Sekjen Kemensos Minta Tagana Perkuat Mitigasi Bencana di Daerah
Penulis :
Rizka Surya Ananda
Tagana diharapkan juga mampu menangani bencana sosial, non alam, dan situasi darurat lainnya
JAKARTA (18 November 2022) – Taruna Siaga Bencana (Tagana) merupakan komunitas yang lahir dan tumbuh di lingkungan masyarakat (Community Based Disaster Management). Mereka paham dan memiliki tanggung jawab memberikan edukasi kepada masyarakat dimana mereka berada.
"Peran Tagana sangat penting terutama dalam mitigasi resiko bencana dengan mengedukasi masyarakat agar dapat berdaya saat bencana terjadi," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Harry Hikmat saat menutup kegiatan Peningkatan Kompetensi Tagana Tahun 2022 di Gedung Aula Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (Puddiklat Kesos) Margaguna Jakarta Selatan, Jumat (18/11).
Sekjen meminta Tagana membangun kesadaran masyarakat, termasuk aspek praktis seperti memastikan jalur evakuasi kalau terjadi bencana.
Sebagai komunitas yang paling mengetahui tentang situasi dan kondisi di daerahnya, Tagana memiliki tanggung jawab mentransfer ilmu yang telah mereka pelajari kepada masyarakat di sekitarnya.
Di hadapan peserta yang hadir, Harry mengingatkan agar para Tagana menjaga komitmennya sebagai relawan yang bekerja untuk masyarakat. “Tagana adalah relawan yang punya jiwa korsa voluntarism, sebagai sebuah jati diri dan juga komitmen bahwa dirinya lahir untuk terpanggil menangani berbagai situasi bencana,” kata dia.
Harry menginginkan agar Tagana tidak diidentikkan dengan relawan yang menangani bencana alam saja, namun juga menangani berbagai situasi bencana dengan berbagai kondisi termasuk bencana sosial dan bencana non alam, dan situasi darurat lainnya.
Salah satu relawan Tagana asal Aceh, Rizal Dinata, mengatakan pencegahan adalah hal yang amat penting untuk menekan angka korban. Menurutnya hal ini sudah dilakukan di daerah asalnya melalui program Kampung Siaga Bencana, Tagana masuk sekolah, dan adanya lumbung sosial. Ia melihat masyarakat menyambut baik program-program tersebut.
“Minimal mereka bisa mengamankan diri saat bencana terjadi, sehingga angka korban bisa ditekan,” kata Pria yang menjadi Tagana sejak 2009 ini.
Namun ia tidak menampik bahwa penangan yang tepat dan efisien saat terjadi bencana juga merupakan hal yang vital. Seperti yang ia pelajari saat menjalani diklat selama lima hari di Pusdiklat Kesos. Sebanyak 120 peserta dari 34 provinsi di Indonesia mengikuti pelatihan mengenai Shelter, Logistik, dan Layanan Dukungan Psikososial (LDP).
Dikatakan Rizal, pelatihan ini merupakan ilmu pengetahuan baru baginya dan tagana lainnya. Pelatihan yang berlangsung dari tanggal 14 - 18 November 2022, mampu membuka wawasan dan persepektif baru dalam penanganan bencana yang lebih spesifik.
“Teman-teman sangat antusias, baru hari ini terbuka pikiran saya mengenai dukungan psikososial yang selama ini saya beranggapan adalah tempat bermainnya anak-anak, tempat bermainnya para penyintas. Ternyata bukan hanya itu,” katanya.
Senada dengan Rizal, Yovita Nahak menuturkan pelatihan ini mampu memperbaharui perspektifnya mengenai penanganan bencana, khususnya shelter. Sebelumnya ia beranggapan bahwa shelter hanya sebatas tenda penampungan sementara bagi pengungsi, namun setelah diklat, wanita asal Nusa Tenggara Timur ini mengetahui bahwa shelter bukan hanya sebatas tenda melainkan ada proses yang berjalan di dalamnya.
“Selama ini kita tau bahwa shelter itu adalah bangunan atau sebuah tenda, tetapi setelah kita mendapatkan ilmu di sini, kita tau bahwa shelter itu adalah sebuah proses, bukan produk,” katanya.
Wanita yang akrab disapa Vita ini menambahkan bahwa di dalam shelter terdapat beberapa yang perlu dikaji seperti pendataan yang akurat dalam pengungsian, dan kelompok rentan yang harus diperhatikan seperti disabilitas, lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
Kemudian hal lain yang membuatnya terkesan adalah adanya simulasi dalam proses pembelajaran. Dalam simulasi ini, para relawan mendapatkan pengalaman langsung dalam membangun shelter yang adekuat dan mampu memenuhi kebutuhan penyintas akan rasa aman dan terlindungi.
“Dalam simulasi, kita bisa mendirikan tenda dan membuat sekat-sekat, serta fasilitas khusus untuk pengungsi prioritas sehingga penyintas merasa aman dan terlindungi,” katanya.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
Bagikan :