Dua UPT Kemensos RI Tangani Empat Disabilitas Berat Penyintas Banjir Bima

Dua UPT Kemensos RI Tangani Empat Disabilitas Berat Penyintas Banjir Bima
Penulis :
Biro Humas

BIMA (10 April 2021) - Kementerian Sosial RI melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Disabilitas Mahatmiya Bali dan Balai Besar Disabilitas Prof. Dr. Soeharso di Surakarta merespon korban banjir di Kab Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tim Respon Kasus Balai Mahatmiya Bali dipimpin Kepala Layanan Rehabilitasi Sosial, Herlin Wahyuni Hidayat, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima, Andi Sirojudin, serta Pendamping Penyandang Disabilitas. 

"Di antara korban banjir bandang adalah para penyandang disabilitas yang saat ini sangat membutuhkan bantuan bersifat mendesak, seperti sembako," ujar Andi. 

Tim mengunjungi satu keluarga dengan empat penyandang disabilitas fisik berat. Idris Abdullah, ayah dari penyandang disabilitas tersebut menceritakan anak-anaknya yang sakit sejak umur 7-9 tahun.

"Anak saya paling besar, Badaruddin sejak 9 tahun mengalami demam tinggi seminggu dan disusul kaki mulai lemes  tapi masih bisa jalan dan perlahan kaku hingga seperti sekarang saat ini," ungkap Idris.

Hasil assesmen Badaruddin, 50 tahun, Syahruddin, 47 tahun, Jasman 45 tahun, serta Sriyati 38 tahun, hanya bisa terbaring, tidak bisa duduk, persendian kaku, tangan dan kaki terlihat mengecil. Namun, bersih dan terawat, tidak ada bau menyengat, serta komunikasi sulit tapi masih bisa dipahami.

Tim berkoordinasi dengan Balai Prof. Dr. Soeharso melalui foto dan video untuk penanganan lebih lanjut. Hasil asesmen mereka mengalami kekakuan gerak pada badan, tangan dan kaki karena gangguan pola gerak pada otot dan postur tubuh.

Hal ini disebabkan kerusakan syaraf pusat atau otak (Quadriplegi Spastik Ateroid) disertai pemendekan otot pada kedua pergelangan kaki dan kedua pergelangan tangan, karena demam tinggi dan kejang pada usia 6 - 8 tahun. 

Dalam keigatan sehari-hari, mereka hanya menggantungkan bantuan orang lain, seperti makan, minum, perawatan diri, bahkan hanya sekedar memiringkan badan.
 
Sebelumnya, mereka sudah memiliki kursi roda adaptif dari bantuan Pemerintah Provinsi NTB. Sejak 2008 - 2018 mereka mendapat bantuan (Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB). 

Diakhir 2018 ada pengalihan ASPDB ke Program Keluarga Harapan (PKH), karena ketentuan PKH maksimal 2 orang  disabilitas berat yang bisa mendapatkan bantuan PKH yaitu Baharudin dan Sriyati. 

Jasman mendapatkan ASPD mulai 2020 dan Syahrudin sejak 2018 tidak mendapatkan bantuan lain selain sembako setiap tahunnya dari Pemda. Tim respon Kasus Balai Prof. Dr. Soeharso sedang menelusuri sebab penghentian bantuan terhadap Syahrudin.

Tim respon Balai Prof. Dr. Soeharso menyimpulkan bahwa disabilitas ini, termasuk kategori disabilitas berat (bed ridden), karena semua aktivitas di tempat tidur dan tergantung sepenuhnya kepada orang lain.

Asesmen lanjutan, menyatakan, perlu intervensi yang diberikan pemahaman dan pengertian pada keluarga akan kondisi keempat anggota keluarganya. Juga, perlu edukasi seperti latihan-latihan gerak agar kondisi tidak semakin parah juga diberikan kepada pihak keluarga.

Balai Prof. Dr. Soeharso suah memesan tempat tidur dari dipan kayu adaptif beserta kasur dengan ukuran dan fungsi sesuai kondisi keempat bersaudara dan sudah jadi tinggal segera diserahkan. 

Mewakili Kepala Balai Disabilitas Mahatmiya Bali, Pekerja Sosial Madya Ni Putu Esti memberikan bantuan satu dus makanan cepat saji, empat paket sembako terdiri dari beras, mie instan, kecap, saos, biskuit, sarden, minyak goreng, sabun mandi cair, serta sabun cuci pakaian.

"Dengan diberikan paket bantuan ini, semoga bisa sedikit membantu kebutuhan keluarga dari keempat penyandang disabilitas tersebut," ucap Esti.

Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
نشر :