KABUPATEN BANDUNG (25 September 2024) – Awan kelabu perlahan menjauh usai menyesaki langit di atas Lapangan Bola Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, pagi itu. Mentari mengambil alih peran, memenuhi cakrawala berhiaskan gumpalan awan putih di sekelilingnya, khas panorama langit di sebuah dataran tinggi.
Dari
kejauhan terdengar sorak-sorai sekelompok anak sedang memperebutkan
bola sepak. Di sudut lain lapangan, sebagian anak berlomba-lomba
melambungkan bola menyeberangi jaring pembatas, seolah tak mengizinkan
benda bundar itu menyentuh bumi yang mereka pijak. Di sisi lapangan
tampak tenda berwarna-warni membentuk koloni. Tenda itu bukan tenda
panitia lomba sepak bola maupun bola voli yang mereka mainkan, akan
tetapi tenda pengungsian yang sudah sepekan ini mereka tempati untuk
bertahan dari dinginnya udara malam dan panasnya terik di siang hari.
Sudah sepekan lamanya sekelompok anak dan ratusan pengungsi lain menetap di tenda pengungsian korban gempa Bandung yang berlokasi di lapangan bola Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Dari sekian banyak tenda, ada satu blok tenda berwarna merah yang cukup menarik perhatian sekelompok anak. Tenda merah bertuliskan “Kemensos RI” itu tampak berbeda dengan tenda lainnya. Bagaimana tidak karena tepat di depan area tenda Kementerian Sosial itu terbentang kabel sling baja beserta katrol yang menjadi media luncur beberapa orang yang asyik bermain flying fox atau luncur gantung.
“Ini (flying fox) khusus untuk anak-anak, sebagai layanan dukungan psikososial penyintas bencana,” kata Ropi Saepa AG (21), salah satu tim Rappelling Education Indonesia (RED) yang membangun wahana flying fox tersebut di lokasi sekitar tenda pengungsian milik Kemensos. RED merupakan organisasi yang menyelenggarakan program-program edukasi terkait keterampilan memanjat dan menuruni tebing. Salah satu program yang digagas adalah program seribu flying fox untuk anak negeri.
Wahana flying fox itu telah beroperasi sejak hari Senin (23/9/2024). Wahana tersebut dikhususkan untuk anak-anak dan mampu menopang beban maksimal 100 kilogram. Terdapat instruktur terlatih yang mendampingi para pemain dan sudah dilengkapi dengan fitur keamaan sesuai standar seperti helm, fullbody harness, dan tali pengaman.
Terlihat puluhan anak sangat antusias mengikuti permainan ini karena keberadaan flying fox tentu sangat jarang ditemui oleh mereka di sana.
“Gratis, ini program kami,” sambung Ropi seraya mengatakan wahana tersebut diperuntukan bagi anak-anak di pedalaman dan anak dalam situasi kebencanaan sebagai media trauma healing.
Kemensos memfasilitasi berdirinya wahana flying fox tersebut dan sudah tiga hari terakhir beroperasi menemani puluhan anak yang antusias mengikuti permainan. Kegiatan ini merupakan salah satu aktivitas layanan dukungan psikososial (LDP) yang diberikan kepada para penyintas gempa Bandung, terutama bagi anak-anak yang sangat rentan mengalami trauma berkepanjangan.
Layanan Terapi Pijat Hingga Bekam di Tenda Pengungsian Kemensos
Sementara itu, masih di dalam area tenda milik Kemensos, terdapat puluhan orang yang sedang duduk lesehan menunggu giliran. Mereka mengantre bukan untuk mengambil makanan di dapur umum, melainkan mengantre untuk mendapatkan layanan terapi pijat dan bekam dari Indonesia Gerak Sireum (IGS) yang difasilitasi aktivitasnya oleh Kemensos.
“Tadi disangkanya kalau di tempat pengungsian gini yaudah mengungsi aja, tapi di sini alhamdulillah ada pengobatan,” kata Isye Hermawati (36), salah satu penyintas yang berada di tenda milik Kemensos. Dirinya mengaku tidak pernah membayangkan di tempat pengungsian ada layanan terapi seperti itu.
