Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
JAKARTA (8 September 2021) - Kementerian Sosial ikut merayakan Hari Fisioterapi Sedunia yang jatuh pada tangga 8 September dengan membuka kesempatan kolaborasi denga berbagai pihak. Kolaborasi ini merupakan upaya memberikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penerima manfaat salah satunya penyandang disabilitas yang erat kaitannya dengan praktik fisioterapi.
Webinar ini diselenggarakan oleh Ikatan Fisioterapi Indonesia dengan tema "Indonesia Bebas Long Covid". Salah satu kelompok yang juga terdampak Long Covid adalah para penyandang disabilitas.
Klaster rehabilitasi sosial mulai dari anak, penyandang disabilitas, lanjut usia, korban pengalahgunaan napza serta tuna sosial dan korban perdagangan orang membutuhkan penanganan fisioterapi. Kementerian Sosial berharap adanya tindak lanjut dan kolaborasi dalam hal pola fisioterapi agar bisa membantu pemerintah dalam menangani klaster rehabilitasi sosial.
Berdasarkan Permenkes Nomor 80 Tahun 2013, Fisioterapi adalah layanan kesehatan yang ditujukan kepada Individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak dan peralatan.
Peran fisioterapi dalam lembaga yaitu memberikan layanan kepada penerima manfaat dari berbagai usia dengan berbagai kondisi gangguan fungsi saraf, gangguan sistem otot, persendian dan tulang, gangguan sistem pernapasan dan gangguan tumbuh kembang.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat sebagai salah satu narasumber mengatakan bahwa Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial harus betul-betul meningkatkan kapasitas dalam penanganan penerima manfaat mulai dari sumber daya manusia dan peralatannya.
Oleh karena itu, kolaborasi perlu dibangun agar bisa membantu para terapis Kementerian Sosial yang ada di balai-balai rehabilitasi sosial untuk melakukan tindakan dengan pendekatan fisioterapis, karena tantangan kedepan yaitu penerapan fisioterapi sejak dini bagi penyandang disabilitas.
Kebijakan rehabilitasi sosial selain pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, juga perlu mengintegrasikan penyandang disabilitas dengan program perlindungan dan jaminan sosial, pemberdayaan sosial hingga program penanganan fakir miskin.
"Mensos Risma mengatakan bahwa rehabilitasi sosial tidak hanya mengupayakan perubahan sikap dan perilaku, tetapi juga bagaimana membuat para penyandang disabilitas menjadi mandiri," kata Harry.
Rehabilitasi Sosial juga tidak hanya dengan pendekatan residensial (balai/panti), tetapi juga dengan pendekatan keluarga dan komunitas. "Maka penting untuk mewujudkan bagaimana praktik fisioterapi bisa dilakukan di keluarga, komunitas maupun residensial tanpa harus ke fasilitas kesehatan", sambung Harry.
Kementerian Sosial memiliki 41 Balai-balai rehabilitasi sosial yang didalamnya terdapat terapis. Selama masa pandemi Covid-19, Kementerjan Sosial terus berupaya memberikan layanan terapi melalui video call.
Guna menunjang kegiatan fisioterapi, Mensos Risma juga meminta agar balai-balai rehabilitasi sosial melakukan refocusing anggaran guna menyediakan alat bantu seperti alat bantu dengar, alat bantu elektronik, alat bantu kesehatan, alat bantu netra, alat bantu pernapasan, alat bantu UEP, alat bantu wicara, alat bantu mobilitas, alat bantu peraga edukatif, alat terapi, alat ukur, buku, kasur, kursi roda elektrik, penyangga tubuh, printer braille, protesa, teknologi, tongkat/alat bantu jalan, tongkat netra dan tongkat pintar.
Salah satu alat mobilitas yang sifatnya darurat untuk disediakan secara cepat yaitu kursi roda. "Atas inisiatif Mensos Risma bahwa penyandang disabilitas perlu diberdayakan agar mandiri, sehingga mereka diajak untuk merakit langsung kursi roda elektrik sesuai dengan kebutuhan mereka", tutur Harry.
Sejalan dengan hal tersebut, Alexander Ginting sebagai Kabid Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 yang juga merupakan Brigjen TNI Purnawirawan mengatakan bahwa fisioterapi punya peran terdepan agar pasien Covid-19 dapat pulih dan kembali ke masyarakat. Fisioterapi banyak diperlukan pasca pandemi dalam menangani gejala sisa ( long covid ).
Seperti yang disampaikan Isnaeni Herawati, Wakil Ketua Perhimpunan Fisioterapi Kardio Respirasi (PAFKRI) bahwa gejala Long Covid yang banyak menyerang yaitu rasa kelelahan, sesak napas, batuk kronis, nyeri otot dan nyeri sendi. "Kami fisioterapis siap ikut membantu pemerintah menangani Long Covid dan teman-teman penyandang disabilitas", jelasnya.
Kumala Insiwi Suryo ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Surakarta mengapresiasi langkah Kementerian Sosial dalam memberikan hak-hak penyandang disabilitas. Pihaknya berharap ke depan bisa berkolaborasi dengan Kementerian Sosial untuk memberikan manfaat yang jauh lebih baik kepada anak-anak istimewa.
Bagikan :