Penulis :
Iin Saputri
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
MAKASSAR (29 Maret 2023) - Mendung menggelayuti langit Kota Makassar pagi itu, ketika deru mesin mobil terdengar mendekati bangunan poliklinik Sentra Wirajaya. Empat orang dewasa turun dari mobil memasuki ruang poliklinik. Seorang di antaranya sedang menggendong anak kecil yang tampak lemas.
Sekitar tiga pekan terakhir, aktivitas itu menjadi rutinitas hampir setiap hari di Sentra Wirajaya. Rombongan tersebut berasal dari Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Makassar. Mereka terdiri atas dua orang petugas balai, dua orang anggota keluarga penerima manfaat (PM), dan seorang anak kecil yang menjadi PM bernama Almahira Mishall Ramadani atau akrab disapa Mishal. Sudah lebih dari sebulan Mishal dan neneknya, A. Minneng, berangkat dari kampung halaman mereka di Kabupaten Sinjai menuju Makassar untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Wahidin Sudirohusodo. Saat pertama kali mengunjungi Sentra Wirajaya, keduanya disertai oleh seorang kerabat yang berdomisili di Makassar dan didampingi dua orang petugas dari BBPPKS Makassar.
Mishal adalah anak berusia lima tahun, penyandang cerebral palsy (CP) tipe spastic. Ia lahir di RSUD Sinjai dengan metode sesar pada 15 Juni 2017 dengan berat badan 2,7 kg. Ia sempat mengalami panas tinggi pada umur 10 bulan yang menyebabkan ia harus dirawat di puskesmas selama tiga hari. Begitu demamnya turun, Mishal pun dibawa pulang.
Lama setelahnya, Minneng mulai merasa ada yang aneh dengan perkembangan motorik sang cucu. Mishal tidak mengalami perkembangan selayaknya anak-anak seusianya. Dia tidak bisa bergerak bebas, susah payah membolak-balik tubuh saat berbaring, tidak mampu merangkak, dan otot-otot kaki, leher dan punggungnya sering kejang. Hingga saat ini, Mishal belum dapat duduk, apalagi berdiri dan berjalan. Komunikasi verbalnya pun jauh dari kelaziman anak-anak seusianya. Caranya mengucapkan sesuatu masih sangat terbata-bata dan artikulasinya pun masih kurang jelas. Namun, Mishal mengerti ketika diajak berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.
Minneng berkisah bahwa begitu Mishal lahir, sang ayah pergi meninggalkan rumah dan keluarga. Ibunya kemudian menikah lagi dan pergi meninggalkan Mishal ketika anak ini berusia dua tahun. Tinggalah Mishal dalam asuhan kakek dan neneknya.
Menurut pengakuan sang nenek, dia memang tidak memperbolehkan Mishal dibawa lantaran was was dengan perlakuan yang mungkin akan diterima anak ini nantinya. “Saya khawatir, anak ini akan jadi beban bagi mereka nanti. Mending kalau bapak tirinya itu bapak yang baik, kalau tidak, kan, kasihan. Mengasuh anak seperti ini tidak mudah, butuh perhatian khusus.”
Sejak saat itu, orang tua Mishall tak pernah lagi menjenguknya, kecuali saat pertama kali berangkat ke Makassar untuk menjalani terapi di rumah sakit. Kala itu, sang ibu turut mengantar sampai ke rumah salah seorang kerabat di Makassar. Tiga hari kemudian, sang ibu pulang ke kampung, meninggalkan Mishal bersama sang nenek.
Kondisi keluarga Mishal jauh dari kata sejahtera. Sehari-hari mereka hanya mengandalkan hasil kebun seadanya, itu pun harus dibagi dengan orang yang membantu menggarapnya. Dari tujuh orang yang tinggal serumah dengan Mishal, tak seorang pun yang memiliki pekerjaan tetap. Sang kakek sebagai kepala keluarga pun sudah tidak mampu bekerja akibat gangguan pada saraf tulang belakang.
