Mensos Risma Mendapatkan Pujian dari Prof. Dr. Jan van der Putten, Asien-Afrika Institut di Universität Hamburg Jerman
Penulis :
Indah Octavia Putri
PARIS (18 April 2024) – Setelah
menjadi Pembicara Forum Infrastruktur OECD di Paris, Menteri Sosial Tri
Rismaharini mendapat sambutan hangat saat memberikan kuliah umum dengan
tema “Posisi Perempuan dalam Kepemimpinan Sosio Politik dalam
Masyarakat Indonesia” di Asien-Afrika Institut, di Universität Hamburg
Jerman, Jum'at (12/4).
Kuliah,
yang dihadiri tidak hanya oleh mahasiswa, tetapi juga alumni, Diaspora
Indonesia di Jerman dan anggota IASI (Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia)
Jerman, yang jumlahnya lebih dari 120 orang. Pada kesempatan itu, Prof.
Dr. Jan van der Putten, Direktur Program Studi Indonesia/Malay,
menyatakan bahwa semua orang tahu “Ibu Risma” adalah “Arek Suroboyo”,
perencana kota yang berdedikasi dalam memimpin kota. Kehadiran “Ibu
Risma” di Universität Hamburg merupakan momen Sejarah yang telah
dinanti-nantikan. Mensos Risma telah diundang untuk memberikan kuliah
umum itu atas pengakuan sebagai pemimpin perempuan yang berhasil.
Mensos
Risma memulai kuliah umum tersebut dengan menjelaskan proses menjadi
walikota terpilih yang tidak menggunakan politik uang sama sekali, dan
bahkan untuk periode kedua tahun 2016 tidak berkampanye sama sekali.
Tidak memasang baliho telah menjadi prinsip yang dipegang teguh,
semata-mata agar kalau terpilih, benar-benar karena dikehendaki rakyat,
bukan karena rekayasa. Selama memimpin Surabaya, Risma menekankan bahwa
mandatnya berasal dari rakyat, sehingga orientasinya adalah memberikan
manfaat kepada warga kota Surabaya sebesar-besarnya dan berusaha adil
bagi semua warga. Tanpa keadilan, warga akan berpaling dan tidak bisa
untuk diatur. Keberpihakan Risma pada warga kota juga dijelaskan
bagaimana mengayomi “bonek”, julukan suporter bola Surabaya.
Program-program
Risma juga memprioritaskan apa yang menjadi kebutuhan warga dan selalu
terukur. Pembenahan drainase sampai Surabaya bebas banjir, pembangunan
jalan sampai mengurangi kemacetan, city surveillance, sampai
terwujudnya tertib lalu lintas, pemberdayaan ekonomi untuk warga sampai
mentas dari kemiskinan, bahkan beberapa di antaranya menjadi miliarder,
menyediakan pelatihan-pelatihan berdampak ekonomi di sekolah-sekolah
agar para orang tua siswa pada kelompok tertentu tidak memandang sekolah
sebagai kesia-siaan. Risma menjelaskan perubahan perilaku warganya dari
yang bertempramen keras menjadi tertib di jalan, lebih sadar
lingkungan, dan kasus kekerasan berkurang.
Mensos
Risma juga menceritakan apa yang telah dikerjakan di Kementerian
Sosial. Bagaimana inovasi teknis dalam menangani dampak bencana seperti
lumbung sosial dan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin telah
dijelaskan dengan gamblang dengan foto-foto yang menyentuh empati para
audiens dan membangkitkan kerinduan warga Indonesia itu untuk ikut
berkontribusi menolong sesama anak bangsa di tanah air. Selain itu,
Mensos Risma juga menjelaskan transformasi organisasi, dengan bantuan
teknologi informasi dan modal sosial “gotong royong” yang menjadi budaya
Indonesia, telah menggerakkan Kementerian Sosial untuk memberikan nilai
tambah yang lebih besar bagi masyarakat.
Secara
keseluruhan, kesan humanis, inovasi dan tanggung jawab mendominasi
paparan Risma daripada kesan politis. Seakan menolak untuk terjebak
dalam gender parity dalam tema yang diberikan penyelenggara,
Mensos Risma justru bertanya, “…, kalau memimpin dan menjalankan
manajemen dengan bantuan teknologi informasi, apa perbedaan laki-laki
dan perempuan?” Implementasi komando dan pengendalian dalam sistem Command Center
dan SIKS-NG (aplikasi di Kementerian Sosial), menerima perintah dan
menyelesaikan pekerjaan dilakukan melalui informasi, tidak membedakan
apakah seseorang berhadapan dengan laki-laki atau perempuan.
Pada
sesi tanya jawab, Ali Raza seorang peneliti yang berasal dari Pakistan
dan bekerja di Helmut-Schmidt-Universität - Universität der Bundeswehr
Hamburg, menanyakan bagaimana Mensos Risma bisa mempunyai kepemimpinan
yang sangat kuat padahal perempuan. Risma menegaskan bahwa yang penting
adalah niat untuk menyelesaikan permasalahan warga, dan sebagai pemimpin
bertanggungjawab ke Tuhan Yang Maha Kuasa. Ali mengagumi kepemimpinan
“Ibu Risma” dalam menyelesaikan urusan warga, menggunakan energi sosial
masyarakat
Penanya
selanjutnya, Maria, justru tidak bertanya, namun memberikan testimoni
sekaligus ungkapan terima kasihnya atas bantuan kepada keluarganya di
kaki Gunung Lewotobi, pedalaman Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang
Januari lalu terkena bencana erupsi. Bantuan dari Kemensos sudah datang
dalam hitungan hari, tidak seperti sebelumnya, yang baru datang dalam
hitungan minggu atau bulan, atau tak jarang, tidak ada sama sekali.
Prof.
Jan memuji kuliah publik yang diberikan “Ibu Risma” dapat menginspirasi
generasi mendatang dan dunia. Disambung oleh Yanti Mirdayanti, dosen
Bahasa Indonesia di Universität Hamburg, berharap kesediaan Risma
mengajar di Universität Hamburg.
Usai
penyerahan Cinderamata Wayang Nakula dan Sadewa setelah kuliah umum,
Prof. Jan menyatakan kekagumannya pada Mensos Risma karena semangat dan
tenaganya yang tidak ada lelahnya. "Saya kagum dan berterima kasih
kepadanya, sudi datang ke mari dan berceramah di depan umum. Saya
bersyukur dapat menyaksikannya," pungkasnya.
Bagikan :