Media Sosial untuk Keadilan Sosial
Bisa dipastikan keberadaan telepon genggam (hp) saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok hampir tidak terbatas pada semua usia. Bayi baru lahir hingga akhir hayat pun diabadikan melalui alat canggih satu ini. Terkadang saking berartinya sebuah handphone bagi seseorang, sering kita mendengar celoteh ‘lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan hp’.
Memang pada kenyataannya, sulit dipungkiri saat ini hp sangat memegang kendali aktivitas dan perilaku kita bahkan lebih dari itu. Hampir semua aktivitas kehidupan mulai dari bangun tidur sampai berangkat tidur kembali selalu ditemaninya, tidak mengenal tua dan muda. Ketergantungan kepada benda satu ini sulit dihindari oleh siapa saja.
Kemanfaatan handphone salah satunya yang sangat menonjol dan mempengaruhi perilaku kita adalah adanya kemudahan dalam berinteraksi sosial di dunia maya. Media sosial menjadi pialang masa kini yang bisa diandalkan oleh siapa saja dalam membangun opini bahkan mampu membentuk nilai dan norma baru kehidupan sosial kita. Seseorang yang mahir memainkan peran media sosial sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi memungkinkan seseorang mudah menjangkau sistem sumber dan mengatasi permasalahan lebih cepat dan efektif.
Contohnya, ketika seseorang membutuhkan darah akibat melahirkan, yang kemudian melalui medsos dikisahkan ke publik. Dalam hitungan menit, berbagai respon netizen membanjiri akun medsos memberikan informasi dan sistem sumber yang bisa digunakan. Berita seperti ini begitu cepat dan tanggap tanpa perlu membutuhkan waktu lama, tenaga dan biaya banyak spontanitas netizen memberikan dukungan moril bahkan materiel.
Ini hanya satu contoh dari ribuan postingan netizen dengan beraneka warna persoalannya. Kenyataan ini, mengindikasikan besarnya kekuatan medsos menghimpun dan menggerakkan potensi sosial di dunia maya. Contoh lain adalah bagaimana respon dan kehebohan netizen menaruh simpati kepada seseorang yang dizalimi atau dianiaya dengan mengumpulkan dana untuk membantu mengurangi beban hidup keluarga karena tidak memperoleh perlakuan adil. Ada lagi kasus yang lebih besar, seringkali permasalahan-permasalahan pelik dan berimplikasi hukum tuntas dengan dahsyatnya tekanan dan dukungan dari netizen.
Kita juga sering menyaksikan upaya-upaya penindakan, penangkapan dan pemberantasan kejahatan bermula dari adanya laporan atau posting netizen. Kejelian dan kecakapan aparat penegak hukum mesti selaras dengan kemajuan teknologi informasi ini. Jika tidak, bisa jadi penyelesaian masalah pecah tanpa jejak karena terjadi penghakiman sepihak.
Jadi, tidak diragukan lagi tingginya kontribusi media sosial menjadi jembatan harapan bagi kebanyakan orang yang sedang dihadapkan persoalan kehidupan ini. Kepercayaan netizen berkeluh kesah kepada media sosial kadangkala melewati batas-batas normal bahkan kaidah-kaidah sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial dianggap bagian dari solusi kehidupannya melebihi orang-orang terdekatnya.
Kepiawaian dan kepedulian netizen berselancar berbagi kisah melalui media sosial pada sisi positifnya sangat membantu sebagian orang untuk menemukan informasi yang dibutuhkannya. Tidak sampai disitu, ada kalanya keadilan hidup pun bisa diperoleh dari media sosial. Testimoni-testimoni kehidupan seringkali terlontar dan diekspos, yang awalnya sebatas curahan hati, ternyata ditangkap netizen sebagai bentuk solidaritas antar sesama. Dalam kehidupan nyata seringkali perihal keadilan menjadi barang langka yang sangat sulit dinikmati. Tapi, di dunia maya ternyata keadilan tidaklah sesakral yang dipikirkan orang kebanyakan.
Media sosial tidak mengenal golongan, pendidikan, pekerjaan, warna kulit, asal usul, agama, kelamin, suku budaya dan berbagai perangkat status sosial lainnya, melainkan hadir seakan-akan berjuang untuk mendapatkan keadilan bersama. Adagium ‘hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas’ nampaknya kurang berlaku di arena media sosial yang ada justru hukum harus diadili secara ‘sosial’. Aksi sosial yang diperagakan di medsos bahkan dijadikan ‘meja peradilan’ untuk menghimpun kekuatan moral dan mendobrak keangkuhan
Fenomena perilaku sosial yang tampak di dunia medsos memicu peralihan pola penyelesaian masalah secara normatif ke arah substantif karena cenderung lebih praktis, cepat, murah, mudah dan terbuka. Pada kenyataan lain, media sosial juga ada kalanya dijadikan arena hujat-hujatan, caci maki, teror, pemerasan bahkan penipuan diantara ratusan model aksi negatif lainnya. Bagi para buzzer atau influencer, media sosial adalah ladang kehidupannya untuk mencari keuntungan dengan berbagai perilaku untuk membangun opini dan mengembangkan wacana dengan suatu tujuan tertentu. Terlepas dari cara dan tujuan pemanfaatan media sosial sebagai sarana interaksi sosial dan komunikasi jarak jauh sebagai suatu pilihan bagi penggunanya, eksistensi media sosial paling tidak mampu menjadi katalisator dan mediator berbagai persoalan netizen untuk mencari solusi baik bermuatan positif maupun negatif.
Yah, begitulah adanya. Hanya orang bijak dan jujur yang mampu menangkap sisi positifnya, namun sebaliknya bisa menjadi peluang dan kesempatan bagi orang bejat dan oportunis yang memiliki motif mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
Keadilan sosial sebagaimana yang didengung-dengungkan dalam konstitusi kita bukanlah wacana baru, sudah hidup begitu lama dan didambakan seluruh warga negara. Kehadiran media sosial dewasa ini ternyata telah menginspirasi dan menggugah kita berpikir dan berperilaku gaya baru. Media sosial sebuah alternatif pemecahan masalah cara instan, kekinian, murah biaya dan efektif. Tempat mencari keadilan ketika kesulitan menemukannya, maka media sosial lah pilihan bersandar.
Media sosial bisa diharapkan menjadi pengawal keadilan sosial manakala jalan normatif sulit ditempuh dan buntu bagi sebagian orang, kesadaran untuk membela kebenaran dan keadilan nampaknya akan lebih dipercaya melalui sarana sosial ini. Kontribusi media sosial tak terbantahkan demi menegakkan kesejahteraan sosial sekaligus sebuah asa untuk keadilan sosial. Tentunya kita tetap menempatkan prasangka baik kepada media sosial, untuk sementara ini, karena sudah melekat di kehidupan sosial kita.
Mari berpikir cerdas, berperilaku normal, bertindak sesuai nilai dan norma hendaknya dijadikan pegangan. Meskipun bebas berekspresi tidak dilarang, namun etika dan hukum wajib dipatuhi agar keadilan sosial bagi semua terwujud tanpa mengorbankan diri, orang lain, bangsa serta negara tercinta ini.
Media sosial milik kita, oleh kita, dari dan untuk keadilan sosial.