Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Alika Sandra; Karlina Irsalyana
JAKARTA (7 Oktober 2019) - Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) "Handayani", Neneng Heryani, menghadiri Workshop on Managing FTF Returnees, Including Women and Children Associated with FTF di Hotel Borobudur.
Workshop ini diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama NCTV (National Coordinator for Security and Counterterorism) Kerajaan Belanda. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari berbagai negara diantaranya Belanda, Malaysia, Amerika Serikat, Jerman, Belgia, dan Australia. Sedangkan dari Indonesia diwakili oleh Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPA), Kementerian Luar Negeri, FTF, Komnas Perempuan, dan BNPT. Turut hadir perwakilan dari NGOs yaitu ICRC dan UNDOC.
Dari pertemuan tersebut disampaikan bahwa kondisi warganegara dari berbagai negara yang ada di Suriah menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Mereka hidup di camp-camp tanpa adanya fasilitas yang memadai, seperti kekurangan air dan makanan, terutama di camp Al-Hol. Hampir semua pengungsi tidak memiliki dokumen kependudukan.
Setidaknya ada 80 negara atau organisasi yang terlibat di Suriah. PBB mengatakan akan membantu pengungsi yang ingin kembali ke negara asal. Sebelum mereka dipulangkan, diperlukan adanya screening bagi mereka, dan penjara alternatif terakhir.
Kegiatan ini tidak hanya bicara tentang keamanan, namun juga sisi kemanusiaan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini Indonesia menawarkan perubahan strategis dalam menangani hal ini yaitu dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan keras dan pendekatan lunak. Dengan terlebih dahulu memisahkan para simpatisan ISIS ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang akan menjalani proses hukum, dan kelompok tanpa proses hukum.
Pendekatan lunak digunakan pada mereka yang berada dalam kelompok tanpa proses hukum. Pendekatan ini berupa proses deradikalisasi dan rehabilitasi yang pada pelaksanaannya bekerja sama dengan Kementerian Sosial. Proses ini memungkinkan untuk mengembalikan mereka ke masyarakat dengan pengawasan yang melekat dari pemerintah.
Disepakati bahwa harus adanya kerjasama dalam penanganan terorisme. Tidak hanya pendekatan keamanan, namun juga rehabilitasi sosial. Seperti di negara lain, rehabilitasi sosial dilakukan dengan mengembalikan mereka ke masyarakat, dengan melihat kesiapan keluarga dalam menerima mereka. Meskipun masing-masing negara memiliki kebijakannya sendiri dengan tetap memperhatikan sisi kemanusiaan.
Lokakarya ini akan diakhiri dengan kunjungan ke BRSAMPK "Handayani" di hari Selasa, 8 Oktober 2019.
Bagikan :