Loka "Meohai" Respon Kasus Rungu Wicara Terlantar dan Alami Pelecehan Seksual
Penulis :
Humas Loka Meohai Kendari
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
EREKE (13 Agustus 2021) - Kementerian Sosial melalui Loka Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (LRSPDSRW) “Meohai” Kendari atau yang lebih dikenal sebagai Loka Meohai Kendari merespon cepat kasus yang menimpa WA (inisial), seorang penyandang disabilitas sensorik rungu wicara asal Kabupaten Buton Utara yang hidup terlantar dan mengalami pelecehan seksual.
Kasus yang menimpa WA, baru diketahui oleh Loka "Meohai" Kendari setelah viral di media sosial dan mendapatkan laporan dari Dinas Sosial Kabupaten Buton Utara. Kepala Loka "Meohai" Kendari bersama beberapa Pekerja Sosial (Peksos) yang tergabung dalam Tim Reaksi Cepat (TRC) langsung merespon cepat kasus tersebut dengan menjangkau lokasi kejadian melalui perjalanan darat dan laut sejauh 388,9 KM. Kasus keterlantaran dan pelecehan seksual yang dialami WA terjadi di Desa Kasulatombi, Kecamatan Kulisusu Barat, Kabupaten Buton Utara.
Dengan didampingi oleh petugas Dinas Sosial Kabupaten Buton Utara, Aparat Kepolisian dan Perangkat Desa setempat, Tim TRC Loka Meohai langsung melakukan asesmen terhadap WA. Hasil asesmen sangat mengejutkan dimana diketahui bahwa WA telah mengalami pelecehan seksual sejak tahun 2015 sampai sekarang dan telah melahirkan 4 orang anak.
Pelecehan seksual yang dialami WA sudah berlangsung selama 6 tahun. Lebih tragisnya lagi, anak-anak yang dilahirkan WA tidak diketahui siapa bapak biologisnya. Pihak Kepolisian pun sudah melacak kasus pelecehan tersebut dan tidak menemukan titik terang pelaku pelecehan tersebut. Anak-anak yang dilahirkan WA, dirawat dan dibesarkan oleh orang-orang kampung, salah satunya ialah bidan setempat yang berbaik hati merawat bayi terakhir yang dilahirkan WA.
Selain mengalami pelecehan seksual, WA hidup terlantar tanpa rumah dan tanpa keluarga, baik orang tua, saudara kandung, maupun kerabat lainnya. Untuk tidur dan bernaung, sehari-hari WA yang juga tuna wisma tersebut menempati kantor bekas UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Kulisusu Barat, yang tidak berfungsi lagi dan letaknya cukup jauh dari permukiman warga. Untuk makan sehari-hari, WA hanya mengandalkan belas kasihan dari warga kampung.
Menurut keterangan Perangkat Desa setempat, WA berasal dari Desa Torombia, Kecamatan Kulisusu yang letaknya tidak jauh dari Desa Kasulatombi, Kecamatan Kulisusu Barat, dimana WA tinggalnya sekarang. Sudah 10 tahun lamanya WA hidup terlantar di Desa Kasulatombi tanpa satupun sanak keluarga yang datang mencarinya.
Perangkat desa sudah berusaha mencari informasi tentang sanak keluarga WA di desa asalnya, Desa Torombia, namun tidak menemukan satu pun keluarga WA. Begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi WA sebagai seorang tuna wisma yang terlantar tanpa sanak keluarga dan mengalami pelecehan seksual selama bertahun-tahun. Kondisi tersebut membuat Tim TRC Loka Meohai memutuskan untuk membawa WA ke Kota Kendari, agar mendapatkan terapi psikososial, vokasional, fisik, mental dan spiritual di Loka "Meohai" Kendari.
Kepala Loka "Meohai Kendari, Budi Sucahyono, menuturkan bahwa WA telah didaftarkan di Dinas Catatan Sipil untuk dibuatkan identitas Kartu Keluarga dan KTP.
“Kami sudah menindaklanjuti kasus WA dengan mendaftarkan ke Dinas Catatan Sipil Kabupaten Buton Utara untuk mendapatkan Kartu Keluarga dan KTP. Sedangkan terkait WA yang juga tuna wisma, kami menanganinya untuk sementara waktu dengan memberikan Atensi secara residential, yakni membawanya ke Loka Meohai untuk mendapatkan berbagai macam terapi yakni terapi vokasional, psikososial, fisik, mental dan spiritual,” terang Budi.
Sebelum dibawa ke Kendari untuk menjalani terapi di Loka "Meohai", WA terlebih dahulu mengikuti perekaman KTP dan pembuatan Kartu Keluarga di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kartu Keluarga dan KTP WA langsung diterbitkan pada hari itu juga, yakni Jumat, 13 Agustus 2021.
Didampingi Tim TRC Loka "Meohai" dan Petugas Dinas Sosial, WA menjalani Tes Swab Antigen di Puskesmas Lambale, Kecamatan Kulisusu Barat. Kasus WA melibatkan banyak pihak diantaranya, Dinas Sosial Kabupaten Buton Utara, Dinas Perlndungan Perempuan dan Anak Kabupaten Buton Utara, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buton Utara, Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara, Polsek Kecamatan Kulisusu Barat, dan Perangkat Desa Kasulatombi Kecamatan Kulisusu Barat, Kabupaten Buton Utara. Melalui kerjasama yang baik dari berbagai pihak, diharapkan kasus WA segera berakhir.
Bagikan :