Menurut Isye, fasilitas layanan yang telah disediakan oleh Kemensos sudah cukup bagus dan sangat membantu. Isye mencoba layanan terapi bekam pada bagian lengannya dan setelah mendapatkan terapi, dirinya merasakan kondisi yang lebih nyaman pada tubuhnya.
“alhamdulillah terapi bekam itu bermanfaat banget,” sambung Isye.
Sebelumnya, Kemensos memberikan layanan terapi refleksi dan bekam bekerja sama dengan perkumpulan Indonesia Gerak Sireum (IGS). Layanan tersebut telah berjalan sejak hari Sabtu (21/9/2024). Kemensos menyediakan satu buah tenda khusus untuk pelayanan terapi dan bekam yang dilakukan oleh IGS.
“Kami memberikan layanan terapi untuk para penyintas dan relawan,” kata Dadan Dermawan, ketua IGS. IGS adalah akronim yang berasal dari Bahasa Sunda yang berarti “silaturahmi teu pareum” atau silaturahmi tidak terputus. IGS telah berdiri sejak tiga tahun lalu.
“Kami mengumpulkan para terapis-terapis dari latar belakang keahlian berbeda,” jelas Dadan. Terdapat 20 personil IGS yang bertugas dengan keahlian masing-masing seperti totok punggung, pijat refleksi, bekam, terapi SEP, hingga hipnoterapi.
Ketika ditanya mengenai motivasinya, Dadan mengatakan mereka bergerak atas dasar nilai “sireum”, yaitu silaturahmi teu pareum atau silaturahmi jangan terputus dengan melakukan kegiatan bermanfaat, salah satunya pemberian layanan pijat yang dilakukan olehnya bersama tim. Menurut Dadan, saat ini relawan IGS tersebar di beberapa wilayah di Jawa Barat, seperti di Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur. Mereka akan selalu siap sedia diturunkan ketika dibutuhkan saat terjadi bencana.
Memanusiakan Para Penyintas
Gempa Bandung menyisakan sesak dan sedih bagi para penyintasnya. Namun kejadian itu pula menunjukan betapa banyaknya tangan yang saling merangkul, serta banyak hati yang masih peduli.
Kemensos hadir menyingkap kelabu yang meliputi Kertasari seminggu lalu, memanusiakan para penyintas lewat pelayanan maksimal dengan bersinergi bersama berbagai pihak.
Seluruh tangan yang bergerak, dan kaki yang melangkah kompak di sana seolah ingin menitipkan pesan di benak setiap penyintas, bahwa gempa Bandung bukan hanya masalah retakan bumi saja. Lebih jauh dari itu melibatkan banyak hati yang masih peduli. Negara mencoba memberikan warna bermakna atas hadirnya Kemensos di tengah mereka.
Sudah sepekan lamanya sekelompok anak dan ratusan pengungsi lain menetap di tenda pengungsian korban gempa Bandung yang berlokasi di lapangan bola Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Dari sekian banyak tenda, ada satu blok tenda berwarna merah yang cukup menarik perhatian sekelompok anak. Tenda merah bertuliskan “Kemensos RI” itu tampak berbeda dengan tenda lainnya. Bagaimana tidak karena tepat di depan area tenda Kementerian Sosial itu terbentang kabel sling baja beserta katrol yang menjadi media luncur beberapa orang yang asyik bermain flying fox atau luncur gantung.
“Ini (flying fox) khusus untuk anak-anak, sebagai layanan dukungan psikososial penyintas bencana,” kata Ropi Saepa AG (21), salah satu tim Rappelling Education Indonesia (RED) yang membangun wahana flying fox tersebut di lokasi sekitar tenda pengungsian milik Kemensos. RED merupakan organisasi yang menyelenggarakan program-program edukasi terkait keterampilan memanjat dan menuruni tebing. Salah satu program yang digagas adalah program seribu flying fox untuk anak negeri.
Wahana flying fox itu telah beroperasi sejak hari Senin (23/9/2024). Wahana tersebut dikhususkan untuk anak-anak dan mampu menopang beban maksimal 100 kilogram. Terdapat instruktur terlatih yang mendampingi para pemain dan sudah dilengkapi dengan fitur keamaan sesuai standar seperti helm, fullbody harness, dan tali pengaman.
Terlihat puluhan anak sangat antusias mengikuti permainan ini karena keberadaan flying fox tentu sangat jarang ditemui oleh mereka di sana.
