Kolaborasi Multi Pihak Penuhi Hak-hak Lansia dan Penyandang Disabilitas

  • Kolaborasi Multi Pihak Penuhi Hak-hak Lansia dan Penyandang Disabilitas
  • 15874441134444
  • 15874441059290
  • 15874440951538

Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Lingga Novianto; Karlina Irsalyana

JAKARTA (20 April 2020) - Dalam rangka mempercepat dan mendorong perlindungan, keselamatan serta pemenuhan hak-hak lanjut usia dan penyandang disabilitas pada situasi beresiko, Direktur Jenderal Rehabilitas Sosial, Harry Hikmat melaksanakan rapat sub-klaster penyandang disabilitas dan lansia. Rapat ini bertujuan untuk mewujudkan kolaborasi multi pihak dalam penanganan COVID-19. 

Dalam mewujudkan kolaborasi multi pihak ini, perlu pendekatan klaster nasional. Pendekatan klaster nasional adalah kemitraan di mana kementerian/lembaga menjadi koordinator dan penanggung jawab utama untuk memobilisasi dukungan mitra dari lembaga/organisasi non-pemerintah lainnya.

Fungsi klaster dan sub klaster yaitu memfasilitasi koordinasi mitra berdasarkan fungsi, memobilisasi sumberdaya, memperkuat kapasitas dan substitusi sebagian kapasitas dari unit operasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Koordinasi Klaster Pengungsian dan Perlindungan dalam Penanggulangan Bencana, klaster nasional pengungsian dan perlindungan terdiri dari 8 sub-klaster. Salah satunya adalah perlindungan lansia, orang dengan disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Maka dalam hal ini Kemensos perlu mewujudkan kolaborasi multi pihak.

Dalam kondisi bencana COVID-19, Kemensos diminta memperkuat logistik dan upaya lain seperti perlindungan sosial  terhadap kelompok rentan. Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri dalam kedaruratan bencana. “Upaya untuk bersinergi dengan berbagai pihak harus dilakukan. Melalui sinergi ini, akan ada koordinasi bahkan aksi nyata bersama dalam penanganan COVID-19,”  kata Dirjen Rehsos.

Bicara epidemi dan pandemi, bukan lagi aspek kesehatan yang terdampak, tetapi juga sosial ekonomi hingga pembangunan nasional akan terdampak. “bencana non alam ini tidak kalah hebat dampaknya dengan bencana alam. Karena dampaknya kepada masyarakat luas,” jelas Dirjen Rehsos.

Dirjen Rehsos juga menyampaikan arahannya untuk mengadakan pertemuan dengan mitra untuk berkoordinasi. Seperti pertemuan dengan pendamping profesional yang mendapat dukungan penuh dari Dirjen Rehsos. 

Dalam pertemuan tentu banyak hal yang bisa dibahas, misalnya seperti isu data, bisa juga bertukar informasi seperti panduan kerja pendamping dalam kondisi pandemi COVID-19 dan pertukaran informasi lainnya. Ditjen Rehsos Kemensos telah mengeluarkan beberapa panduan seperti pedoman dukungan psikososial terhadap penyandang disabilitas dan panduan kerja pendamping dalam pencegahan COVID-19.

Arahan Dirjen Rehsos mendapat sambutan positif juga dari Indah Putri, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Humanity and Inclusion. “Teman-teman LSM sangat senang sekali jika bisa bersinergi dalam berbagai program pemerintah,” ungkapnya.

Di akhir rapat, Dirjen Rehsos menyampaikan bahwa negara hadir di kalangan lansia dan penyandang disabilitas, maka perlu persamaan visi dan misi serta menyamakan perspektif. 

Dirjen Rehsos juga mengharapkan kedepan ada hotline service bagi penyandang disabilitas dan lansia. Hal ini agar keluhan keluhan sosial bisa mendapat respon cepat. Selain itu, perlu juga mengintensifkan koordinasi dengan Dinas Sosial, agar isu aktual yang muncul bisa segera ditindaklanjuti.

Rapat yang berjalan kurang lebih 2 jam ini melibatkan 28 partisipan yang terdiri dari Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia beserta jajarannya, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas beserta jajarannya, Direktur Perlindungan Sosial  Korban Bencana Alam, Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos), Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial, Ditjen Linjamsos, mitra kunci dari Humanity & Inclusion dan YAKKUM Emergency Unit (YEU).
Bagikan :