Penulis :
Humas Balai Melati Jakarta
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
JAKARTA (30 Juli 2021) - Kementerian Sosial melalui Balai Melati Jakarta merespon cepat informasi dari masyarakat mengenai Boni Fasius Cendikia Waskito, Penyandang Disabilitas Wicara berusia 22 tahun yang tinggal bersama keluarganya di Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang dan mengalami krisis imbas pandemi Covid-19.
Kepala Balai Melati Jakarta, Romal Uli Jaya Sinaga menugaskan Pekerja Sosial Namin Sunarto, untuk melakukan asesmen kebutuhan terhadap Boni dan keluarganya.
Didampingi Pendamping Disabilitas wilayah Kota Tangerang, Namin menuju lokasi kediaman Boni. Koordinasi dengan pihak RT dan RW juga dilakukan untuk mempermudah akses perijinan dalam melakukan proses asesmen terhadap keluarga Boni.
Informasi awal yang didapatkan dari Pendamping Disabilitas bahwa Boni belum masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) karena Kartu Tanda Pengenal (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) Boni dan keluarganya terdaftar sebagai warga DKI Jakarta, sementara ia berdomisili di Kota Tangerang.
Boni yang pertama kali membuka pintu saat petugas datang ke rumahnya. Meski kaget, Boni dan ayahnya berusaha melayani tamunya dengan ramah. Dodik Geger Ekal, ayah Boni menceritakan kondisi keluarganya dan riwayat kedisabilitasan yang dialami anaknya.
“Mendapat anak pertama laki-laki menjadi kebahagiaan terbesar bagi kami sekeluarga. Tapi, Tuhan punya cara sendiri mendidik kami. Ketika usia Boni sekitar 1 tahun, saya curiga kenapa anak ini lambat bicara. Saya coba bawa ke dokter, dibilang Boni ini ada gangguan pada organ bicaranya dan harus terapi berkala. Sedihlah kami. Apalagi biaya terapi gak murah Pak,” tutur Dodik.
“Dulunya, saya dan istri kerja sebagai guru tapi gak tetap. Kondisi makin sulit selama pandemi. Gak sangka, saya dan istri harus kehilangan pekerjaan karena sekolah kurangi pegawai untuk penghematan anggaran. Cari kerja di tempat lain sama sulitnya. Tapi, dapur harus tetap ngebul. Saya dan istri harus kerja apa saja yang penting anak-anak bisa makan,” lanjut Dodik.
“Istri ditawari kerja menjadi Asisten Rumah Tangga (ART). Saya bilang, tidak apa-apa. Itu pekerjaan halal. Gak perlu malu, karena kita gak mencuri barang orang lain. Saya juga mulai coba memulung barang bekas, karena hanya pekerjaan itu yang muncul di pikiran saya saat itu. Ternyata, Boni malah mau ikut saya mulung. Saya sayang sekali sama dia. Walau punya kekurangan, tapi cintanya sama bapak ibunya besar sekali,” ucap Dodik sambil menatap wajah anaknya.
Boni yang tidak sempat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) menyebabkan terhambat dalam pengetahuan baca tulisnya. Boni belum mampu menulis dan membaca dengan baik. Padahal usianya sudah cukup dewasa. Orang tuanya menyesali hal ini dan berharap bahwa suatu saat Boni mendapatkan kesempatan untuk bersekolah lagi.
Meski kesulitan dalam berkomunikasi, dengan bahasa nonverbal yang terbatas Boni mengungkapkan rasa cintanya kepada orang tuanya.
“Aku kasihan sama Bapak dan Ibu. Aku ikut mulung dan jadi tukang parkir bantu bapak. Aku gak sekolah, gak bisa baca. Tapi aku mau bantu bapak cari uang,” ucap Boni.
Petugas segera melaporkan hasil respon kasus terhadap Boni dan keluarganya kepada pimpinan balai. Balai Melati Jakarta memutuskan akan menindaklanjuti kasus Boni dengan memberikan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) untuk mengurangi krisis yang dihadapi Boni dan keluarganya.
Koordinasi selanjutnya dengan stakeholder balai di wilayah Kota Tangerang akan dioptimalkan dalam proses pengajuan DTKS keluarga Boni. Selanjutnya, Boni juga direkomendasikan untuk mendapatkan layanan ATENSI residensial di Balai Melati Jakarta untuk memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya.
Bagikan :