Dari salah seorang ibu yang juga sedang menemani anaknya (penyandang CP) menjalani terapi di RS, Minneng mendapat informasi tentang Kementerian Sosial. “Dia bilang, ‘coba saja cari bantuan ke (Kementerian) Sosial. Saya juga ini dibantu dari orang (Kementerian) Sosial’.”
Atas bantuan pemerintah Kabupaten Sinjai, kasus Mishal akhirnya terpantau oleh BBPPKS Makassar. Mishal dan neneknya lantas dibawa ke kantor BBPPKS Makassar untuk kemudian menerima layanan residensial. Mishal dan neneknya akan tinggal di asrama dalam lingkungan BBPPKS Makassar selama menjalani terapi.
Sesuai dengan kondisi Mishal, pihak BBPPKS Makassar menganggap bahwa sembari menjalani terapi obat di RS Wahidin, Mishal juga perlu mendapatkan layanan fisioterapi. Oleh karena itu BBPPKS mengajak Sentra Wirajaya untuk berkolaborasi.
Mishal tergolong anak yang ceria dan sangat ramah. “Dia suka sekali tertawa. Siapa pun yang panggil, dia pasti senyum,” ungkap Minneng.
Berbeda dengan anak-anak penyandang CP lainnya yang kerap menjerit kesakitan saat otot-ototnya diterapi, Mishal justru lebih sering tertawa lepas saat menjalani fisioterapi, apalagi saat diajak bercanda oleh fisioterapisnya. Gelak tawanya yang lucu dan renyah mewarnai setiap sesi terapi. Suara cekikikan khas anak kecil yang menggemaskan itu menghilangkan suasana suram seperti seberkas sinar matahari yang menembus langit mendung. Manakala langit sedang cerah pun, kegairahan yang tertangkap dari senyum dan tawa Mishal seolah tak mau kalah membuat ruang poliklinik Sentra Wirajaya terasa ceria.
Hampir sebulan menjalani fisioterapi, Mishal sudah dapat duduk meski masih perlu ditopang karena otot punggung dan lehernya masih lemah. Tangan kanannya yang dulu kaku kini sudah bisa menggenggam. Kakinya yang selama ini menyilang dan kaku, kini telah bisa digerakkan.
“Alhamdulillah, sekarang sudah banyak perubahan. Berbeda dengan tempat-tempat terapi yang kami datangi sebelumnya,” ujar sang nenek. Ia pun berharap sang cucu dapat sembuh dan menjalani hidup sebagaimana anak-anak lainnya. “Anak ini masih bisa ada sampai hari ini, itu artinya Tuhan punya maksud yang terbaik buat dia,” lanjutnya.
Asa keluarga tentang masa depan Mishal mulai terbangun kembali. Untuk itu, Minneng tetap antusias untuk membawa Mishal menjalani fisioterapi sepanjang bulan Ramadan ini. “Pas awal puasa saja kami pulang ke kampung. Senin pertama di bulan puasa, kami akan kembali ke sini untuk terapi,” kata Minneng bersemangat.
Selain fisioterapi, Mishal juga akan mendapatkan alat bantu berupa HKAFO (Hip, knee, ankle, foot orthose) dari Sentra Wirajaya. Alat tersebut akan membantu menopang dan menstabilkan otot pada tulang belakang dan panggul, juga membantu mengontrol spasticitas pada lutut serta mencegah kontraktur pada sendi pergelangan kaki. Tujuan utama penggunaan alat ini adalah untuk membantu pasien berdiri dengan memfungsikan kembali otot-otot yang lemah.
Tentu tidak ada yang ingin keceriaan Mishal meredup. Sebab itu, semua pihak yang terlibat diharapkan tetap solid, tekun, dan pantang jenuh demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi Mishal dan keluarganya.
Bagikan :