Dari Cinta Bahan Alami, Nurjannah Sukses Memanusiakan Manusia

  • Dari Cinta Bahan Alami, Nurjannah Sukses Memanusiakan Manusia
  • WhatsApp Image 2023-10-23 at 12.15.31
  • WhatsApp Image 2023-10-23 at 12.15.30

Penulis :
Humas Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial
Editor :
Intan Qonita N

JAKARTA (18 Oktober 2023) – Perhelatan ASEAN High Level Forum (AHLF) Disability Included Development Partnership Beyond 2025 di Kota Makassar, 10 – 12 Oktober 2023, salah satunya diisi pameran Tata Rupa.  

Dari sekian peserta, sosok Nurjannah Penerima Manfaat (PM) seorang disabilitas kaki dari Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara dan menjadi peserta yang terpilih untuk memamerkan beragam usahanya.

Wanita 41 tahun itu adalah founder serbausaha di Ternate dengan mengangkat produk jasa lokal yang telah bergerak sejak 2012 dengan 2 brand. Pertama, brand makanan dan minuman dengan nama “calumpung”, seperti air gula instan, kopi rempah jahe instan, kripik pisang mulut bebek (pisang khas Maluku Utara), sambal roa yang di-mix dengan kenari cincang panggang, serta abon ikan cakalang.

Brand  kedua, berupa teknik seni menata daun di atas media (kain, kertas, kulit dan lainnya-red) menggunakan pewarna alami dengan motif dari daun itu sendiri yang dilabelkan dengan nama “mayana echo print”.  

“Suka sekali dengan seni dari alam seperti echo print. Saya hanya perantara penyedia media seperti kain, kulit kertas dan sebagainya dan alamlah mencetak dirinya di atas media yang saya sediakan. Itulah yang membuat saya tergila-gila dengan echo print,” ucap Nurjannah

Sudah sejak lama, Kota Ternate dikenal sebagai kota rempah seperti daun jati, daun pala, daun cengkeh yang bisa digunakan sebagai media eco print.

“Daun jati warna hijaunya kadang jadi merah magenta, ungu, terkadang warna hijaunya sendiri jarang dan itu unik sekali. Atas dasar itulah  saya ingin memberikan ruang pada rempah-rempah di atas kain,” ungkapnya.

Keterbatasan fisik Nurjannah di kaki tidak menghalanginya berkarya dan berkreatifitas dengan bahan-bahan alami. bahkan, ia aktif di berbagai lembaga sebagai penggerak untuk menyuarakan hak-hak disabilitas.

Untuk menjalankan usaha ia menggandeng 10 penyandang disabilitas lainnya menjadi pegawai tetap untuk menjalankan produknya. “Saya memikirkan bukan untuk diri sendiri, tapi lebih kepada hidup harus bermakna bagi sesama dan kita bisa memanusiakan manusia,” katanya.

Keseriusan Nurjannah fokus menjaga kualitas produk sebab banyak masyarakat memandang sebelah mata atas karyanya serta meyakinkan yang dijual hasil karya miliknya bukan keterbatasan fisik yang dimilikinya. Untuk harga ada dikisaran Rp 350- jutaan tergantung design dan tingkat kerumitan daun yang pesankan.

“Saya ingin masyarakat melihat karya saya, bukan kasihan melihat sebagai penyandang diabilitas. Maka, saya sangat memperhatikan kualitas produk. Orang beli dengan rasa kasihan pasti sekali, tapi kalau kualitas pasti terkesan dan akan membeli lagi,” ucapnya

Pencapaian hingga sekarang bukanlah hal mudah. Banyak pihak berperan penting, salah satunya Kemensos melalui Sentra Wasana Bahagia penunjang keberlangsungan usaha, tidak sekedar memberikan barang melainkan juga penghargaan secara moral.

“Barang sudah mendapatkan Brand Seller dari Kemensos termasuk usaha makanan. Saya juga dikasih kursi roda, motor roda tiga yang sangat berguna membawa barang-barang dagangan agar bisa didistribusikan di toko, indomaret dan tempat-tempat lainnya,” ungkapnya.

Satu hal yang paling berkesan adalah suasana bahagia, tidak hanya sebagai PM melainkan sosok Nurjannah yang bisa dilibatkan dari si seorang perempuan penyandang disabilitas yang mampu memotivasi.

“Saya pernah dipercaya jadi instruktur di bagian craft dan mendampingi teman-teman ODHA di mana mindset mereka hanyalah mati. Saat melihat saya, perempuan susah payah berjalan dengan tongkat dan dengan keterbatasan bisa buat banyak karya kerajinan bisa survive dalam hidup, memiliki 5 anak, banyak binaan serta menjadi motivator bagi mereka untuk terus melanjutkan hidup,"tandasnya.

Ada satu keinginan belum terwujud, yaitu memiliki galeri untuk memajang hasil karya, di mana usai proses produksi hingga dipajang kurang dilihat masyarakat karena di rumah berada di dalam lorong.

“Ingin memiliki galeri agar usai produksi bisa dipamerkan tidak lagi di rumah. Melainkan di pinggir jalan yang strategis untuk memamerkan semua barang dan karya agar mudah dilihat dan dijual, ” pungkasnya.

Bagikan :