Sepi dan Terisolasi, Tantangan Psikososial Mendesak Bagi Lansia

04-06-2025
 
Penulis
Erna Dwi Susanti (Pekerja Sosial Sentra Darussa’adah Aceh)
Editor
Riska Ananda

Di masa tua, banyak individu mengalami perubahan besar dalam kehidupan, seperti bermulanya babak baru pensiun, kehilangan pasangan hidup, anak telah tumbuh mendewasa dan migrasi bersama keluarga inti masing-masing. Perubahan seperti ini dapat menyebabkan rasa kesepian dan keterisolasian yang membawa efek negatif pada lanjut usia (lansia).

Peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) ke 29 pada tahun ini masih menyisakan tugas besar bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia. Ada kondisi psikososial yang semakin mendesak untuk diselesaikan. Sepi dan terisolasi merupakan dua tantangan utama yang sering dihadapi oleh kelompok orang berusia lanjut (di atas 60 tahun). Hal ini menjadi masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan tepat karena berpengaruh pada kualitas hidup dan peningkatan beragam risiko penyerta pada lansia.

 

Perlman dan Peplau (1981) menyebutkan kesepian sebagai ketidaknyamanan yang dihadapi oleh individu ketika ada ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan yang dimiliki. Sedangkan isolasi sosial merujuk pada kurangnya kontak dan keterlibatan sosial dengan orang lain.

 

Kesepian dan kesendirian yang dialami oleh lansia memiliki dampak signifikan bagi kesehatan. Julianne Holt-Lunstad et al. (2015) bahkan menyebut kesepian memiliki risiko setara dengan merokok 15 batang sehari terhadap kesehatan. Sebuah risiko besar, di mana sistem imun melemah, kualitas tidur yang memburuk hingga pada akhirnya risiko demensia, penyakit jantung maupun depresi meningkat karena isolasi sosial yang dihadapi. 

 

Pada 2021, World Health Organization juga menyampaikan bahwa 1 dari 3 orang lansia di seluruh dunia mengalami kesepian, sedang di Indonesia berdasarkan informasi Badan Pusat Statistik per 2020 dinyatakan sekitar 50% lansia tinggal terpisah dari keluarga inti. Hal demikian meningkatkan peluang risiko isolasi sosial yang memberikan dampak besar bagi keberlangsungan hidup lansia, sebagaimana studi Hawkley & Cacioppo (2010) menyebut kesepian kronis juga dapat meningkatkan risiko kematian dini sebesar 26%.

 

Ruang Dialog Forum Lansia

Dalam satu sharing session pertemuan kami bersama kelompok lansia di Program Lansia Bugar Sehat Iman Akal dan Mental (LABU SIAM) seorang nenek berusia 75 tahun mengisahkan sepi dan kesendiriannya, keinginannya untuk pergi berlibur tidak terwujud, anaknya tidak dapat memenuhi karena kesibukan. Hal yang terasa sepele, namun bagi lansia menjadi beban pikiran. Melalui pendampingan dan pemeriksaan lanjutan ditemukan keadaan fisik nenek semakin menurun, pola tidur terganggu dan kondisi emosi dominan sedih.

 

Kondisi seperti di atas adalah salah satu contoh nyata bahwa rasa sepi memberikan pengaruh besar tidak hanya pada kondisi mental namun juga berkontribusi pada penurunan kesehatan fisik serta kualitas hidup secara menyeluruh.

 

Strategi dan Intervensi Penanganan

Layanan kunjungan rumah (home care) adalah salah satu bentuk intervensi penanganan yang dapat dilakukan oleh terapis, kader kesehatan atau care giver terhadap lansia. Bentuk pendampingan yang dilakukan dapat berupa permainan kognitif sederhana, remisniscne therapy / permainan kenangan, konseling atau sekedar menjadi teman cerita lansia. Substansi pokok yang diajarkan kepada lansia dalam aspek fisik melalui olahraga, menjaga kebugaran fisik serta meningkatkan kesehatan fisik melalui perawatan medis yang sesuai dengan kondisi lansia. Aspek sosial melalui edukasi untuk tetap terhubung dengan teman, keluarga dan lingkungan. Aspek mental dan spiritual melalui pembiasaan diri menjalani hidup penuh makna, pemikiran positif, menguatkan ketaatan beragama.

 

Di samping home care, pendampingan juga dapat dilakukan dengan melibatkan lansia pada kegiatan pertemuan dalam komunitas, perawatan sosial oleh keluarga, menghubungkan lansia dengan teman sebaya serta penguatan dalam aspek sosialisasi maupun interaksi sosial lain. Keseluruhannya dipandang sebagai cara terbaik untuk menyelamatkan lansia dari kesepian serta keterisolasian.

 

Upskilling Support System

Lansia bukan individu yang mampu mandiri sepenuhnya, keberadaan orang sekitar memberikan arti yang besar bagi pencapaian tugas dan peranan sosial. Sehingga selain pemberian penguatan internal lansia, proses peningkatan keterampilan yang sudah dimiliki (upskilling) terhadap sistem pendukung juga perlu dimasifkan. Sistem pendukung dalam pendampingan terhadap lansia di antaranya adalah keluarga terdekat lansia, teman dan komunitas, tenaga kesehatan maupun terapis, kader/relawan peduli lansia, lembaga sosial dan keagamaan.

 

Upskilling yang biasanya diperlukan oleh para sistem pendukung dalam pendampingan terhadap lansia seperti pelatihan komunikasi empatik saat behadapan dengan lansia, pendidikan gerontologi, pelaltihan spiritual care, pelatihan aktivitas sosial maupun rekreasi yang memang diperuntukkan bagi lansia, workshop deteksi dini masalah mental serta adanya proses supervisi dalam pendampingan. Proses beriringan internal dan eksternal seperti ini diharapkan mampu memberikan intervensi optimal kepada lansia yang harus menghadapi tantangan psikososial berupa kesepian dan keterisolasian.

 

Simpulan

Kesepian dan keterisolasian pada lansia adalah masalah nyata yang berdampak besar terhadap kualitas hidup dan kesehatan. Intervensi multidimensi yang melibatkan keluarga, masyarakat serta pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. Dengan meningkatnya jumlah populasi lansia, penting bagi semua pihak untuk memperhatikan fisik, kebutuhan sosial dan emosional mereka demi memastikan kehidupan yang sehat dan bermakna di usia senja. Selamat Hari Lanjut Usia Nasional, Lansia Bahagia Indonesia Sejahtera

Bagikan
Kemensos