Kisah Pemuda Papua Bangkit Melawan Keterbatasan, Kemensos Hadir Menawarkan Kesempatan

Kisah Pemuda Papua Bangkit Melawan Keterbatasan, Kemensos Hadir Menawarkan Kesempatan
Penulis :
Rizka Surya Ananda
Penerjemah :
Rizka Surya Ananda; Karlina Irsalyana

MAKASSAR (27 Agustus 2022) – Setelah hujan lebat melanda, pasti akan ada pelangi yang datang. Agaknya pepatah ini paling cocok menggambarkan Edison Elieser Papara. Pemuda asal Kepulauan Yapen, Papua ini pernah berada di titik terbawah dalam hidupnya, yang bahkan membuatnya depresi dan nyaris putus asa.

Saat itu, pemuda yang akrab disapa Edi ini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebuah kecelakaan fatal menimpanya mengakibatkan kakinya patah dan akhirnya membuatnya pincang. Seketika dunianya terasa runtuh, rasa percaya dirinya hancur, harapan akan masa depan ikut kabur. Sejak saat itu, Edi tak bisa lagi berjalan dengan ajeg.

Lalu, tawaran rehabilitasi sosial di Sentra "Wirajaya" di Makassar pun datang. Edi tak berpikir dua kali untuk menerima tawaran tersebut. Selama berada di Sentra Wirajaya, rasa percaya diri Edi ditempa. Ia mendapatkan berbagai macam konseling dan pelatihan yang membuatnya bersemangat kembali mengejar impiannya.  Melalui skill otomotif yang didapatnya, pemuda berusia 25 tahun ini bercita-cita ingin melanjutkan kembali usaha perbengkelan milik orang tuanya di Kepulauan Yapen, Papua. 

Edi bahkan tak menyangka dirinya, yang merupakan disabilitas daksa, bisa mendapatkan kesempatan menjadi pembawa bendera pada upacara peringatan HUT RI ke-77 yang dilaksanakan di Sentra "Wirajaya" di Makassar. Karena menurutnya, pembawa bendera biasanya adalah orang-orang yang memiliki ciri fisik sempurna. “Tidak menyangka, biasanya pembawa bendera kan tegap sempurna. Tapi, ini saya tetap bisa ikut,” katanya.

Lain Edi, lain pula Leo. Pemuda yang juga berasal dari Kepulauan Yapen, Papua ini bersyukur selama berada di Sentra "Wirajaya" di Makassar, ia bisa bebas berekspresi. Terlepas dari dislokasi hips yang dideritanya, pria bernama lengkap Leonardo Ampari Upuya ini sangat senang ia masih diberi kesempatan menunjukkan minat dan bakatnya, terutama di bidang tarik suara.

“Senang sekali bisa dikasih tempat untuk berekspresi, menyalurkan bakat yang kita punya,” katanya dengan dialek Papua yang khas. 

Leo punya karakter vokal yang khas, ia mampu mengeksekusi nada-nada tinggi yang uniknya ia lakukan tanpa terlihat berusaha keras. Oleh karena itu, penampilan Leo selalu dinantikan oleh orang-orang di sekitarnya. Tak heran, Leo bisa menyabet Juara Pertama pada lomba bernyanyi yang diselengarakan oleh Sentra Wirajaya saat 17 Agustus kemarin. Saat itu, Leo menyanyikan lagu Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki. Suara Leo yang  merdu dan kuat bahkan mampu menghipnotis sekaligus membangkitkan rasa nasionalisme siapapun yang mendengarnya. 

Leo dan Edi adalah contoh dari sekian banyak kisah tentang bagaimana proses rehabilitasi sosial di Sentra-sentra milik Kementerian Sosial. Keberadaan sentra telah menjelma menjadi tempat bagi tumbuhnya harapan baru bagi para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.

Plt Kepala Sentra "Wirajaya" di Makassar, Bambang Tri Hartono mengatakan keberhasilan rehabilitasi sosial sangat tergantung pada karateristik klien atau penerima manfaat. "Untuk klien disabilitas, pola-pola seperti kegiatan bimbingan psikososial yang mendorong motivasi mereka ditambahkan pelatihan vokasional. Itu terlihat sekali kebermanfaatannya," katanya.

Menurut Bambang, rehabilitasi sosial memungkinkan proses rekayasa kegiatan atau rekayasa sosial dimana lingkungan dan aktivitas PM dibentuk sedemikian rupa agar selaras dengan kondisi masing-masing PM dan tujuan rehabilitasi sosial. "Misalnya, klien dengan skizofrenia, itu tidak diberikan kegiatan yang bisa memicu atau mengganggu emosinya. Kemudian, klien disabilitas, untuk mendorong kepercayaan diri. Jadi, kita support dengan kegiatan konseling dan bimbingan. Kita juga menyediakan keterampilan sesuai dengan keinginan dan minatnya, apakah menjahit, fotografi, percetakan, atau otomotif," kata Bambang.

Perlakukan yang berbeda diterapkan untuk PM Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). ABH banyak diberikan bimbingan psikososial dan ketrampilan mengolah informasi. Berdasarkan penelitian dan catatan rehabilitasi oleh psikolog dan pekerja sosial di Sentra "Wirajaya" di Makassar, ABH cenderung memiliki gangguan emosional dan masalah life skill sehingga masalah ini harus diatasi terlebih dahulu.  

"Misalnya, ada perkataan yang menurut ABH membuatnya tersinggung, mereka akan cepat emosi. Padahal, maksudnya tidak begitu. Makanya, kita atasi masalah emosinya dulu, baru kita arahkan ke vokasional," jelas Bambang.

Kemudian, lanjut Bambang, hal yang paling penting adalah target jangka panjang yaitu setelah terminasi dilakukan. 

"Artinya, setelah keluar dari sentra, dia mau ngapain, akan tinggal sama siapa. Oleh karena itu, sejak awal kita sudah pikirkan hal ini dengan melibatkan keluarga dalam proses rehabilitasi," katanya.

Komunikasi pekerja sosial dan profesi lainnya dengan keluarga PM harus terjalin. 

Pelibatan keluarga telah dimulai semenjak PM dirujuk ke sentra karena nantinya keluargalah yang akan berperan penting dalam meneruskan keberhasilan rehabilitasi sosial. 

Dari sisi pemberdayaan, selain memberikan ketrampilan vokasional, Sentra juga menyiapkan toolkit atau modal usaha setelah PM diterminasi. Sentra juga menghubungkan PM yang ingin bekerja dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. "Misalnya, disabilitas, pengennya usaha. Itu kita latih dengan vokasional terus nanti saat pulang kita kasih toolkit. Terus, ada yang pengennya kerja. Itu kemaren kita sudah kerja sama dengan Alfamart dan PT. Pos. Ada juga ABH yang ingin jadi pelaut, itu kita kursuskan untuk dapat sertifikat di Politeknik Ilmu Pelayaran," kata Bambang.

Bambang menekankan bahwa target rehabilitasi sosial bukan hanya perubahan perilaku saat PM berada di sentra, namun juga menyiapkan mereka ketika kembali ke masyarakat. Pada prosesnya, sentra melibatkan banyak pihak setiap kali terminasi dilakukan, seperti mengundang komunitas, aparat pemerintah tempat PM berasal, dan pihak terkait lainnya untuk duduk bersama dalam pembahasan kasus. Hal ini semata-mata untuk memastikan proses terminasi berjalan dengan baik dan kondisi kondusif PM terjaga. 

Adapun, saat ini, Sentra "Wirajaya" di Makassar memiliki sasaran garapan 10 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan 20 kabupaten/kota di Papua.

Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
Bagikan :