Mensos Tak Ingin Dirikan Fasilitas Rehabsos Napza Lagi, Ini Alasannya

Mensos Tak Ingin Dirikan Fasilitas Rehabsos Napza Lagi, Ini Alasannya
Penulis :
Koesworo Setiawan
Penerjemah :
Hendrikus Yoakim; Karlina Irsalyana

TAKALAR (12 Februari 2020) - Menteri Sosial Juliari P. Batubara prihatin dengan luasnya dampak penggunaan Napza dan HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat. Mensos mengingatkan peran penting keluarga dalam membentengi dari pengaruh negatif dari luar. 

 

"Saya ingatkan orangtua untuk ikut menjaga pergaulan anak-anak. Yang punya anak SMP harus mulai hati-hati. Jangan sampai salah bergaul. Lebih baik mencegah daripada menyesal anak-anaknya terkena narkoba," kata Mensos Juliari, di Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan,  Rabu (12/02/2020).

 

Di didampingi Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto,  Mensos meresmikan Loka Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA (LRSKP) NAPZA dan Loka Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV (LRSODH) "Pangurangi" di Takalar, Sulawesi Selatan.

 

Peresmian menjadi tanda beroperasinya lembaga Nasional yang bersifat inklusi, yang menjadi penyangga Indonesia Bagian Timur dalam hal rehabilitasi sosial kepada korban penyalahgunaan NAPZA dan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), ini.

 

Selanjutnya Mensos mengajak semua pihak, untuk serius mencegah dan memberantas peredaran ilegal Napza. Mensos prihatin dengan kondisi rumah tahanan yang kebanyakan melebihi kapasitas, termasuk penghuninya adalah mereka yang bermasalah dengan Napza. 

 

"Sebaiknya tidak semua mereka yang bermasalah dengan Napza dikenai hukuman dan ditahan. Bandar dan pengendar mungkin bisa. Tapi para pengguna hemat saya sebagai orang yang bukan ahli hukum, saya kira bisa menjalani rehabilitasi," kata Mensos. 

 

Mensos berharap, Kemensos tidak lagi membangun fasilitas rehabilitasi sosial Napza semacam ini. "Maksudnya, saya berharap suatu ketika tidak ada lagi masyarakat yang  bermasalah dengan Napza. Itu harapan saya,"  kata Mensos. 

 

Di lain pihak,  Mensos mengungkapkan bahwa kebijakan program kementerian sosial saat ini berfokus pada peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia penerima manfaat melalui program rehabilitasi sosial maupun penanganan fakir miskin. "Salah satu program rehabilitasi sosial saat ini adalah penanganan eks korban NAPZA dan orang dengan HIV," kata Mensos.

 

Peresmian ditandai dengan Penandatanganan Prasasti UPT “Pangurangi” di Takalar dari Menteri Sosial kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, sebagai simbol mulai beroperasinya lembaga ini. 

 

Seremoni penanda operasionalisasi loka ditandai dengan pengguntingan pita di gerbang masuk kedua loka. Mensos dan rombongan juga berkeliling melihat dari dekat fasilitas kedua loka

 

Tentang Loka Baru

Berdiri di atas tanah seluas 6,6 Hektar, LRSKP NAPZA dan LRSODH "Pangurangi" di Takalar hadir untuk memberikan layanan yang mengacu pada Program Rehabilitasi Sosial 5 Klaster New Platform (PROGRES 5.0 NP).

 

Program ini menitikberatkan pada layanan rehabilitasi sosial yang bersifat holistik, sistematik dan terstandar untuk 5 klaster Penerima Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang meliputi, korban penyalahgunaan NAPZA, Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Penyandang Disabilitas, Lanjut Usia serta Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang.

 

Dirjen Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menyatakan, peresmian LRSKP NAPZA dan LRSODH "Pangurangi" di Takalar menjadi respon dari program "Darurat Narkoba" yang dicanangkan oleh Presiden. Program "Darurat Narkoba" ini dibuat karena hasil survei BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) yang memperkirakan tahun 2015 penyalahguna narkoba di Indonesia 4,1 juta orang atau 2,2% dari total penduduk. 

 

"Takalar dipilih sebagai lokasi lembaga rehabilitasi sosial berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana disebutkan bahwa Pemerintahan Pusat memiliki kewenangan/kewajiban menyelenggarakan rehabilitasi sosial korban Napza dan HIV.," kata Edi.

 

Selain itu, data BNN menunjukkan bahwa angka penyalahgunaan narkoba di Sulawesi Selatan termasuk tinggi, yakni 138.937 orang atau 2,27% dari total penduduk pada tahun 2015, walaupun angka ini kemudian menurun menjadi 1,95%atau sebanyak 133.503 orang pada tahun 2017.

 

"Perlu kita pahami bersama bahwa, karena lembaga ini milik Pemerintah Pusat, maka Loka ini adalah lembaga Nasional yang bersifat inklusi. Artinya, pelayanan kepada penyalahguna NAPZA dan ODH tidak hanya yang berlokasi di Sulawesi Selatan, tapi mencakup provinsi yang lain, terutama sebagai penyangga wilayah Indonesia Bagian Timur dalam hal rehabilitasi Sosial kepada Korban Penyalahgunaan Napza dan ODH," kata Edi Suharto.

 

Loka yang mulai dibangun sejak 2017 ini akan memberi layanan rehabilitasi kepada korban penyalahgunaan NAPZA dalam hal ini disebut penerima manfaat baik yang dirujuk oleh Dinas Sosial setempat maupun oleh keluarga korban. Tentunya penerima manfaat akan melalui beberapa tahap asesmen untuk menentukan rehabilitasi apa yang dibutuhkan oleh penerima manfaat.

 

 

Biro Hubungan Masyarakat

Kementerian Sosial RI

Bagikan :