25 Santri Alami Rudapaksa, Kemensos Lakukan Hipnoterapi dan Berikan Bantuan Atensi
Penulis :
Koesworo Setiawan
Penerjemah :
Laili Hariroh
PADANG LAWAS, SELASA (11/04/2023) - Kementerian Sosial melakukan respon cepat terkait adanya puluhan santri yang mengalami rudapaksa di Kabupaten Padang Lawas. Atas arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini, tim Kemensos melakukan asesmen komprehensif terhadap korban. Tim kini fokus pada pemilihan psikologi terhadap korban.
“Atas arahan Ibu Mensos, kami langsung bergerak ke lokasi kejadian. Selain melakukan asesmen komprehensif, kami juga melakukan konseling psikologi dan hipnoterapi kepada korban baik secara berkelompok maupun perseorangan. Tujuannya agar mereka mengeluarkan emosinya,” kata Kepala Sentra Insyaf di Medan Iman Imaddudin Hamdan (11/04).
Kemensos hadir dengan tim gabungan dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Padang dan dari Sentra Insyaf di Medan.
Sebanyak 25 santri pada salah satu pesantren Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, menjadi korban rudapaksa oleh dua orang ustadz (guru). Kasus terungkap setelah salah satu santri menhadukan kejadian yang dialaminya kepada orangtuanya. Orangtua sempat mendatangi pondok untuk meminta pertanggungjawaban, namun tidak mendapatkan respon memadai.
“Secara umum kondisi fisik para koban dalam keadaan sehat dan dapat beraktifitas dengan baik. Hanya sedikit kelelahan dan jenuh karena harus dimintai keterangan oleh pihak terkait dalam pengungkapan kasus ini. Akibatnya beberapa anak menjadi enggan berbicara dengan orang baru,” kata Iman.
Hasil visum et repertum, korban tidak mengalami cedera baik memar, atau pun robek di bagian dubur. “Namun sebagian korban mengalami kecemasan dan trauma akibat rudapaksa. Korban juga mengalami tekanan dengan ejekan teman. Hal ini mengganggu fokus belajar dan memperlambat proses pemulihan psikis,” kata Iman.
Tim respon kasus Kemensos melakukan rujukan semua korban ke pelayanan psikiater ke RSUD Rokan Hulu. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagian korban mengalami gangguan penyesuaian dengan gejala penurunan mood dan kecemasan.
Berdasarkan pengecekan, 11 dari 25 keluarga korban terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dari 11 keluarga tersebut merupakan penerima bantuan Program Sembako atau Program Keluarga Harapan (PKH) atau Rutilahu/Rumah Sejahtera Terpadu (RST). Sedangkan keluarga yang tidak terdata di DTKS, sebagian besar keluarga dengan penghasilan tetap dari hasil kebun sawit.
Untuk keluarga tidak mampu, ada ketertarikan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya dengan membuka wirausaha. “Namun untuk sementara mereka masih fokus pada pemulihan psikoligis anak. Tim Kemensos akan melakukan asesmen lanjutan terkait hal ini,” katanya.
Kemensos juga memberikan bantuan ATENSI untuk korban berupa bantuan nutrisi (susu, madu, biskuit), perlengkapan kebersihan (sabun, sampo, pasta gigi, sikat gigi, deterjen, handuk), perlengkapan ibadah (sarung) perlengkapan sekolah (buku tulis, pensil, bolpoin, penggaris, penghapus, serutan pensil) serta perlengkapan olahraga. Total nilai bantuan Rp28.600.000 bagi 25 orang anak korban.
Untuk anak rentan korban kekerasan diberikan bantuan nutrisi (susu, madu, biskuit), perlengkapan kebersihan (sabun, sampo, pasta gigi, sikat gigi, deterjen, handuk), perlengkapan ibadah (sarung/mukena). Total bantuan Rp36.088.000 untuk 106 anak.
Selain itu, tim Kemensos juga berkoordinasi dengan instansi terkait yakni Sosial Kabupaten Padang Lawas dan Polres Padang Lawas melalui Kasat Reskrim dan Kanit PPA terkait pendampingan anak korban yang sudah dilakukan dan perkembangan penyidikan kasus.
Tim Kemensos juga melakukan case conference yang dihadiri oleh Kapolres Padang Lawas, Kepala Dinas Sosial Padang Lawas, perwakilan Kementerian Agama, perwakilan Dinas Kesehatan, perwakilan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, perwakilan P2TP2A, perwakilan Dinas Pendidikan. Kementerian Agama akan melakukan evaluasi dan pemantauan ketat secara berkala atas kondisi pesantren di Padang Lawas dan akan menindak tegas dan mencabut izin operasionalnya. Bagi santri yang akan pindah dari pondok pesantren tersebut ke pondok pesantren lainnya, pihak Kemenag akan memfasilitasinya.
Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan (VCT/test HIV) terhadap pelaku secara berkala dan juga pengecekan kesehatan terhadap korban dan santri lainnya. Dinas Pendidikan akan memfasilitasi jika ada santri yang pindah ke sekolah umum (non pesantren) dan memastikan keberlanjutannya.
Bagikan :