Pengesahan RUU Pekerja Sosial oleh DPR

  • Pengesahan RUU Pekerja Sosial oleh DPR
  • 1 UU

Penulis :
Koesworo Setiawan
Penerjemah :
Yusuf Andika; Intan Qonita N

JAKARTA (3 September 2019) - Sidang Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Pekerja Sosial (RUU Peksos) menjadi undang-undang. Dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia memiliki UU tentang Pekerjaan Sosial.

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut gembira disahkannya UU tentang Pekerja Sosial oleh DPR. Mensos mengatakan, pengesahan UU tentang Pekerja Sosial merupakan bentuk tanggung jawab Negara terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial.

“Dengan adanya payung hukum ini, maka akan mengoptimalikan peran, fungsi, sekaligus menjadi mandat legal formal dan perlindungan terhadap para pekerja sosial dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial,” kata Mensos, dalam sambutan pada Rapat Paripurna DPR RI dalam Rangka Pembicaraan Tingkat II untuk Pengambilan Keputusan Atas RUU tentang Pekerja Sosial, di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Selasa (03/09/2019).

Sidang Paripurna DPR dipimpin Utut Adianto, didampingi Bambang Soesatyo dan Fadli Zon. Hadir mendampingi Mensos, Staf Khusus Menteri, Sekretaris Jenderal Hartono Laras, para pejabat Eselon I dan II. Tampak hadir di balkon Ruang Paripurna RI para pekerja sosial, akademisi, mahasiswa, perwakilan dari sejumlah UPT Kemensos, pegawai Kemensos, dan perwakilan dari masyarakat yang peduli dengan agenda pembangunan kesejahteraan sosial.

Selanjutnya Mensos menyatakan, keberadaan pekerja sosial memiliki peran penting dalam upaya-upaya pembangunan kesejahteraan sosial. “Pekerja sosial berkontribusi nyata terhadap pemenuhan hak dasar para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS),” kata Mensos.

Pekerja sosial, kata Mensos, juga berkontribusi nyata dalam memberikan pelayanan profesional yang terarah, terpadu, dan berkesinambungan untuk mencegah disfungsi sosial, memberikan pelayanan perlindungan sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial bagi PPKS.

Dalam rangka optimalisasi peran dan fungsi pekerja sosial itulah diperlukan payung hukum sebagai mandat legal formal terhadap keberadaan pekerja sosial dan perlindungan terhadap para pekerja sosial dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial.

Tak kalah penting, kata Mensos, urgensi kehadiran UU ini juga bisa dikaitkan dengan keberadaan pekerja sosial asing yang melakukan praktik pekerjaan sosial di Indonesia. Karena kenyataannya mereka belum tercatat, belum terpantau, dan/atau belum memiliki izin praktik pekerja sosial.

“Karena itu, UU ini penting melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya malpraktik pekerjaan sosial dan dari penetrasi ideologi-ideologi asing yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh para pekerja sosial asing,” katanya.

Dalam kesempatan berbeda, Hartono Laras menyatakan, UU ini terdiri dari 69 pasal dimana sebanyak 38 pasal tentang khusus pekerja sosial, dan 28 pasal tentang praktik pekerjaan sosial.

“Semangat UU ini memberikan perlindungan dan meningkatkan pelayanan para pekerja sosial. Dan pada gilirannya akan memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat,” katanya.

Hartono mengucap syukur sebab dengan demikian, sejak praktik pekerja sosial sudah ada di negeri ini tahun 1958, baru kali ini memiliki UU Pekerja Sosial. “Sempat muncul obsesi tahun 2012, lalu timbul tenggelam. Dan baru sekarang bisa terwujud,” katanya.

Sejak Januari 2018, kata Mensos, DPR mengajukan rancangan inisiatif terkait RUU Peksos dan bisa selesai Agustus 2018. “Bila pada periode tugas DPR 2014-2019 bisa selesai dengan baik, hal ini karena tumbuhnya semangat sama di kalangan stakeholder,” kata Sekjen.

Untuk itu, Hartono menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Ristek Dikti, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pekerja sosial itu sendiri, akademisi dari 30 perguruan tinggi yang memiliki program studi kesejahteraan sosial.

“Termasuk di dalamnya sivitas akademika Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung. Mereka mengawal dengan penuh dedikasi. Menyusun referensi dari berbagai Negara. Karena ternyata tidak banyak Negara yang memiliki UU tentang Pekerjaan Sosial,” katanya.

Selanjutnya, Kemensos akan bergerak cepat menindaklanjuti dengan agenda sosialisasi ke sejumlah pihak. Kemensos juga punya kewajiban menyusun satu draft peraturan pemerintah, dan sembilan peraturan pemerintah. “Ada juga dalam pasal-pasal di dalamnya yang bisa langsung dilaksanakan,” kata Hartono.

Dalam laporannya, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong menyampaikan sambutannya dengan suara bergetar. Ia mengatakan, keberadaan UU tentang Pekerja Sosial merupakan langkah maju dalam upaya membangun sumber daya manusia pekerja sosial yang profesional.

“Lahirnya UU ini bisa mendorong kontribusi dan peran para pekerja sosial dalam penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial di tanah air,” kata Ali Taher, disambut aplaus panjang dari balkon pengunjung di ruang sidang Paripurna DPR.

Usai sidang, Mensos bergerak ke arah Ruang KK II. Di sini sudah menunggu ratusan mahasiswa program studi Kesejahteraan Sosial dari berbagai perguruan tinggi di tanah air. Mensos didaulat untuk memberikan sambutan terkait disahkannya UU tentang Pekerjaan Sosial

Mensos mengajak mahasiswa bersyukur dan tak lupa untuk memberi kontribusi nyata dalam pembangunan kesejaheraan sosial di tanah air. Mensos juga mengajak mahasiswa menyampaikan apresiasi kepada DPR RI yang telah mengawal lahir UU ini.


Biro Hubungan Masyarakat

Kementerian Sosial RI

Bagikan :