KEDIRI (4 Oktober 2019) - “Aku pulang ke Jakarta ya bu, pengen ketemu mamah dan kakak saya yang tinggal di Jakarta,” kata salah satu remaja, TS (14).
Ia berbicara kepada Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Watunas (BRSW) "Mulya Jaya" Jakarta Juena Sitepu dengan wajah sumringah.
TS yang sangat bahagia ini adalah satu dari 12 remaja yang saat ini berada di UPT Rehabilitasi Sosial Bina Karya (RSBK) Kediri milik Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
Remaja ini merupakan titipan Polres Situbondo Jawa Timur karena kasus perdagangan orang (Trafficking).
"Mereka dari malam sudah tidak ada yang tidur bu...beres beres barang yang akan dibawa ke Jakarta. Bahkan dari pagi ada yang tidak mau makan dan tidak mau mandi karena sudah pengen banget buru-buru berangkat ke Jakarta. Ibu sudah ditungguin anak-anak sejak subuh," kata salah seorang satpam UPT, Sarno ketika menyambut kedatangan rombongan Kepala BRSW "Mulya Jaya" di UPT Kediri.
Kasus ini bermula saat Polres Situbondo menyelamatkan 12 perempuan asal Bandung dari tempat karaoke yang diduga menjadi korban perdagangan orang. Dari 12 perempuan, 11 di antaranya berusia anak dan satu orang dewasa.
"Menurut pengakuan mereka kepada polisi mereka berasal dari Bandung, tapi tidak dibuktikan dengan adanya identitas" kata Juena.
Juena menambahkan polisi mengamankan anak-anak remaja ini di Desa Kotakan, Kecamatan Kota Situbondo, Jawa Timur karena adanya laporan warga masyarakat kepada polisi.
Menurut Juena, mereka dipekerjakan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersil) akan tetapi mereka seolah-olah tinggal dan bekerja di rumah karaoke.
"Mereka dititipkan oleh Polres Situbondo di UPT RSBK Kediri sejak tanggal 2 Agustus 2019. Selama dua bulan mereka berada di UPT RSBK Kediri dan mendapatkan layanan rehabilitasi sosial dasar," terangnya .
BRSW "Mulya Jaya", lanjut Juena, juga mengirimkan tim Pekerja Sosial BRSW "Mulya Jaya" untuk melakukan respon kasus untuk mengetahui latar belakang permasalahannya sekaligus melakukan asesmen.
Selanjutnya tim Balai juga melakukan Trauma Healing dan Terapi Psikososial terhadap anak anak remaja tersebut.
Kondisi psikologis awal 12 remaja ini ketika pertama diamankan pihak Polisi memprihatinkan, mereka mengalami cemas, takut, murung dan gelisah akan keadaannya saat itu, karena menurut pengakuan mereka selama ini merekalah yang menjadi tulang punggung keluarga.
Selama mereka bekerja di karaoke, mereka selalu rutin mengirimkan uang kepada keluarganya di Bandung.
Bila dilihat secara fisik penampilan 12 remaja ini terlihat lebih tua dari usia yang sebenarnya, dimana tubuh anak anak ini sudah dipenuhi gambar tato, walaupun karakter dan perilaku anak masih melekat pada diri mereka.
Juena menjelaskan setelah melalui proses pemeriksaan dan pemberkasan oleh Polres Situbondo dan Kejaksaan Negeri Jawa Timur, pada tanggal 3 Oktober 2019 dilakukan Case Conference (CC) terhadap kasus dan kondisi yang dialami oleh 12 anak perempuan ini dan tindak lanjut penanganan yang harus dilakukan.
Berdasarkan hasil CC dan berdasarkan hasil asesmen maka peserta rapat memutuskan bahwa 12 anak ini harus segera dirujuk ke BRSW "Mulya Jaya" untuk mendapatkan layanan Rehabilitasi Lanjut.
Kegiatan Case Conference dihadiri perwakilan Polres Situbondo, Polres Jawa Barat, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Dinas Pemberdayaan Anak dan Perempuan Provinsi Jawa Barat, Sakti Peksos Situbondo dan perwakilan BRSW "Mulya Jaya" Jakarta.
Setelah mendapatkan hasil CC dan berkoordinasi dengan Kepala UPT RSBK Kediri maka Tim Kepala BRSW "Mulya Jaya" segera berangkat ke Kediri untuk melakukan penjangkauan terhadap 12 anak perempuan ini untuk dibawa ke BRSW "Mulya Jaya" Jakarta.
Sejak Juli 2019 sampai Oktober 2019 BRSW "Mulya Jaya" Jakarta telah menerima 70 orang korban perdagangan orang yang dirujuk dari berbagai daerah seperti Pontianak, Batam, Indramayu, Cianjur, Medan, Jakarta dan Kediri. Hampir semua yang menjadi korban adalah perempuan muda yang putus sekolah dan orangtua yang broken home. Ke depannya Balai akan lebih memfokuskan untuk sosialisasi pencegahan korban perdagangan orang.
"Kami menyiapkan program rehabilitasi sosial lanjut di luar Balai yang fokusnya kepada Family Support dan Social Care, karena bagaimanapun dukungan keluarga dan peran serta masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya anak anak menjadi korban trafficking," tutur Wena.