Pekerja Keras dan Cemerlang, Anak Penerima PKH Sukses Jadi Anggota Bhayangkara
Penulis :
Indah Octavia Putri
Penerjemah :
Fia Arista Dewi
BALI (1 Oktober 2022) - Sambil duduk, perempuan paruh baya itu memegang erat bingkai foto berisi potret pria gagah kebanggaannya. Tatapan penuh rasa bangga. Di bahu sosok berseragam itu, tersemat pangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda).
Pria bintara Polri tersebut adalah I Putu Ema Perdana Putra (21), putra kesayangan Ni Ketut Sutiyatini. Sudah dua bulan anak Ema –sapaan I Putu Ema -- mulai berdinas di Polda Bali. Sutiyatini masih ingat betul peluk hangat Ema saat pamit dinas.
Peluknya itu menyisakan rindu bagi Sutiyatini. Ia mengakui, kesuksesannya mendidik Ema tidak lepas dari dukungan Kementerian Sosial. Sutiyatini tercatat sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Sembako.
PKH merupakan program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH. Komponen PKH adalah Ibu Hamil, Anak Usia Dini, Anak Sekolah, Lansia dan Penyandang Disabilitas.
Setiap komponen memiliki indeks yang berbeda. Bagi Ibu Hamil, indeks bantuan senilai Rp3 juta/tahun, Anak Usia Dini Rp3 juta/tahun, Anak SD Rp900 ribu/tahun, Anak SMP Rp1,5 juta/tahun, Anak SMA Rp2 juta/tahun, Penyandang Disabilitas Berat Rp2,4 juta/tahun dan Lansia Rp2,4 juta/tahun.
“Pendidikan Ema dibantu dari PKH. Jadi, tiang bilang Ema harus buktikan bisa berprestasi dan sukses," kata perempuan 42 tahun yang tinggal di Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Bali. Ema selalu membanggakan orangtuanya. Prestasi akademisnya gemilang.
Sejak SD hingga SMA, Ema selalu mendapat peringkat 1. Bahkan di kampus, IPK-nya paling tinggi di angkatannya. Selain berprestasi secara akademik, Ema juga merupakan tim Paskibraka Kabupaten Tabanan, Bali tahun 2018. Ia satu-satunya siswa terpilih mewakili sekolahnya untuk menjadi anggota Paskibraka.
Prestasinya itu membuatnya mendapat banyak peluang pendidikan. Dari mulai pendidikan di perguruan tinggi, hingga tawaran pendidikan menjadi anggota Polri. Bagi Ema, semua peluang harus dicoba.
"Tahun 2019, Ema coba masuk perguruan tinggi, dapet undangan dan beasiswa bidik misi dari Politeknik Bali. Dia masuk kuliah itu tanpa tes karena ranking 1 terus dan anggota Paskibraka. Akhirnya diterima,” kata I Nyoman Sarjana, ayahnya.
Perjuangannya tidak berhenti sampai di situ. Ema masih ingin mencoba ikut tes menjadi anggota Polri. Tahun 2019, ia mencoba, namun gagal saat tes tertulis psikotes. Tahun 2021, ia kembali mencoba peruntungan, namun kegagalan harus ia kecap untuk kali kedua pada tahap tes pantukhir.
Tahun berikutnya, di tahun 2022, ia mencoba kembali mengikuti seleksi Bintara Polri Gelombang II. Bersyukur, upaya ketiga ini membuahkan hasil, Ema lulus seleksi dan ditempatkan di Polda Bali.
Konsistensi anaknya selama persiapan tes Polri terekam jelas di ingatan Sutiyatini. Ingatan ini yang membuatnya tak mampu membendung haru saat anaknya dinyatakan lulus tes dan resmi menjadi anggota Polri.
"Pengumumannya online di YouTube Polda Bali. Saya nonton bareng-bareng nenek, bapak dan adiknya Ema. Tak tahan saya, nangis mengingat perjuangannya. Gigih. Pagi sampai malam kuliah. Pulang kuliah, dia olahraga lari keliling kampung jam 12 malam persiapan tes fisik, akhirnya lulus," katanya dengan suara bergetar.
Keberhasilan Ema menyadarkan bahwa keterbatasan ekonomi tidak menghalangi anak untuk mencapai kesuksesan. Dukungan pemerintah juga diperlukan agar para penerima manfaat dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
Sutiyatini berharap Ema bisa sukses dan bisa menjadi teladan bagi adiknya. Tidak kalah dari Ema, adiknya pun berprestasi di bidang olahraga karate. Ema juga mampu menginspirasi adiknya untuk menjadi anggota Polri.
Biro Hubungan Masyrakat
Kementerian Sosial RI
Kementerian Sosial RI
Bagikan :