Kemensos Terus Kawal Persiapan Implementasi ATENSI di Balai "Wyata Guna"

  • Kemensos Terus Kawal Persiapan Implementasi ATENSI di Balai "Wyata Guna"
  • 15974434525707
  • 15974434376810
  • 15974434411551

Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Dewi Purbaningrum; Karlina Irsalyana

JAKARTA (13 Agustus 2020) - Kementerian Sosial RI melalui Ditjen Rehabilitasi Sosial terus mengawal persiapan implementasi program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) di Balai/Loka Rehabilitasi Sosial, salah satunya Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung.

Pada kegiatan Penguatan Kapasitas Tenaga Rehabilitasi Sosial di Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung yang dilaksanakan di Grand Inna Samudra Beach Hotel Sukabumi, Dirjen Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat menyampaikan beberapa poin penting terkait implementasi ATENSI secara virtual.

Perubahan paradigma layanan rehabilitasi sosial yang menjadi landasan terbentuknya ATENSI yaitu mewujudkan layanan sosial yang bersifat terpadu, menjangkau seluruh warga, sistem yang komprehensif dan terstandardisasi, mengedepankan peran keluarga dan masyarakat, layanan sosial di lembaga bersifat temporer (sementara) serta sumber daya manusia yang berbasis profesionalisme.

Dirjen Rehsos menyampaikan bahwa adanya peran keluarga, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan Balai/Loka menjadi strategi untuk menjangkau lebih luas dan inklusif. "Penerima Manfaat (PM) tidak harus selalu dibawa ke balai," kata Dirjen Rehsos.

Namun menjadi catatan khusus bahwa LKS dan SDM Pekerja Sosial (Peksos) yang berperan harus terakreditasi. Dirjen Rehsos mengarahkan bahwa teman-teman Peksos harus mendapat sertifikasi sesegera mungkin, bisa dari Pusat Pengembangan Profesi maupun dari lembaga akreditasi lain.

"Akreditasi ini menjadi komitmen serta jaminan mutu atas layanan yang diberikan oleh LKS dan SDM yang ada," tambah Dirjen Rehsos.

Balai/Loka dan LKS kedepan harus menjadi disable center, fungsinya temporary shelter bahkan melakukan berbagai intervensi dini seperti peningkatan kapasitas parenting skill dan family development session (FDS), sehingga jadi pusat layanan keluarga dan komunitas. Praktek pekerjaan sosial pun bisa dilakukan di Balai/Loka yang kedepan berkomitmen meningkatkan profesionalisme.

"Balai diibaratkan rumah sakit yang menerima rujukan-rujukan untuk pelayanan lebih lanjut," jelas Ditjen Resos.

Tidak menutup kemungkinan jika Balai/Loka melakukan layanan dasar kepada PM ketika sumber layanan disekitar PM tidak tersedia. Misal PM terlantar dan tidak ada LKS di wilayah tersebut, maka Balai/Loka bisa berperan pada kondisi ini.

Kedepan, Dirjen Rehsos menyampaikan bahwa perlu ada upaya pencegahan dari ketelantaran dan eksploitasi seperti paksaan untuk mengemis dan lain sebagainya. Pendidikan, informasi dan kampanye sosial kepada publik bisa menjadi upaya konkret pencegahan hal tersebut.

Di sisi lain perlu penguatan keluarga. Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi bagian dari dukungan keluarga. mereka diberi penguatan keluarga berupa cash transfer dan diberi kebutuhan dasar dari Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk keluarga PM.

Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung selama ini ada di posisi tertiery dalam continum of care berbasis keluarga dan komunitas, yaitu melakukan perawatan dan perlindungan.

"Dengan adanya ATENSI, mari kita buka diri untuk melakukan dukungan keluarga secara intensif, jadi tidak harus memberi layanan di Balai/ Loka, kita bisa bekerja di keluarga disabilitas, baik memberi layanan pemenuhan kebutuhan dasar, terapi, keterampilan/kewirausahaan, perawatan/pengasuhan sosial maupun dukungan keluarga," kata Dirjen Rehsos.

Dirjen Rehsos berharap 10 provinsi yang menjadi jangkauan Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung bisa disiasati dengan strategi keluarga, komunitas dan Balai. Bahkan bisa lebih dari jangkauan tersebut.

Dirjen Rehsos juga tertarik dengan upaya pemberdayaan yang dilakukan di Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung, salah satunya Cafe More, kafe kopi dengan baristanya adalah disabilitas netra yang merupakan PM Balai.

"Jika bisa kafe ini dikembangkan, tidak hanya di buka di Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung, tetapi jika kerja sama dengan LKS bisa buka di wilayah yang disediakan LKS, tetapi pelatihnya dari balai," pungkasnya.

Dengan paradigma baru ini, kepentingan terbaik PM perlu diutamakan. Tenaga Peksos juga perlu diperhatikan tidak hanya akreditasinya, tetapi juga jumlahnya di lapangan untuk melakukan penjangkauan, pelayanan di keluarga dan praktik pekerjaan sosial lainnya.

Kegiatan yang dilakukan secara virtual ini dihadiri oleh seluruh pegawai Balai Disabilitas "Wyata Guna" Bandung.

Bagikan :