“Gratis, ini program kami,” sambung Ropi seraya mengatakan wahana tersebut diperuntukan bagi anak-anak di pedalaman dan anak dalam situasi kebencanaan sebagai media trauma healing.
Kemensos memfasilitasi berdirinya wahana flying fox tersebut dan sudah tiga hari terakhir beroperasi menemani puluhan anak yang antusias mengikuti permainan. Kegiatan ini merupakan salah satu aktivitas layanan dukungan psikososial (LDP) yang diberikan kepada para penyintas gempa Bandung, terutama bagi anak-anak yang sangat rentan mengalami trauma berkepanjangan.
Layanan Terapi Pijat Hingga Bekam di Tenda Pengungsian Kemensos
Sementara itu, masih di dalam area tenda milik Kemensos, terdapat puluhan orang yang sedang duduk lesehan menunggu giliran. Mereka mengantre bukan untuk mengambil makanan di dapur umum, melainkan mengantre untuk mendapatkan layanan terapi pijat dan bekam dari Indonesia Gerak Sireum (IGS) yang difasilitasi aktivitasnya oleh Kemensos.
“Tadi disangkanya kalau di tempat pengungsian gini yaudah mengungsi aja, tapi di sini alhamdulillah ada pengobatan,” kata Isye Hermawati (36), salah satu penyintas yang berada di tenda milik Kemensos. Dirinya mengaku tidak pernah membayangkan di tempat pengungsian ada layanan terapi seperti itu.
Menurut Isye, fasilitas layanan yang telah disediakan oleh Kemensos sudah cukup bagus dan sangat membantu. Isye mencoba layanan terapi bekam pada bagian lengannya dan setelah mendapatkan terapi, dirinya merasakan kondisi yang lebih nyaman pada tubuhnya.
“alhamdulillah terapi bekam itu bermanfaat banget,” sambung Isye.
Sebelumnya, Kemensos memberikan layanan terapi refleksi dan bekam bekerja sama dengan perkumpulan Indonesia Gerak Sireum (IGS). Layanan tersebut telah berjalan sejak hari Sabtu (21/9/2024). Kemensos menyediakan satu buah tenda khusus untuk pelayanan terapi dan bekam yang dilakukan oleh IGS.
“Kami memberikan layanan terapi untuk para penyintas dan relawan,” kata Dadan Dermawan, ketua IGS. IGS adalah akronim yang berasal dari Bahasa Sunda yang berarti “silaturahmi teu pareum” atau silaturahmi tidak terputus. IGS telah berdiri sejak tiga tahun lalu.
“Kami mengumpulkan para terapis-terapis dari latar belakang keahlian berbeda,” jelas Dadan. Terdapat 20 personil IGS yang bertugas dengan keahlian masing-masing seperti totok punggung, pijat refleksi, bekam, terapi SEP, hingga hipnoterapi.
Ketika ditanya mengenai motivasinya, Dadan mengatakan mereka bergerak atas dasar nilai “sireum”, yaitu silaturahmi teu pareum atau silaturahmi jangan terputus dengan melakukan kegiatan bermanfaat, salah satunya pemberian layanan pijat yang dilakukan olehnya bersama tim. Menurut Dadan, saat ini relawan IGS tersebar di beberapa wilayah di Jawa Barat, seperti di Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur. Mereka akan selalu siap sedia diturunkan ketika dibutuhkan saat terjadi bencana.
Memanusiakan Para Penyintas
Gempa Bandung menyisakan sesak dan sedih bagi para penyintasnya. Namun kejadian itu pula menunjukan betapa banyaknya tangan yang saling merangkul, serta banyak hati yang masih peduli.
Kemensos hadir menyingkap kelabu yang meliputi Kertasari seminggu lalu, memanusiakan para penyintas lewat pelayanan maksimal dengan bersinergi bersama berbagai pihak.
Seluruh tangan yang bergerak, dan kaki yang melangkah kompak di sana seolah ingin menitipkan pesan di benak setiap penyintas, bahwa gempa Bandung bukan hanya masalah retakan bumi saja. Lebih jauh dari itu melibatkan banyak hati yang masih peduli. Negara mencoba memberikan warna bermakna atas hadirnya Kemensos di tengah mereka.