Sentuhan Kemanusiaan Pekerja Sosial Kemensos, Bantu Eks Psikotik Ini Temukan Arah Hidup
Penulis :
Rizka Surya Ananda
Penerjemah :
Karlina Irsalyana
BANDUNG (10 Oktober 2022) - Wajah Adi terlihat serius menata bungkusan cemilan di depannya. Tangannya cekatan memilah bungkusan makanan ringan yang ia kelompokkan sesuai jenisnya.
Di ruangan yang sama, bungkusan snack kiloan masih berjejer. “Yang besar-besar ini untuk stock. Kalau habis, yang kecil-kecil (bungkusan makanan ringan), nanti dibungkus lagi dari stock ini,” katanya sambil menunjuk beberapa bungkusan makanan ringan yang sudah habis setengahnya.
Adi baru saja menyewa toko di Pasar Junti Ketapang, Caringin Bandung. Ia mendapatkan bantuan modal usaha dan kewirausahan dari Kementerian Sosial yang diberikan melalui Sentra "Wyata Guna" di Bandung.
Penampilan pria asal Bandung ini terlihat rapi. Atasan kemeja batik motif kombinasi warna merah hati dan hitam dengan bawahan celana chinos berwarna senada, dan sepatu sneakers hitam. Sulit dipercaya, pemuda bernama lengkap Adiat Barkah Nasrullah itu, sebelumnya adalah eks psikotik.
Saat ditemui, ia baru saja menghadiri peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Bekasi. Pada acara itu, Adi berkesempatan bertemu Menteri Sosial Tri Rismaharini yang menyerahkan secara langsung bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) kepadanya.
Sejak Januari 2022, Adi menjalani masa rehabilitasi di Sentra "Wyata Guna" di Bandung. Selama delapan bulan dibimbing, Adi mulai mawas diri. Penyuka musik ini mulai menemukan arah hidup. “Selama di Sentra "Wyata Guna" di Bandung, saya diajari main gitar sama vokal, ada pelatihnya. Kebetulan, saya hobi bermusik. Saya pengennya jadi musisi, belajar musik terus,” katanya saat ditemui di kediaman kakaknya di Soreang, Bandung, belum lama ini.
Namun, musik tidak bisa menjadi sandaran hidup. Adi bersedia mengikuti pembinaan keterampilan kewirausahaan. “Di Sentra "Wyata Guna" di Bandung, saya diarahin ke kegiatan berjualan. Dari sana, saya tekuni. Soalnya, kalau di musik terus, sedangkan saya tidak punya tempat tinggal, masa saya kembali ke masa lalu, mengamen di jalanan? Saya ngga mau. Saya ingin mengubah hidup saya jadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Suasana penuh kasih sayang, dengan sentuhan kemanusiaan di Sentra "Wyata Guna" di Bandung, mampu membangkitkan semangat Adi. Bimbingan, konseling, dan kegiatan lain, serta perlakuan yang diterimanya, membuat Adi merasa diakui dan dihargai eksistensinya.
“Banyak-banyak terima kasih buat Sentra "Wyata Guna" di Bandung, para peksos, semuanya. Di sana, saya dibimbing menjadi orang yang lebih baik. Alhamdulillah, saya bisa menerapkan apa yang mereka arahkan kepada saya,” katanya.
Pasca rehabilitasi, Adi dinyatakan siap direunifikasi ke keluarganya di Caringin, Kabupaten Bandung. Saat reunifikasi, Adi disambut oleh kakak dan iparnya. “Alhamdulillah, ada kemajuan. Mudah-mudahan ke depan bisa mandiri, lancar, bener-bener bisa sukses kayak orang-orang,” kata kakak kandung Adi, Diah Wardia Fajriani.
Diah sangat peduli pada adiknya. Dua atau tiga minggu sekali, Diah menengok Adi di Wyata Guna. “Namanya juga adek kandung, sedarah, yang dititipin almarhum orang tua. Sampai kapan pun, tetap adik saya, mau bagaimana pun itu,” kata Diah seraya menyapu air matanya.
Diah tak mampu menahan tangisnya ketika mengingat kembali perjuangan orang tua mencari kesembuhan untuk Adi sejak 2007.
Pada kesempatan berbeda, Pekerja Sosial yang menangani Adi, Dadang Yuda Karsono, mengatakan reunifikasi Adi telah melalui prosedur yang ditetapkan, yakni melalui Case Conference (CC) atau temu bahas kasus untuk memutuskan layanan lanjutan untuk Adi.
“Saat CC, dia mendapatkan ulasan positif dari pegawai lain. Seperti di Sentra Kreasi ATENSI (SKA), dia sudah bisa mengelola uang bersih-bersih juga, sehingga kita putuskan layak untuk dikembalikan ke tengah masyarakat,” kata Pekerja Sosial Ahli Muda ini.
Selama di Sentra "Wyata Guna" di Bandung, selama empat bulan, Adi mengelola minimarket sebelum dinyatakan sehat oleh dokter. Untuk membangun kemandirian ekonomi, Kemensos memberikan bantuan modal usaha berupa toko cemilan tradisional senilai Rp6,3 juta.
Adapun, kisah Adi dimulai saat ia berusia 18 tahun. Ketika itu, Adi mengalami kenaikan suhu tubuh ekstrim yang memaksanya dirawat di rumah sakit selama 40 hari. Tindakan medis dilakukan dengan pengambilan cairan otak dan sumsum tulang belakang sebanyak dua kali.
Namun, sudah bolak-balik ke rumah sakit, penyakit Adi tak kunjung teridentifikasi. Pria 33 tahun itu mengalami kesulitan mengontrol perilaku, cenderung impulsif dan mudah marah. Ia juga kerap mengalami delusi yang berujung pada perilaku agresif.
Berbagai cara sudah dilakukan keluarga, dari tindakan medis, hingga tradisional, tapi tak kunjung membuahkan hasil. Kondisi ini diperparah dengan meninggalnya sang ibu, kemudian disusul ayahnya. Beban psikologis tak terkira beratnya, Adi makin hilang arah. Namun, kini Adi bisa bernafas lega, masa kelam itu telah berhasil ia lalui. Kini, ia hanya ingin menjadi orang sukses yang bisa membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI
Bagikan :