Kemensos Respon Cepat Lima Penyandang Disabilitas Terdampak Pandemi

  • Kemensos Respon Cepat Lima Penyandang Disabilitas Terdampak Pandemi
  • 16294346212814
  • 16294346196950

Penulis :
Humas Balai Melati Jakarta
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Karlina Irsalyana

JAKARTA (16 Agustus 2021) – Kementerian Sosial melalui Balai "Melati" Jakarta merespon cepat informasi dari masyarakat mengenai 5 (lima) orang penyandang disabilitas yang mengalami krisis akibat pandemi Covid-19 di wilayah Jakarta Barat. Dua orang berdomisili di Kelurahan Kalideres dan tiga orang lainnya berdomisili di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat. 

Kepala Balai "Melati" Jakarta, Romal Uli Jaya Sinaga menugaskan 2 orang Pekerja Sosial, Heryana dan Namin Sunarto untuk melakukan respon kasus dan asesmen kebutuhan terhadap 5 orang penyandang disabilitas. 

Tim dari balai sebelumnya melakukan koordinasi dengan pendamping disabilitas wilayah Kota Tangerang untuk melakukan pengecekan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan berkoordinasi dengan aparat setempat untuk memudahkan akses perijinan dalam pelaksanaan respon kasus. 

Tim bertandang ke kediaman Adelia Siti Salmah dan Ahmad Sobari di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat. Keduanya merupakan kakak beradik penyandang disabilitas. 

Adelia (9 tahun) menderita hidrosefalus, yaitu penyakit yang menyebabkan kelebihan cairan yang menekan otak dan dapat menyebabkan kerusakan otak. Hal ini mengakibatkan pembesaran kepala Adelia. Sedangkan kakaknya, Ahmad Sobari merupakan penyandang disabilitas sensorik rungu wicara. Kondisi kedisabilitasan keduanya terjadi sejak lahir. 

Keluarga Adelia dan Ahmad hidup dalam kondisi sulit, terlebih saat pandemi Covid-19. Ayah mereka mencari penghasilan sebagai kurir ikan lele yang didistribusikan ke pedagang pecel lele. Sementara ibunya berjualan kue, namun kini terhenti karena tak lagi memiliki modal usaha. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di pemukiman padat penduduk.

“Adel ini rencananya mau dioperasi tahap ketiga. Alhamdulillah biayanya ditanggung BPJS. Tapi, obat-obatnya harus beli. Itu yang bikin saya pusing, Pak. Untuk makan sehari-hari aja susah, apalagi harus beli obat yang mahal. Saya titip barangkali bapak-bapak bisa bantu kesulitan keluarga saya,” ucap ayah Adelia saat menceritakan kondisi keluarganya.

Dari kediaman Adelia dan Ahmad, tim bergerak ke kediaman Andini Radiah, penyandang disabilitas ganda (fisik dan mental) yang juga berdomisili di wilayah Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat. Andini dan keluarganya tinggal di lahan yang dulunya digunakan sebagai pemakaman umum dan merupakan tanah milik negara. 

Rumah yang dibangun sangat sederhana dari kayu dan berbentuk rumah panggung ini menghadapi masalah pelik. Saat ini, lahan yang digunakan keluarga Andini membangun rumah telah dijadikan daerah resapan air oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sehingga rumah keluarga Andini berada diatas daerah resapan air. Orang tua Andini menyadari masalah ini namun tak bisa berbuat banyak mengatasinya. 

“Saya mah pasrah pak kalau harus dipindah. Lagipula ini tanah negara. Tapi, tolong bantu kami karena hidup kami sudah susah,” ucap ayah Andini yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh.

Kediaman selanjutnya yang dikunjungi oleh Tim adalah rumah Putri Adelia dan Azaki Abizhar di Kelurahan Kalideres, Jakarta Barat. Putri Adelia menderita Cerebral Palsy atau yang biasa disebut lumpuh otak. Penyakit ini disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal, umumnya terjadi sebelum anak lahir. Gejala yang dialami termasuk refleks berlebihan, anggota badan yang lemas atau kaku, dan gerakan tak terkendali. 

Putri dan keluarganya tinggal di rumah kontrakan kecil dengan biaya sewa 700 ribu rupiah per bulan. Orangtuanya menyampaikan kebutuhan anaknya untuk bisa mendapatkan bantuan kursi roda dan kemudahan biaya terapi bagi Putri. 

Penyandang disabilitas terakhir yang ditemui oleh Tim adalah Azakia Abizhar (10 tahun). Azakia mengalami kedisabilitasan fisik semenjak lahir. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya didalam rumah bersama ibunya. Padahal ia ingin sekali sekolah seperti teman-temannya yang lain. 

“Anak saya suka minta sekolah. Tapi saya gak tega kalo lihat dia diejek teman-temannya karena disabilitas. Ada yang bilang suruh sekolahin di SLB (Sekolah Luar Biasa), tapi ongkos ke sekolah kan juga lumayan," ucap ibunda Azakia.

Tim kemudian melaporkan hasil asesmen kebutuhan 5 orang penyandang disabilitas kepada Kepala Balai "Melati" Jakarta. Pimpinan memberikan arahan selanjutnya untuk berkoordinasi dengan Suku Dinas Sosial Jakarta Barat dalam proses pengajuan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan melakukan pendampingan terhadap penyandang disabilitas di wilayah Jakarta Barat. 

Balai "Melati" Jakarta juga akan menyerahkan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) untuk mengurangi krisis yang dihadapi dan memaksimalkan potensi keluarga untuk kesejahteraan hidup yang lebih baik bagi penyandang disabilitas.
Bagikan :