Kemensos Klarifikasi Pasien PBI-JKN Tidak Bisa Cuci Darah
JAKARTA (6 September 2019) - Kementerian Sosial menyampaikan klarifikasi terkait pasien Peserta Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) yang tidak mendapat layanan kesehatan karena dicoret dari kepesertaan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial Mirza Pahlevi menanggapi pernyataan pers Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) pada 5 September 2019 bahwa pasien Bariyadi (48 tahun) dari Klaten, Jawa Tengah, tidak bisa melakukan cuci darah karena kartu PBI JKN berstatus nonaktif.
"Kami cek dalam DTKS dan yang bersangkutan tidak terdaftar dalam DTKS dan tidak terdaftar dalam Peserta PBI JKN," katanya di Jakarta, Jumat petang.
Mirza menjelaskan berdasarkan penelusuran data dan informasi yang dilakukan Tim Pusdatin Kemensos bersama Tim BPJS Kesehatan, yang bersangkutan masuk sebagai Peserta PBI yang dibiayai APBD.
Saat ini, lanjutnya, dengan gerak cepat yang dilakukan Kemensos-BPJS Kesehatan, kepesertaan PBI JKN atas nama Bariyadi sudah aktif kembali sehingga yang bersangkutan dapat memanfaatkan layanan cuci darah sesuai jadwal dan dijamin JKN.
Sementara itu terkait pernyataan KPCDI yang mengatakan Kemensos menonaktifan 5.227.852 orang dari daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah memakan korban, Mirza menegaskan hal ini tidak benar.
Ia mengatakan nama Bariyadi sebagaimana dimaksud oleh KPCDI tidak termasuk dalam data 5.2 juta PBI JKN yang pada 30 Juli 2019 telah diganti dengan peserta baru.
Seperti diketahui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI No. 79 Tahun 2019 tanggal 30 Juli 2019 tentang Penonaktifan dan perubahan Data Peserta PBI JKN Tahun 2019 Tahap Keenam. Dalam SK tersebut disebutkan penggantian Peserta PBI JK di seluruh Indonesia sebanyak 5.222.852 jiwa.
"Nama Bariyadi tidak ada dalam daftar 5,2 juta peserta tersebut. Peserta yang diganti adalah yang tidak pernah mengakses layanan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang ditentukan, telah meninggal, dan data ganda," tegasnya.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI