Menuju Paradigma Baru, Tahun Depan UPT dan Balai Berikan Layanan Terbuka

  • Menuju Paradigma Baru, Tahun Depan UPT dan Balai Berikan Layanan Terbuka
  • IMG-20200728-WA0065
  • IMG-20200728-WA0066

Penulis :
OHH Ditjen Rehsos
Editor :
David Myoga
Penerjemah :
Mellin Sindi P; Karlina Irsalyana

TEMANGGUNG (28 Juli 2020) – Peningkatan layanan dalam rehabilitasi sosial penyandang disabilitas merupakan sebuah keniscayaan dengan mengadaptasi perubahan paradigma, kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kemitraan. 

 

“Setiap warga terdampak COVID-19 berhak mendapatkan layanan dasar, termasuk bagi penyandang disabilitas,” ujar Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat pada Focus Group Discussion Bisnis Proses Asistensi Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual "Kartini" Temanggung, Selasa (28/7/2020). 

 

Pada acara tersebut, Harry Hikmat didampingi oleh Direktur Lanjut Usia Andi Hanindito, Direktur Penyandang Disabilitas Eva Rahmi Kasim, serta Plt. Kepala Balai Besar Disabilitas "Kartini" Temanggung, Langgeng Setiawan. Layanan disabilitas, kata Harry, melalui Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) tidak hanya pemenuhan kebutuhan dasar, tapi juga untuk memberikan layanan terapi, perawatan, serta dukungan keluarga. 

 

“Melalui ATENSI yang diperkuat dengan pelaksanaan rehabilitasi sosial berbasis keluarga, komunitas, serta residensial,” ungkap Harry. 

 

Perubahan paradigma baru menjadikan UPT pusat atau balai berfungsi sebagai centrelink dengan memfokuskan pada pelayanan yang tidak spesialis melainkan terbuka.

 

“Perubahan paradigma akan dimulai dan awal tahun depan bisa dilaksanakan di UPT pusat dan balai dengan tidak lagi memberikan layanan spesialis tetapi terbuka, seperti di Balai Disabilitas "Kartini" di Temanggung tidak hanya untuk satu disabilitas tapi semua disabilitas bisa dilayani dengan baik,” kata Harry. 

 

Untuk mendukung paradigma baru diperlukan model layanan satu atap, dimana semua layanan bisa dilaksanakan di satu gedung yang didukung kehadiran para stakeholder secara bersama-sama.

 

“Sudah berjalan model seperti di servis elektronik, dimana semua keluhan dan perbaikan dilayani di front office dan secara otomatis terintegrasi dengan pusat servis di back office, sehingga tidak perlu mencari ke tempat lain, cukup satu tempat, itu sangat efektif dan menghemat waktu serta biaya,” tutur Harry.

 

Adanya layanan satu atap yang lebih baik adalah layanan satu pintu, menjadikan antar instansi atau stakeholder akan terbangun untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pemerlu layanan secara komprehensif dan tidak parsial.

 

“Selama ini, diakui hal tersebut belum terwujud, di mana instansi sibuk urusan masing-masing jadi belum koheren. Bahkan, antar direktorat saja belum dan itu harus dirubah untuk pelayanan yang terbuka dan lebih baik lagi,” ungkapnya.

 

Belajar dari negara lain yang sudah maju dalam layanan publik melakukan layanan terpadu dalam one stop service atau bisa lebih strong lagi layanan satu pintu yang terkoneksi dengan sistem. 

 

“Terobosan menjadi penting di UPT pusat dan balai agar terkoneksi secara sistem di situ ada front office, back office, serta menjadi linkage center melalui layanan terpadu satu pintu. Misalnya di Australia disebut disable center yang memberikan konseling, parenting skill dan lain sebagainya, ” katanya. 

 

Ke depan, yang memberikan layanan itu adalah orang-orang yang bekerja di pelayanan satu pintu, sekaligus memberikan pendampingan dan problem solving

 

Agar penjangkuan lebih kuat UPT pusat dan balai, bisa memberikan layanan per wilayah, misalnya Indonesia Barat, Indonesia Tengah dan Indonesia Timur.

 

“Saya kira ini terobosan, seperti untuk balai vokasional penyandang disabilitas itu koordinatornya Cibinong untuk kawasan Indonesia Barat,” pungkas Harry. 

 

Direktur Rehabilitasi Penyandang Disabilitas, Eva Rahmi Kasim dalam laporannya, bahwa kegiatan FGD diikuti oleh 50 peserta dari perwakilan balai dan LKS seperti dari Wonosobo, Blitar dan Temanggung. 

 

“Tujuan FGD untuk meningkatkan kapisatas layanan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas intelektual, sekaligus penguatan dan menjadi pintu layanan bagi balai dan pemerlu layanan,” kata Eva.

Bagikan :