Kemensos Tolak Tegas Segala Bentuk Radikalisme dan Terorisme

  • Kemensos Tolak Tegas Segala Bentuk Radikalisme dan Terorisme
  • WhatsApp Image 2019-12-11 at 4.13.22 PM
  • WhatsApp Image 2019-12-11 at 4.12.35 PM
  • WhatsApp Image 2019-12-11 at 4.13.14 PM
  • WhatsApp Image 2019-12-11 at 4.13.17 PM

Penulis :
Alif Mufida U
Editor :
Intan Qonita N
Penerjemah :
Dimas Puguh; Karlina Irsalyana

SERANG, BANTEN (11 Desember 2019) - Kementerian Sosial menyampaikan keseriusannya terhadap segala tindak radikalisme dan terorisme yang terjadi di Indonesia.

Menteri Sosial, Juliari P. Batubara, dalam sambutan tertulisnya, mengatakan bahwa kebhinnekaan merupakan realitas bangsa yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Untuk mendorong terciptanya harmoni kebangsaan, kebhinnekaan harus dimaknai masyarakat melalui pemahaman multikultur, sehingga tidak ada ruang bagi paham radikalisme dan terorisme.

Hal ini disampaikan Mensos pada kegiatan Sarasehan Nasional Kearifan Lokal di Surabaya, Rabu (4/12) lalu, yang mengangkat hal serupa terkait kearifan lokal dan paham-paham yang berseberangan dengan ideologi negara. Ini juga menjadi perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Banten.

Hadir mewakili Menteri Sosial, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat, dalam sesi talkshow yang digagas oleh Dinas Sosial Provinsi Banten, di Kota Serang, Rabu (11/12). Kemudian, turut hadir dua narasumber lainnya yaitu Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Banten, Ade Aryanto dan Kepala Bagian Pengawasan dan Penyidikan (Kabagwassidik) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten, Dadang Herlis.

Dalam menangani konflik sosial, Kemensos memiliki rujukan yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Konflik Sosial dan ini sudah ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015.

Keduanya, memiliki substansi pokok dalam penanganan terhadap konflik sosial yaitu dengan meningkatkan ketahanan sosial masyarakat agar tidak mudah terpengaruh atas kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan perbedaan antar individu atau antar kelompok sehingga berisiko terjadi konflik sosial.

Menurut Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat, ketahanan sosial menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan konteks untuk membangun ketahanan masyarakat berada pada masyarakat itu sendiri, sehingga peran masyarakat menjadi begitu penting.

"Untuk memastikan masyarakat memiliki ketahanan sosial, salah satu program yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial adalah membangun kampung keserasian sosial. Ini berlaku bagi daerah-daerah yang teridentifikasi adanya potensi atau kerawanan konflik sosial," kata Harry.

Selain program kampung keserasian sosial, Kemensos juga memastikan internalisasi terhadap kearifan lokal yang ada. Kearifan lokal adalah pranata sosial yang sudah lebih dulu dimiliki oleh masyarakat di suatu daerah sejak lama dan menjadi entitas masyarakat yang bersangkutan di daerah tersebut.

"Melalui berbagai kajian yang dilakukan oleh lembaga penelitian independen dan perguruan tinggi, kearifan lokal sudah terbukti berhasil dalam menangani situasi konflik sosial di berbagai wilayah. (Kearifan lokal) ini bisa menjadi instrumen utama guna mencegah terjadinya konflik sosial, karenanya aktualisasi kearifan lokal menjadi aspek penting," ujar Harry.

Dua faktor pendorong terbangunnya sistem ketahanan sosial dalam masyarakat (kampung keserasian sosial dan kearifan lokal), lanjut Harry, juga harus dipastikan seimbang dengan kuantitas penggerak sosial di dalamnya. Penggerak sosial ini adalah mereka yang mampu menjadi agen untuk aksi menciptakan perdamaian dan melakukan mediasi antar kelompok yang berisiko terhadap konflik sosial.

"Oleh sebab itu, kita dorong lahirnya relawan-relawan sosial yang lantas disebut Pelopor Perdamaian. Secara nasional, jumlah mereka ada 1.466, sedangkan khusus di wilayah Banten, relawan ini berjumlah 87 orang. Pilar-pilar sosial dari kader masyarakat inilah yang memiliki peran penuh dalam mencegah terjadinya konflik sosial," terang Harry.


Kearifan Lokal Banten

Pada kesempatan yang sama, Kementerian Sosial, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat, membuka kegiatan Sarasehan dan Gelar Budaya Kearifan Lokal di Kota Serang, Banten, Selasa (11/12). (Kegiatan) ini sebagai salah satu langkah upaya Pemerintah Provinsi Banten dalam mencegah terjadinya konflik sosial, radikalisme dan terorisme.

Provinsi Banten termasuk dalam kategori daerah dengan tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap kejadian konflik sosial. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan berdasarkan potensi desa, pernah terjadi sebanyak 25 kejadian perkelahian massal antar kelompok masyarakat dan 20 kejadian perkelahian antar desa pada 2018. Sementara, desa yang mengalami perkelahian massal sebanyak 58.

Meski demikian, dikatakan Harry, Banten memiliki potensi kearifan lokal yang luar biasa lewat masyarakat Baduy. "Baduy sempat dua kali mengalami kebakaran, namun mereka mampu dengan cepat merespon bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan mengatasinya saat itu karena filosofi gotong royong yang mereka punya," imbuhnya.

Selain itu, Provinsi Banten cukup terkenal dengan cabang olahraga pencak silatnya. Banten tercatat memiliki puluhan perguruan pencak silat (paguron). Sementara pada kegiatan serasehan, sebelas paguron dihadirkan untuk menampilkan aksi pencak silat masing-masing yang sarat akan makna kehidupan dalam bermasyarakat.

Cabang olahraga yang juga menyentuh ranah kesenian ini diketahui memiliki sejumlah pengaruh positif terhadap masyarakat yang mengikutinya dengan tekun. Beberapa hasil studi menunjukkan nilai kearifan lokal dalam budaya pencak silat akan bermuara pada ketangguhan mental.

Ketangguhan mental yang dimaksud sangat berpengaruh pada 1) Motivasi untuk berprestasi; 2) Kemampuan mengendalikan diri dari pengaruh negatif; 3) Membangkitkan energi positif dari dalam diri; 4) Kemampuan mengendalikan perilaku; 5) Kemampuan mengendalikan imajinasi yang buruk, 6) Meningkatkan kepercayaan diri; dan 7) Kemampuan mengontrol diri sendiri.

Menjadi kewajiban bersama untuk terus mengembangkan budaya lokal seperti pencak silat di masa-masa mendatang. Jadi, tidak ada cara lain jika menginginkan Banten jauh dari konflik sosial selain memperkuat daya tahan masyarakat atas pengaruh-pengaruh negatif yang sifatnya merusak kerukunan dan harmonisasi antar sesama.

"Karena itulah, Kementerian Sosial telah melakukan konsentrasi secara detail dan teknis dengan Dinas Sosial bahwa kami mendukung agar paguron-paguron tumbuh dan terus dipertahankan," ucap Harry.

Dengan adanya bantuan dari pemerintah, kasepuhan paguron bisa memanfaatkannya sebagai bahan perbaikan peralatan, sound system, dan hal-hal lain yang mendukung berkembangnya paguron ke depan.

"Kemitraan yang terjalin ini adalah niat baik untuk sama-sama mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada umumnya, dan Provinsi Banten pada khususnya, menuju negara dan provinsi yang aman, damai dan sejahtera," pungkasnya.
Bagikan :