Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
David
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
JAKARTA (31 Oktober 2021) - Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Harry Hikmat, diwakili oleh Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Eva Rahmi Kasim menghadiri webinar yang diselenggarakan oleh Hellosehat dan Indonesian Stuttering Community (ISC) yang akan membahas tema bertajuk Pro Kontra Gagap Sebagai Disabilitas.
Indonesia Stuttering Community (ISC), komunitas ini merupakan wadah terbesar yang menaungi pengidap gagap, kegiatan ISC seputar edukasi terkait gagap, demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang inklusif dan ramah terhadap gagap, dan lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gagap.
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Eva Rahmi Kasim menyampaikan bahwa Penyandang Disabilitas adalah bagian dari populasi Indonesia yang jumlahnya cukup besar. Berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS, 2020) ada sekitar 22 juta lebih penduduk Indonesia Penyandang Disabilitas.
Undang-Undang No 8 Tahun 2016 Pasal 1 adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2016 Pasal 4 Ayat 1 Huruf d, "Penyandang Disabilitas Sensorik" adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, dan/atau disabilitas wicara. Dalam penjelasan Pasal 4 Ayat 2, yang dimaksud dengan "dalam jangka waktu lama" adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan/atau bersifat permanen.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 81 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Terapi Wicara, Gagap ditandai dengan ketidaklancaran pada saat bicara yang tidak sesuai dengan usia si pembicara dan ketidaklancaran ini mempengaruhi irama, rata-rata kata yang diproduksi ketika berbicara dan menimbulkan suatu usaha yang kuat dari pembicara untuk dapat berbicara lancar.
Peran Kementerian Sosial melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI), penyandang disabilitas sensorik bisa mendapatkan layanan secara langsung berbasis komunitas, keluarga dan residensial yang dilakukan di balai rehabilitasi milik Kementerian Sosial. Layanan yang diberikan berupa dukungan pemenuhan kebutuhan hidup layak seperti sandang dan pangan.
Selanjutnya, perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak, dukungan keluarga, terapi fisik, terapi psikososial, dan terapi mental spiritual, pelatihan vokasional dan/atau pembinaan kewirausahaan, bantuan sosial dan asistensi sosial dan dukungan aksesibilitas.
Untuk menangani gagap membutuhkan akomodasi layak dilingkungan keluarga, pendidikan dan juga akses pekerjaan. Penanganan gagap diharapkan holistik, tidak serta-merta hanya kearah medis, namun juga kualitas hidup yang baik. Pengidap gagap berhak mendapatkan layanan rehabilitasi sosial melalui ATENSI di balai-balai milik Kementerian Sosial.
Hikmatun Sadiah selaku terapis wicara menyampaikan bahwa gagap adalah gangguan komunikasi berupa kelancaran bicara "karena pada saat mengalami kegagapan, kelancaran berbicaranya akan terganggu dalam ritme, prosody, dan kecepatan bicaranya," jelas Hikmatun Sadiah.
Menurut World Health Organization (WHO), Gagap adalah gangguan ritme bicara di mana individu tahu persis apa yang ingin dia katakan, tetapi pada saat itu tidak dapat mengatakannya karena terjadi pengulangan, perpanjangan dan penghentian.
Hikmatun Sadiah juga menyampaikan bahwa gagap disebabkan oleh multifaktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi herediter, tempramen, kemampuan kognitif, kemampuan bahasa, mekanisme pemrosesan informasi (perhatian, persepsi, memori dan penalaran), dan kontrol motorik bicara.
Sedangkan kondisi eksternal meliputi budaya, harapan orang tua, praktik mengasuh anak, pengalaman pendidikan, dan hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya.
Seorang Psikolog, Yoza Azda juga berkesempatan untuk menjelaskan mengenai stuttering, tanda-tanda stuttering yaitu pengulangan suara atau suku kata, perpanjangan suara huruf vocal maupun konsonan, kata-kata yang terputus, terdiam atau ada jeda dalam berbicara, perkataan yang panjang lebar guna mengganti kata-kata yang bermasalah, tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata.
Faktor penyebab stuttering juga disebutkan diantaranya adalah genetika, sekitar 60% dari mereka yang stuttering memiliki anggota keluarga yang stuttering ; perkembangan anak, anak-anak dengan masalah atau keterlambatan perkembangan bahasa dan gangguan bicara lainnya lebih mungkin untuk stuttering.
Selain itu juga faktor penyebab lainnya adalah neurofisiologi, penelitian neurologis menunjukkan bahwa orang yang stuttering memiliki proses bicara dan berbahasa sedikit berbeda dari mereka yang tidak stuttering, dan dinamika keluarga. Stuttering dapat terjadi ketika kombinasi faktor datang bersama-sama dan mungkin tiap orang masing-masing memiliki penyebab yang berbeda.
"Terapi stuttering bisa menjadi suatu metode yg dilakukan, tidak gagap ketika berbicara sendiri dan bernyanyi, dan kondisikan dengan pikirkan bahwa 'saya tidak gagap' itu bisa membantu berbicara secara lancar", jelas Yoza Azda.
Sebagai penutup Yoza berpedan, diharapkan untuk teman-teman yang bergabung dalam komunitas ini untuk saling mendukung dan menjalani hidup dengan ceria sehingga bisa berkreasi, berinovasi dan kreatif.
Webinar ini juga dihadiri oleh anggota Indonesian Stuttering Community dan Medical Editor Hellosehat juga mahasiswa Akademi Terapi Wicara.
Bagikan :