'From Zero to Hero', Kemensos Edukasi Gepeng, Lansia, Disabilitas dan ODGJ Jadi Wirausaha Mandiri
Penulis :
Laili Hariroh
BEKASI (10 September 2022) - Apa yang terbayang bila kita menyebut lanjut usia (lansia), gelandangan-pengemis, disabilitas, bahkan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)? Kesan atau gambaran kita mungkin di antaranya lemah, tidak produktif, miskin, tidak mandiri dan sebagainya.
Di balik stereotipe negatif, Kementerian Sosial justru melihat adanya potensi besar pada kelompok rentan dan marjinal tersebut. Mereka punya peluang menjadi pengusaha. Bahkan, mungkin pengusaha sukses. Mengapa tidak?
Kemensos, melalui Pasal 16 Permensos No. 7 Tahun 2021 tentang Asistensi Rehabilitasi Sosial, mengatur tentang pemberian keterampilan pada Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) atau penerima manfaat agar mampu hidup mandiri dan produktif.
Sejalan dengan hal tersebut, Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi menggali dan mengembangkan potensi-potensi kewirausahaan mereka. Para penerima manfaat tersebut, diberikan pengetahuan dan keterampilan berbagai jenis kewirausahaan, seperti mengelola sampah, budidaya maggot, beternak, dan sebagainya.
Tentu saja, produktifitas mereka berujung cuan. Produktifitas para penerima manfaat sejalan dengan penghasilan yang mereka dapatkan. Dalam sektor pengelolaan sampah, misalnya. Di Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi, setiap elemen sampah memiliki nilai jual. Siklus pengolahan sampah mulai dari pemilahan sampah, pemanfaatan sampah organik untuk pakan maggot, turunan produk maggot, hingga residu dari proses produksi, memiliki nilai ekonomi.
Ali Susilo (45), instruktur budidaya maggot di Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi, mengatakan bahwa omzet dari budidaya maggot sendiri mencapai rata-rata Rp2 juta per bulan.
“Dari sisi penjualan fresh maggot, kita bisa menjual 10 kg/bulan dari sisa pakan ternak, dihargai per kilo Rp6.000. Dari sisi telur, rata-rata pembelian di bawah 10 gram, harga per gramnya Rp5.000. Per bulan bisa sampai Rp2 juta,” ungkap Ali.
Selain fresh maggot dan telur maggot, produk lain yang dihasilkan dari budidaya maggot di antaranya dry maggot, pelet, tepung maggot dan bekas maggot (kasgot) yang digunakan sebagai pupuk organik. Sentra juga membekali penerima manfaat dengan berbagai keterampilan, seperti pembuatan kertas dari pelepah pisang, menjahit, otomotif, komputer dan sebagainya.
Sementara itu, dukungan Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi terhadap para penerima manfaat, tak hanya dari sisi pendampingan dan pemberian modal, Sentra juga menyediakan ruang bagi para penerima manfaat untuk memasarkan hasil produksi melalui Sentra Kreasi Atensi (SKA). Sentra juga memastikan bisnis yang dikembangkan para penerima manfaat dapat bertahan di masyarakat sebelum para penerima manfaat tersebut diterminasi dari Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi.
“Sentra mengkondisikan para penerima manfaat di masyarakat. Pertama, mencarikan lahan untuk usaha dan membekali modal, lalu Sentra akan tetap mengontrol usaha tersebut sampai penerima manfaat benar-benar mandiri,” kata Kepala Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi, I Ketut Supena.
Upaya yang dilakukan Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi merupakan wujud pelayanan publik yang komprehensif. Mekanisme, prosedur, biaya, jangka waktu pelayanan, produk layanan, penanganan pengaduan, saran/masukan, sarana prasarana, produk hukum, dan kompetensi sumber daya manusia disiapkan agar penerima manfaat mendapatkan excellent service.
Karenanya, saat dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) pada 30 Agustus lalu, Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi optimis bahwa uji pelayanan publik Kemensos meningkat dari tahun sebelumnya.
“Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" memiliki jangkauan lebih luas, yaitu 16 kabupaten/kota dan sumber daya mumpuni sehingga harusnya nilai kita di atas yang kemarin,’’ kata Ketut.
Ke depan, Sentra Terpadu "Pangudi Luhur" di Bekasi akan terus menumbuhkan bibit-bibit potensi ekonomi sehingga kemandirian PPKS terwujud.
“Endingnya, keberfungsian sosial/kemandirian sosial itu sendiri. Penerima manfaat atau PPKS tidak sekadar menjalani, tetapi tumbuh keinginan dari dalam dirinya agar bisa mandiri melalui skill yang dimiliki. Sebuah epitome from zero to hero," kata Ketut.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
Kementerian Sosial RI
Bagikan :