Kemensos Sambut Baik Rencana Kerja Sama Lembaga Cegah Penyiksaan

Kemensos Sambut Baik Rencana Kerja Sama Lembaga Cegah Penyiksaan
Penulis :
Tutik Inayati

JAKARTA (15 Oktober 2020) - Kementerian Sosial menyambut baik kerja sama dalam upaya pencegahan perlakuan kekerasan atau penyiksaan. Menteri Sosial Juliari P. Batubara berpendapat, kerja sama ini mendesak di tengah maraknya aksi kekerasan di tengah-tengah masyarakat.


“Memang sudah ada lembaga Kepolisian, tetapi kita dapat bekerjasama lebih erat agar bisa mencegah kekerasan-kekerasan ataupun penyiksaan yang ada di sekeliling kita. Kami sangat menyambut baik kerjasama yang bisa dilakukan,” kata Menteri Sosial Juliari di Jakarta (15/10).


Mensos mengambil contoh berdasarkan data Kemensos dalam tiga bulan terakhir, kasus kekerasan pada anak meningkat tajam terutama kasus Anak yang Berhadapan Dengan Hukum. Tercatat sebanyak 3.555 kasus pada Juni, lalu bertambah menjadi 4.928 kasus pada Juli dan sebanyak 5.364 kasus pada Agustus yang direspon oleh Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos).


Selain itu, kasus yang juga cukup tinggi penambahannya yaitu anak korban kejahatan seksual serta anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Kasus anak korban kejahatan seksual yang direspon Sakti Peksos pada Juni sebanyak 1.433, melonjak menjadi 2.214 kasus pada Juli dan Agustus tercatat sebanyak 2.489 kasus.


Sementara kasus anak korban perlakuan salah dan penelantaran sebanyak 766 kasus pada Juni, naik 1.116 kasus pada Juli dan Agustus bertambah menjadi 1.247 kasus. “Jadi langkah-langkah terkoordinasi, terencana, dan sismatis penting kita perkuat dan kita dorong bersama,” katanya.


Pernyataan Mensos Ari – sapaan akrabnya, disampaikan untuk menekankan kembali substansi dalam audiensi secara virtual bersama Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman RI, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rabu (14/10).


Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan atau dalam bahasa resminya adalah Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment/OCAT), melalui UU No. 5 Tahun 1998.


Dalam audiensi peserta membahas urgensi segera ratifikasi OPCAT menjadi skala prioritas. Peserta membahas kendala yang sering dialami adalah kajian kurang lengkap belum tentu bisa masuk skala prioritas untuk ratifikasi konnvensi-konvensi internasional.


Di tingkat konstitusional, Mensos Juliari akan mengawal usulan terkait ratifikasi OPCAT menuju Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM agar bisa diratifikasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai usulan Pemerintah.


"Begitu juga usulan mengenai adanya peningkatan pengetahuan (terkait pencegahan penyiksaan) di jajaran Kemensos yang bisa ditindaklanjuti oleh Balai Sosial dibawah pemerintah daerah atau swasta," katanya.


Di tingkat teknis, ia mengatakan, langkah yang mungkin akan dilakukan Kemensos antara lain kajian di balai/panti tentang dugaan terjadinya penyiksaan dalam pelayanan dengan bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Profesi (Pusbangprof) Kemensos, Badan Aplikasi Lembaga Kesehatan Sosial (BALAKS), serta berbagai lembaga terkait lainnya.


"Bekerjasama dengan Pusbangprof dan BALAKS untuk membuat akreditasi. Jika tidak memenuhi persyaratan akreditasi karena ditemukan pelanggaran HAM, Kemensos bisa merekomendasikan pencabutan ijin operasional panti" kata Mensos Juliari.


Selain itu Mensos menyambut baik rencana adanya pelatihan kepada para petugas yang ada di lingkungan Balai maupun panti masyarakat. Ia mengatakan pelatihan dapat dilakukan secara virtual dengan dukungan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos.


Biro Hubungan Masyarakat

Kementerian Sosial RI

Bagikan :