Penulis :
Putri Ramayudhianti
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Dimas Puguh; Karlina Irsalyana
SURABAYA (4 Desember 2019) - Menteri Sosial RI, Juliari P. Batubara membuka kegiatan “Sarasehan Nasional Kearifan Lokal Tahun 2019” dan “Rekonsiliasi Nasional Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan (PKH) yang berlangsung di Surabaya, Rabu (4/12) pagi. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Sosial menegaskan bahwa nilai-nilai kearifan lokal adalah budaya yang harus dijaga, dihormati dan dihargai.
Kearifan lokal (riflok) sebagai bagian dari adat istiadat lokal yang berasal dari beragam suku bangsa mencerminkan Indonesia adalah negara yang multi etnis, agama, ras dan golongan. Kebhinekaan merupakan realitas bangsa Indonesia yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
Menurut Mensos yang akrab dipanggil Ari, nilai-nilai kearifan lokal tidak hanya sekedar diucapkan dari mulut tetapi harus dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. “Contoh dalam diri saya ada keturunan Batak dan Jawa, sejak lahir saya sudah disebut ‘pejabat’ peranakan Jawa-Batak dan saya menikah dengan wanita keturunan dari suku lain,” ujar Ari.
Aktualisasi dan implementasi nilai-nilai riflok secara nyata di tengah-tengah kehidupan masyarakat menjadi sangat penting mengingat riflok mampu menyatukan keanekaragaman budaya, tradisi, dan adat-istiadat dalam ikatan kebersamaan yang saling menghormati dan menghargai.
Aktualisasi riflok dalam kehidupan sehari-hari merupakan cermin ideologi Pancasila. Pancasila merupakan cara terbaik untuk kembali menguatkan jati diri bangsa dari gangguan dan ancaman ideologi asing. Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden RI, Jokowi Widodo.
“Presiden selalu mengingatkan agar ideologi kita pegang teguh dalam setiap kebijakan dan perilaku kita. Ideologi adalah perekat bangsa ini, supaya bangsa ini tidak menjadi pecundang,” tegas Mensos.
Pemerintahan Joko Widodo adalah pemerintahan yang menjunjung tinggi keberagaman dan terus mendorong agar nilai-nilai riflok tetap lestari dan diwariskan ke anak cucu kita. Upaya ini dilakukan untuk mencetak anak-anak kita menjadi generasi yang unggul.
Pemerintah tidak bisa melakukannya sendiri tanpa dukungan masyarakat. Oleh karena itu, dalam arahannya, Mensos mengajak para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan agar memperkuat persatuan dan kesatuan di daerahnya masing-masing.
“Kalau ada yang mencurigakan, segera cari sumbernya. Ada gerakan-gerakan yang tidak lazim, segera didiskusikan sehingga daerah yang berpotensi konflik dapat dicegah,” ujar Ari.
Di tempat yang sama, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat mengatakan bahwa selain menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, peran media juga harus dimanfaatkan karena pengaruh media sosial saat ini sangat besar dalam kehidupan masyarakat khususnya pada generasi muda.
Seiring dengan pergeseran budaya menuju arah modernisasi, semakin banyak tantangan perbedaan kemajemukan yang dihadapi bangsa ini, khususnya generasi muda. “Generasi muda kita jumlahnya 129 juta jiwa, namun apa yang harus kita wariskan dari negara ini kepada mereka sekarang mengalami sedikit degradasi,” ujar Mensos Ari.
Pengaruh teknologi dan informasi saat ini masif sekali. Media sosial dan aplikasi-aplikasi message dengan bebasnya masuk dan mempengaruhi generasi muda kita. Ari mengatakan jika saat ini, orang dengan sangat mudah terpengaruh oleh berita-berita yang belum tentu kebenarannya. “Kita memasuki Post-Truth era,” tutur Mensos.
Post-Truth adalah gejala yang hadir bersama hoaks, dikaburkannya publik dari fakta-fakta objektif. Opini publik dapat dibentuk melalui hoaks sehingga anak-anak muda sekarang mudah sekali terpengaruh oleh informasi-informasi di media sosial yang kelihatannya benar, padahal tidak. Oleh karena itu, Mensos sangat menghimbau agar berhati-hati terhadap perkembangan generasi muda sekarang. “Mau ke arah lebih baik, atau begini-begini saja, atau bahkan mundur?” tanya Ari.
Jika ingin ke arah Indonesia yang lebih baik ke depan, Mensos menyerukan agar kita memulainya dari diri sendiri, “Ayo mulai dari diri sendiri. Saya orang Indonesia dengan Suku Jawa, Suku Batak, Suku Bugis, Suku Asmat, Suku Ambon, Suku Sunda, tapi orangnya orang Indonesia, bukan saya orang Batak, titik. Saya orang Indonesia suku Jawa."
Tidak ada negara seperti Indonesia, negara yang kaya akan beragam suku bangsa, adat istiadat sehingga penting dan menjadi tugas kita semua melestarikan budaya dan memelihara persatuan kesatuan bangsa.
Kegiatan sarasehan riflok yang saat ini masih berlangsung, menurut Mensos, sangat penting di tengah kehidupan bernegara yang terus mendapat tantangan. Di beberapa daerah, akhir-akhir ini banyak sekali terjadi konflik sosial yang sebenarnya bisa dihindari apabila rasa menghargai dan menerima perbedaan jauh lebih diutamakan.
Ribuan tahun yang lalu, bahkan sampai dengan hari ini, Bangsa Indonesia telah hidup bersama bergandengan tangan. Para pejuang, nenek moyang telah berjuang membela negara Indonesia. "Oleh karena itu, tidak ada kata lain selain menjaga perdamaian, persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui aktualisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai cermin ideologi Pancasila," pungkas Mensos Ari.
Bagikan :