BANDUNG (9 Juli 2019) - Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, kemauan politik (political will) pemerintah untuk memerangi kemiskinan sangat kuat.

Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan terus meningkatnya anggaran penanganan kemiskinan di Kementerian Sosial, di tengah usaha pemerintah menghadapi tantangan perekonomian global yang tidak mudah. Termasuk adanya perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok juga mempengaruhi perekonomian kita.

Namun Mensos melihat, komitmen dalam memerangi kemiskinan luar biasa kuat, mulai dari Presiden, kemudian para pejabat terkait di Kementerian Sosial dan jajarannya.

“Maka hasilnya pun luar biasa. Survei BPS September 2018 menunjukkan angka kemiskinan sebesar 9,66 persen, dan Rasio Gini adalah sebesar 0,384. Menurunkan angka kemiskinan saja tidak mudah. Ini kita bisa menurunkan tidak hanya angka kemiskinan tapi juga rasio gini. Kami punya target angka kemiskinan menjadi 9,00 persen akhir 2019,” kata Mensos pada sambutannya dalam acara Sosialisasi Program Penanganan Fakir Miskin Wilayah I, di Bandung, Selasa (09/07/2019).

Dalam kesempatan itu, Mensos menyinggung soal berita hangat terkait keterlibatan Perum Bulog dalam penyaluran beras dalam Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Publik menilai seolah ada konflik antara Kemensos dengan Bulog. Mensos menegaskan bahwa persepsi itu tidak benar.

“Saya tegaskan bahwa tidak ada konflik. Baik Kemensos maupun Bulog merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemerintah, tentu Kemensos ada keterpanggilan bila Bulog ada masalah. Bila masalah itu ada cadangan beras Bulog dengan jumlah besar yang kesulitan disalurkan, maka Kemensos siap bersama-sama mencari jalan keluar,” kata Mensos.

Menurut Mensos, dalam rapat tingkat menteri koordinator sudah disepakati bahwa Kemensos akan memberikan kesempatan Buklog menjadi pemasok ke e-warong. “Namun juga ada komitmen agar Bulog menyalurkan beras dengan kualitas baik. Kalau perlu beras yang masih baru. Sehingga KPM mendapat beras dengan kualitas yang baik seperti selama ini,” kata Mensos.

Hal ini penting ditekankan, sebab selama ini Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sudah memberikan apresiasi dan kepuasan tinggi terhadap BPNT. “Ini hasil survey oleh Microsave yang dikelola oleh Bill & Melinda Gates Foundation, bukan kata Agus Gumiwang. Bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap BPNT mencapai 96 persen,” kata Mensos.

Mensos mengingatkan, bahwa Presiden memberikan arahan agar bansos disalurkan dengan transparan dan akuntabel. Maka Kemensos menerapkan prinsip “6T” dalam penyaluran bansos, yakni tepat sasaran, tepat guna, tepat waktu, tepat jumlah, tertib administrasi, dan tepat kualitas bagi penerima manfaat sesuai kebutuhannya.

“Hal ini dapat dilakukan bila bansos dilaksanakan dengan pola non-tunai dengan memanfaatkan teknologi dan menggandeng banyak pihak. Selama saya menjadi Mensos, saya akan mempertahankan penyaluran non-tunai,” katanya.


Diperbarui Tiap 3 Bulan

Dalam bagian lain sambutannya, Mensos juga menekankan tentang pentingnya validitas Basis Data Terpadu (BDT) yang memuat pembaruan data KPM yang sifatnya dinamis. Sebab, ada KPM yang pindah alamat, bekerja di luar domisili, meninggal dunia, bencana alam, atau taraf kesejahteraannya sudah membaik, sehingga tidak masuk lagi kriteria sebagai KPM.

Di sisi lain, kata Mensos, mungkin saja ada masyarakat umum yang belum masuk kategori KPM, karena kehilangan mata pencaharian atau faktor lain (bencana) sehingga mereka harus didata untuk masuk menjadi BDT.

“Maka, Kemensos sudah membuat kebijakan baru untuk menetapkan pembaruan BDT setiap 3 bulan sekali. Karena itu tadi data KPM yang sifatnya dinamis. Jadi _up-dating_ data tidak hanya harus rutin, tapi juga dilakukan sesering mungkin,” kata Mensos.

“Dengan kepastian BDT akan memudahkan dalam penyaluran bansos Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RUTILAHU) dan Sarana Lingkungan (Sarling) serta Bantuan Sosial Pangan,” kata Mensos.

Mensos menekankan, dengan menggunakan BDT dalam penetapan sasaran ada semua program bantuan sosial, komplementaritas bantuan sosial kepada keluarga penerima manfaatkan akan memberikan daya ungkit dan manfaat untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan bagi keluarga penerima manfaat.

“Oleh karena itu, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota harus sudah mulai menyiapkan data KPM dengan se- _up to date_ mungkin,” kata Mensos.

Mensos juga meminta pemda agar mulai menyiapkan data KPM dan infrastruktur pelaksanaan bantuan non tunainya. Khususnya untuk wilayah terpencil harus mempersiapkan lokasi dan sasaran, karena sasaran lebih luas dan banyak dengan tantangan geografis yang berat dan dinamis.


Perkuat KUBE

Dalam kesempatan itu, Mensos juga memberikan perhatian pada bansos Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Mensos menyatakan dirinya memiilki political will yang kuat untuk memajukan KUBE. Menurut Mensos, KUBE bisa diberdayakan dengan tanpa bergantung pada APBN.

Sejak menjabat sebagai menteri, ia sudah memberi perhatian khusus untuk penguatan program KUBE. KUBE dan UEP tidak perlu bergantung kepada APBN. Bisa diperkuat dengann anggaran non APBN. “Kalau di APBN dicantumkan anggaran untuk katakanlah 11.000 unit (APBN 2019), kita tidak perlu terpaku pada jumlah itu, bisa penguatan dari sumber dana lain,” kata Mensos.

Namun dengan catatan, kata Mensos, tetap perlu studi untuk menjelaskan seberapa kuat kontribusi beberapa bansos seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RUTILAHU) dan Sarana Lingkungan (SARLING) serta Bantuan Sosial Pangan terhadap penurunan rasio gini.

“Tidak perlu malu kalau success story dari KPM KUBE rendah. Kalau KPM KUBE lebih banyak gagal tidak perlu malu mengakuinya. Oleh karena itu kita perlu diagnosa, apakah (rendahya keberhasilan KUBE) karena tidak adanya sinergi antara jenis usaha yang mereka kembangkan dengan market? Sehingga putus dengan pasar? Atau apakah karena modalnya Rp20 juta tidak cukup? Ke depan, mungkin, kita lebih banyak mengarahkan, mencarikan market-nya. Supaya nilai bantuan KUBE itu lebih tinggi,” kata Mensos.

Di kesempatan sama, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung menyatakan, calon penerima bantuan KUBE, RS-Rutilahu dan Sarling harus masuk dalam BDT. Dari pengalaman pelaksanaan tiga program tersebut, masih banyak calon penerima bantuan yang diusulkan Dinas Sosial belum masuk dalam BDT, masih adanya penerima bantuan yang belum menggunakan dana bantuan dengan tepat, dan proses pelaporan penggunaan dana bantuan dan pelaporan perkembangan bantuan yang sering mengalami keterlambatan.

“Untuk membangun pemahaman yang sama, dan kesatuan gerak langkah para pemangku kepentingan yang terlibat pada Program KUBE,RS-Rutilahu dan Sarling ini, maka kami melaksanakan sosialisasi program,” kata Andi.


Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI

Sonny W. Manalu