Perkuat ATENSI Penyandang Disabilitas, Kemensos Susun Instrumen Asesmen

  • Perkuat ATENSI Penyandang Disabilitas, Kemensos Susun Instrumen Asesmen
  • 16057380728824
  • 16057380803040

Penulis :
Humas Dit. Rehsos PD
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N

BOGOR (15 November 2020) - Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Penyandang Disabilitas merupakan wujud Kemensos Hadir dalam upaya  memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai pelaksanaan mandat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial RI,  Eva Rahmi Kasim dalam pembukaan  kegiatan Penyusunan Instrumen Assesment  Pelaksanaan ATENSI Penyandang Disabilitas menyampaikan pentingnya instrumen assesment. "Untuk mengoptimalkan pelaksanaan ATENSI Penyandang Disabilitas, kita harus mempunyai instrumen assesment sesuai ragam disabilitas sebagai standar layanan sosial," tutur Eva.

Eva menegaskan dasar penyusunan instrumen asesment adalah Pedoman Operasional ATENSI Penyandang Disabilitas sehingga semua pelaksana program memahami assesement yang harus dilakukan.

"Sesuai Bisnis Proses ATENSI, maka tiga hal pokok yang harus tercantum adalah instrumen akses layanan,   rencana intervensi dan case management. Dan juga pentingnya inform consent (kesepakatan awal) antara penyedia layanan dengan penerima layanan yang harus mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang akuntabel dan transparan," ungkap Eva.

Kemensos memiliki 19 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Rehsos Penyandang Disabilitas sebagai Sentra Layanan Sosial (SERASI) untuk layanan sosial responsif. "Balai harus mampu menjalankan fungsi rujukan untuk memastikan respon penanganan oleh lembaga pelayanan pemerintah, memperkuat jaringan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan menjaga standar kualitas layanan. Selanjutnya, balai juga berperan sebagai pemberi komunikasi, informasi,  edukasi dan pendataan," kata Eva.

"Dalam hal pendataan, kami sudah bekerjasama dengan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generations (SIKS-NG) Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) Penyandang Disabilitas," tambahnya.

Penyusunan instrumen assesment tidak hanya melihat kondisi seseorang dari aspek fisik dan mental namun juga sosial, ekonomi, demografi dan psikososial. "Terkait hambatan dan potensi yang dimiliki dalam diri seseorang, maka dalam assesment kita harus melibatkan banyak profesi, antara lain psikolog, psikiater, therapis dan pekerja sosial sebagai leading sector," kata Eva.

Lebih lanjut Eva menjelaskan pentingnya  assement yang akan menjadi kata kunci untuk intervensi lanjutan. "Sebagai upaya mengoptimakan pelaksanaan ATENSI Penyandang Disabilitas maka dalam intervensi kita harus membuat individual planning karena masing-masing penerima layanan memiliki sifat unik dengan kondisi yang berbeda sehingga penanganan pun juga berbeda," kata Eva.

"Dengan demikian layanan yang kita berikan bisa menjawab permasalahan yang ada di masyarakat. Kemudian, untuk menghadapi era digital maka pelaksanaan assesment harus mengikuti sistem digital yang harus diterapkan oleh balai rehsos penyandang disabilitas," harapnya.

Guna melengkapi penyusunan instrumen assesment dari segi medis, maka hadir dalam kegiatan ini  Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDOSRI) , Tirza Z. Tamin. "Falsafah kedokteran  fisik dan medik adalah meningkatkan kemampuan fungsional fisik, kognitif, dan sosial seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankab dan/atau meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin, " kata Tirza.

International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) memiliki komponen yang saling berhubungan satu sama lain. " Pertama, fungsi dan disabilitas meliputi fungsi tubuh dan struktur;  aktivitas dan partisipasi. Kedua, Faktor kontekstual, terdiri dari faktor lingkungan dan faktor personal," tutur Tirza.

"Peran dokter spesialis fisik dan rehabilitasi harus mampu menangani pasien dengan fungsi tubuh bermasalah agar mandiri kembali. Setiap keterbatasan body structure harus mengoptimalkan body function, activity dan participation," tambahnya.

Tirza selanjutnya menjelaskan tiga macam alat bantu bagi penyandang disabilitas, yaitu ortosis merupakan alat bantu penyangga tubuh atau anggota gerak tubuh, protesis sebagai alat bantu pengganti gerak tubuh yang hilang karena amputasi atau cacat bawaan dan alat bantu jalan.

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas ini dilaksanakan di Bogor dari tanggal 12 s/d 15 November 2020 diikuti oleh 40 peserta terdiri dari Balai Rehsos Penyandang Disabilitas, Pendamping dan Organisasi Penyandang Disabilitas serta tim direktorat. Selain narasumber dari aspek medis,  juga dihadirkan narasumber dari praktisi Save The Children Tata Sudrajat dan akademisi Poltekkesos Bandung Rini Hartini Rinda.
Bagikan :