Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
JAKARTA (29 Juli 2021) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat menjadi narasumber pada International Webinar on Social Work Profession in Geriatric Current Roles, Challenges and Emerging Trends. Harry menyampaikan hal terkait Perawatan jangka panjang untuk Geriatrik: Layanan Perawatan di Rumah Berbasis Keluarga.
Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun. Di Indonesia terdapat dua kategori Lansia, yaitu Lansia Potensial dan Lansia Non Potensial. "Pemerintah fokus pada penanganan Lansia Non Potensial karena kategori ini yang membutuhkan perawatan jangka panjang", ungkap Harry.
Populasi Lansia meningkat 10% di tahun 2020 berdasarkan data BPS, Bappenas Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2015-2035. Jumlah ini kemungkinan akan terus meningkat hingga tahun 2035 sebesar 16,5% dengan jumlah Lansia Perempuan lebih banyak dari Laki-laki.
Sebanyak 44% Lansia di Indonesia memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi dengan persentase terbanyak yaitu 63,5%, masalah gigi sebesar 53,5% dan penyakit lainnya dengan persentase rendah seperti rematik, masalah mulut, diabetes, jantung koroner, struk, gagal ginjal dan penyakit ganas (kanker).
Banyak Lansia Indonesia yang ingin dirawat oleh pasangan maupun anaknya jika mereka membutuhkan perawatan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, keluarga terutama pasangan dan anak membutuhkan keterampilan dan kemampuan dalam merawat Lansia.
Hal ini diperkuat dengan data BPS, Susenas Maret 2019 bahwa 40,64% Lansia hidup bersama 3 generasi di dalam keluarga. Ini menunjukkan bahwa perawatan berbasis keluarga masin menjadi pendekatan utama dalam merawat Lansia yang membutuhkan perawatan jangka panjang.
Sebanyak 79% pengasuh Lansia adalah anggota keluarga berdasarkan data SILANI Bappenas 2020. Mereka memiliki peran penting dalam aktivitas lansia sehari-hari, terutama bagi lansia yang memiliki penyakit kronis. Mereka siap memberikan perhatian dalam pemberian obat, mengecek tekanan darah, suhu tubuh dan lainnya. Selain itu, 10% Lansia Indonesia membutuhkan perawat untuk membantu aktivitas sehari-hari.
Selama masa pandemi ini, Indonesia serius memperhatikan jaminan keselamatan dan kesehatan bagi para Lansia. Selain pengobatan, lansia adalah kelompok pertama yang diberikan vaksin dan mendapatkan fasilitas untuk diprioritaskan dalam pelayanan kesehatan.
"Selama pandemi, perawatan di rumah masih dimungkinkan dengan menerapkan protokol kesehatan. Layanan ini bisa dilakukan salah satunya oleh pekerja sosial," tutur Harry.
Pekerja Sosial berperan memberikan terapi (fisik, psikososial dan spiritual), mengajak keluarga Lansia untuk mendukung Lansia sebagai orang tersayang, memastikan Lansia mendapat layanan yang dibutuhkan, melayani sebagai penghubung komunikasi antara Lansia dengan tim pelayan dan memastikan akses bagi Lansia terhadap layanan rehabilitasi sosial yang diberikan pemerintah dan komunitas.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi Pekerja Sosial di Indonesia, seperti tingkat keterampilan yang terkait dengan masalah perawatan jangka panjang berbasis keluarga, perlunya asosiasi terkait pekerja sosial geriatri sebagai media untuk berbagi pengalaman dan merumuskan standar kompetensi dan sertifikasi kompetensi.
Selain itu juga tantangan bagaimana mereka menjelaskan kepada profesi lain peran mereka dalam perawatan jangka panjang dan pelatihan pemberi perawatan untuk memastikan keluarga memiliki kompetensi dalam memberikan layanan dan perawatan lansia di rumah.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah Lansia dari tahun ke tahun, yaitu peningkatan kualitas dan kuantitas program pelayanan sosial bagi lansia untuk melindungi lansia dari berbagai risiko penuaan (sakit, penelantaran, kesepian), Penyediaan Perawat Sosial ( Caregiver ) bersertifikat , termasuk perawat sosial dari anggota rumah tangga (anak, cucu, saudara kandung, pembantu rumah tangga) dan Meningkatkan peran keluarga dalam perawatan lansia.
Upaya lain yaitu meningkatkan pelayanan publik melalui Posyandu Lansia (Pelayanan Terpadu Indonesia Lansia) yang memberikan dukungan kepada Lansia sesuai dengan kebutuhan pembangunan/usia, peningkatan kampanye keberlanjutan nasional di semua sektor, Peningkatan peran masyarakat dan sektor swasta dalam penanganan lansia, termasuk kesempatan kerja bagi calon Lansia, peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat dari usia dini, sehingga di hari tua tidak menjadi beban bagi keluarga atau masyarakat.
Narasumber dari beberapa negara di Dunia juga mengatakan pentingnya peran dari Pekerja Sosial, salah satunya Sally Hughes, perwakilan dari Canada yang membuat sebuah proyek Extended Opportunity Programs and Services, yaitu program bagi para volunteer Pekerja Sosial yang ingin belajar dan meningkatkan keterampilan dalam pelayanan masyarakat, khusus Lansia.
"Lansia di Canada itu kurang diperhatikan, cenderung terbelakang, sehingga banyak Lansia Canada yang mengalami gangguan mental seperti depresi. Maka kami inisiasi suatu program bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan NGO untuk melatih Pekerja Sosial dan memberi pengetahuan tentang merawat lansia," jelasnya.
Di Spanyol, Pekerja Sosial diakui sebagai profesi. Hal ini disampaikan oleh Ruben perwakilan dari Spanyol. Pemerintah juga memfasilitasi 17 komunitas untuk mengurus Lansia sejak 2006. Penitipan Lansia ke komunitas juga harus memenuhi syarat, jika penitip adalah seorang wanita muda dan single , tidak diperbolehkan menitip lansia ke komunitas, harus dirawat sendiri.
Lain halnya lagi di Nepal, Aasati Poudel mengatakan masyarakat cenderung kurang peduli terhadap Lansia, terutama lansia yang menderita demensia. Pemerintah Nepal berinisiatif untuk menggalang kepedulian masyarakat pada lansia melalui komunitas.
Magie, narasumber dari Afrika Selatan menjalankan misi amal ( charity ) sejak Tahun 2014 untuk membuat program advance healthy aging yang bertujuan meningkatkan kesehatan Lansia. Ia mendanai kegiatan training dan olahraga bagi lansia agar lansia tetap sehat.
Webinar yang diselenggarakan oleh Heritage Foundation India ini dihadiri oleh 350 peserta yang berasal dari 26 negara. Webinar ini juga menghadirkan narasumber dari Afrika Selatan, Spanyol, Nepal dan Canada.
Bagikan :