JAKARTA (5 Juli 2019) - Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita melihat salah satu kendala dalam percepatan penanganan permasalahan sosial adalah berkembangnya pendekatan yang parsial, terpecah-pecah dan di beberapa bagian adanya duplikasi kewenangan.

“Sebagai gantinya kini dikenal pendekatan life cycle yang mengedepankan tanggung jawab bersama lintas sektoral dalam penanganan masalah sosial,” kata Mensos di Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Pendekatan siklus hidup (life cycle approach) menekankan pada bagaimana berpikir dan bertindak secara terintegrasi dan fungsional sehingga tidak ada ruang lagi yang sifatnya egosentris. "Kedepankan empat pilar fungsi di Kementerian Sosial yakni perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan jaminan sosial,” katanya.

Mensos menambahkan sistem terintegrasi juga sangat relevan diterapkan dalam penyaluran bantuan sosial, dengan dukungan digitalisasi sistem teknologi.

Contohnya melalui sistem data kependudukan sebagai alat penyaluran bantuan sosial, universal ID card akan direalisasikan pada tahun 2020-2024. Seluruh data biometrik penduduk (sidik jari, iris mata) direkam kemudian diintegrasikan pada e-KTP.

"E-KTP ke depan sudah bisa jadi satu-satunya alat notifikasi. Jika sudah diterapkan maka seluruh bantuan sosial memungkinkan tidak lagi pakai kartu dan hal ini sudah dibahas dalam rapat koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan Bank Indonesia beberapa minggu lalu,” tambahnya

Hal tersebut yang dimaksud sebagai sistem terintegrasi untuk digitalisasi penyaluran bantuan sosial. Melalui single register system dalam targeting dan life cycle framework, penerima bantuan akan menerima manfaat lengkap berdasarkan kelompok usia dari mulai ibu hamil, anak usia dini, anak usia sekolah, penduduk usia dewasa sampai dengan usia lanjut untuk memperoleh intervensi kemiskinan secara holistik.

“Pada gilirannya, hal ini juga akan mendorong pengembangan pelayanan satu pintu (one stop services) dan implementasi bantuan sosial non-tunai,” ujar Mensos lagi.

Kementerian Sosial dihadapkan pada populasi lansia yang saat ini telah mencapai 8 juta jiwa. Jika hanya ditangani oleh salah satu unit kerja saja maka anggarannya tidak akan mencukupi karena banyaknya penerima manfaat. Dibutuhkan pengelolaan anggaran yang cukup besar.

“Tidak cukup jika hanya ditangani oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia. Harus ada sinergi antar Eselon II di Kemensos, misalnya dengan Direktorat Perlindungan Sosial Keluarga melalui program PKH,” ungkapnya lagi.

Sinergi harus terus dibangun sehingga masing-masing unit tidak berjalan sendiri-sendiri dengan programnya masing-masing. Komplementaritas PKH dengan berbagai program bantuan sosial lainnya juga perlu dibangun.

“Bantuan sosial non-tunai bukan sebatas berbicara tentang sistem penyaluran tetapi menjadi instrumen perubahan sikap perilaku dan mendorong KPM graduasi sejahtera mandiri,” ungkap Mensos kembali.

Satukan Pendamping Sosial

Sementara terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM) pendamping, saat ini setiap unit Eselon II pada Ditjen Linjamsos memiliki pendamping masing-masing. Misalnya PKH dengan pendamping PKH, bencana alam dengan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) dan bencana sosial dengan Tenaga Pelopor Perdamaian.

“Hal tersebut sebaiknya dihentikan dan ke depan hanya ada satu pendamping misalnya disebut sebagai pendamping sosial,” ungkap Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial, Harry Hikmat, saat menjadi narasumber kegiatan Pembahasan Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi dan Kelembagaan Kementerian Sosial, di Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Jadi, ke depan, perekrutan pendamping bukan lagi berdasarkan pendekatan program tapi berbasis kementerian.

“Ke depan pendamping PKH tidak hanya menangani PKH saja, tapi menangani masalah sosial lain yang menjadi tujuan utama Kemensos,” ungkapnya.

Harapan ke depannya akan ada juga spesialisasi kompetensi pendamping misalnya pendamping dengan spesialisasi penanganan lansia, anak dan sebagainya. Selain melakukan integrasi program berbasis life cycle, Kemensos juga melakukan perombakan terhadap kerangka kelembagaan.

Saat ini anggaran untuk pemberdayaan memang masih kecil yaitu sebesar 1 persen yang digunakan untuk program graduasi mandiri PKH.

"Oleh karena itu, Kemensos akan fokus pada program pemberdayaan,” masih ungkap Dirjen Linjamsos.

Biro Perencanaan Kemensos saat ini tengah menggodok perombakan direktorat yang ada saat ini. Ke depan, akan ada yang khusus melayani pemberdayaan ekonomi dan ada yang khusus menangani partisipasi sosial.

Kemudian pada aspek rehabilitasi sosial hanya akan menjadi kerangka regulasi terkait dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria. Masih menurut Harry, “Untuk pemberdayaan fakir miskin, keempat direktorat jenderal dan pusdatin telah sepakat payungnya adalah fakir miskin, baru di bawahnya ada pilar perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial dan jaminan sosial,”

“Kita setuju bahwa nomenklatur fakir miskin yang kebesaran itu ke depan akan menangani security net atau safety net bila terjadi kejadian luar biasa,” ungkapnya menambahkan.

Jadi akan dibedakan bila yang sifatnya Conditional Cash Transfer (CCT) atau terkait dengan bencana, akan masuk dalam klaster perlindungan sosial. Sementara bantuan seperti gas, beras dan sebagainya, bagian dari jaminan sosial.

Kebijakan Kemensos kini akan diarahkan untuk sejajar dengan ketentuan undang-undang, kerangka regulasi atau arah kebijakan dan kelembagaan yang dimaksud oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Pengurangan kemiskinan dan ketimpangan yang bertujuan untuk mengurangi beban dan meningkatkan pendapatan orang miskin merupakan salah satu strategi kebijakan pemerintah melalui RPJM Nasional. "Strategi peningkatan pendapatan orang miskin dilaksanakan oleh Kemensos untuk mendorong kelompok tersebut ke tahap graduasi mandiri,” ungkapnya.

Graduasi mandiri artinya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) sudah bisa lepas dari program bantuan sosial yang selama ini diberikan pemerintah karena telah mandiri secara ekonomi.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI

Sonny W. Manalu