
Oleh karena itu, Bappenas menyarankan perlu adanya penyederhanaan nama-nama dari pendamping tersebut, melalui harmonisasi dengan kerangka kualifikasi pendamping pembangunan. Selain itu, perlu kesepakatan bersama untuk mengharmonisasikan ke tahap deskripsi, pemaketan dan unit-unit kompetensi dari setiap jenjang.
Rapat yang berlangsung selama 3 jam ini diikuti oleh 39 partisipan, yaitu para Direktur di lingkungan Ditjen Rehabilitasi Sosial Kemensos, Biro Perencanaan, Biro Hukum, Pusat Pengembangan Profesi Pekerja Sosial dan Penyuluh Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial, Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial, Ditjen Pemberdayaan Sosial dan Bappenas.