BANDUNG (10 Juli 2019) - Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan agar batasan usia lanjut usia (lansia) tidak lagi 60 tahun melainkan diubah menjadi 65 tahun.
Batasan usia lansia 60 tahun diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang. Kesejahteraan Lanjut Usia. Mensos melihat banyak alasan bisa dikemukakan untuk revisi batasan usia lansia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 13/2008.
"Banyak mereka yang berusia 60 tahun namun masih produktif, aktif dan banyak gagasan. Orangtua saya sendiri kan sudah 78 tahun tapi masih aktif dan produktif, " kata Mensos, dalam sambutannya pada peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) tahun 2019, di Bandung, Rabu (10/07/2019).
Hadir dalam kegiatan ini Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat Nuriana, mantan Kepala BKKBN Haryono Suyono, ekonom senior Prof.DR. Emil Salim, dan sejumlah tokoh lain.
Menurut Mensos, selama ini berkembang persepsi dan pandangan yang kurang tepat di tengah masyarakat, dimana melihat lansia dalam paradigma belas kasihan. "Padahal ini keliru. Nyatanya masih banyak lansia yang produktif dan secara fisik dalam kondisi baik. Di Jawa Barat sendiri, usia harapan hidup sudah meningkat, " kata Mensos.
Mengutip hasil survei Badan Pusat Statisik (BPS), Mensos mengatakan, usia harapan hidup orang Indonesia terus meningkat. "Tahun 2014 rata-rata 70,1 tahun, meningkat di tahun 2018 menjadi rata-rata 71 tahun," kata Mensos.
Mensos menyadari bahwa bakal tidak mudah mewujudkan revisi ini. Sebab harus mengubah undang-undang. "Pasti butuh waktu beberapa lama, sebab mengubah undang-undang tidaklah sebentar," kata Mensos.
Merujuk pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018 diperoleh data bahwa jumlah Lansia di Indonesia sebanyak 24 juta jiwa dari total penduduk tahun 2018 yang sebesar 265 juta jiwa (sekitar 9,05 persen)
"Dari jumlah 24 juta orang, sebanyak 85 persen (20,4 juta) individu lansia diketahui masih potensial, " kata Mensos.
Angka 20,4 juta jiwa, bagi Mensos, sungguh satu potensi jumlah yang sangat besar." Saya sebut sangat besar, karena melebihi bahkan jumlah total penduduk tahun 2018 untuk setiap negara berikut: Kamboja (15.8 juta jiwa), Laos (6,5 juta jiwa), Singapura (5,6 juta jiwa), dan Brunei Darussalam (0,5 juta jiwa)," kata Mensos.
Mengutip data BPS pula, Mensos menyatakan sebanyak 22 persen lansia diketahui buta huruf. Kemudian sepertiga lansia diketahui merupakan penyandang disabilitas.
Secara ekonomi, kata Mensos, mayoritas lansia tinggal di dalam keluarga dengan tingkat ekonomi berada di pada 40 persen ekonomi terbawah.
Dari aspek ketenagakerjaan, sekitar separuh populasi lansia bekerja di sektor pekerjaan pertanian yang identik dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah.
Masih mengutip survei BPS, sebanyak 60 persen lansia berpendapat rendah dan tidak stabil. "Sehingga mereka rawan jatuh miskin kembali. Sebanyak lebih dari sepertiga lansia belum mendapatkan layanan asuransi kesehatan," Mensos menekankan.
"Maka dengan mudah saya dapat simpulkan, bahwa kondisi lansia kita masih jauh dari mandiri, sejahtera. Ini adalah PR kita bersama," kata Mensos
Untuk mengantisipasi tantangan yang tengah berkembang, Kemensos menempuh empat langkah intervensi terhadap lansia yang disampaikan Mensos. "Empat langkah tersebut adalah langkah preventif, protektif, promotif, dan transformatif," kata Mensos.
Yakni langkah preventif, kata Mensos, dimaksudkan untuk memberikan pemberdayaan ekonomi sehingga lansia dapat dicegah dari resiko kemiskinan.
Lalu langkah protektif yang dimaksudkan dengan memberikan bantuan sosial dan rehabilitasi tingkat dasar. "Kemudian promotif yang dimaksudkan sebagai penguatan lansia dari aspek keterampilan dan penguatan kapasitas," kata Mensos.
Intervensi lain adalah yang bersifat transformatif yakni intervensi berupa penguatan kerangka regulasi atau penyusunan tata perundang-undangan.
"Untuk menghilangkan kerentanan dan ketidaksetaraan terhadap kaum lansia, " kata Mensos.
Sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo, kata Mensos, Kementerian Sosial menyediakan berbagai program perlindungan sosial, bantuan sosial, rehabilitasi sosial dan layanan sosial berbasis keluarga bagi warga lansia.
"Bantuan sosial untuk lansia masuk dalam salah satu komponen. Adapun lansia sebagai salah satu komponen dalam PKH. Nilai rupiah terkait lansia merupakan yang paling besar," kata Mensos.
Terkait Peringatan HLUN Tahun 2019, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Edi Suharto menekankan pentingnya sinergitas berbagai unsur kelembagaan baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKS LU).
Sinergi dibutuhkan terutama dalam mengimplementasikan amanah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018 mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Sosial. "Aturan ini menuntut adanya pemilahan kewenangan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat," kata Edi.
Menurut Edi, rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di daerah merupakan rehabilitasi sosial dasar yang bertujuan memulihkan keberfungsian sosial,. Sementara yang dilakukan di pusat adalah rehabilitasi sosial tingkat lanjut untuk mengembangkan kapabilitas dan tanggung jawab sosial.
"Keduanya jelas berbeda. Tujuan rehabilitasi sosial tingkat lanjut tidak hanya membuat mampu tapi harus memampukan," ujar Edi.
HLUN Tahun 2019 mengambil tema "Lanjut Usia Mandiri, Sejahtera dan Bermartabat". Kegiatan dimeriahkan dengan pameran yang berlangsung selama dua hari pada tanggal 9 dan 10 Juli 2019 ini diikuti oleh 103 peserta dari Kementerian dan Lembaga terkait, Balai dan Loka Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah Provinsi/Kab/Kota se-Jawa Barat, Rumah Sakit di wilayah Provinsi Jawa Barat, CSR dari sejumlah perusahaan, Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI
Sonny W. Manalu