Penulis :
Humas Dit. Penyandang Disabilitas
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
JAKARTA (19 November 2020) - Pembangunan inklusi ditujukan untuk menjamin seluruh kelompok masyarakat agar memperoleh akses terhadap layanan publik dan menjadi mandiri, termasuk anak, lansia dan penyandang disabilitas. Prinsip pembangunan inklusi memberikan kesempatan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat dapat terlibat dalam tahap pembangunan.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat hadir dalam webinar "Inovasi Daerah dalam Mendorong Pelayanan Dasar yang Inklusif" yang diselenggarakan oleh Bappenas kerjasama dengan media Kompas. Webinar dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa yang memberikan arahan tentang peta jalan mewujudkan pembangunan yang inklusi terhadap disabilitas di Indonesia.
Dirjen Rehsos menyampaikan perlunya komitmen pendataan dari bawah melalui operator yang telah terlatih sehingga bisa memastikan bahwa data penyandang disabilitas sudah masuk.
“Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos sudah menyesuaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS NG) berdasarkan ragam disabilitas berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas”, kata Harry.
Untuk memastikan keterlibatan masyarakat secara luas, maka di dalam DTKS ada modul khusus DTKS Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) penyandang disabilitas yang mengadopsi format instrumen pendataan nasional disabilitas.
"Saat ini baseline kita sama, semua kementerian/lembaga yang terkait dengan pendataan disabilitas harus seragam memasukkan empat ragam disabilitas menjadi acuan kita bersama sehingga data tidak terpisah-pisah. Data nasional akan mengakomodasi keragaman disabilitas secara spesifik bahkan akan diketahui kebutuhan dan pelayanan-pelayanan yang bisa di akses penyandang disabilitas,” jelasnya.
Kemensos melalui Ditjen Rehsos memiliki platform baru tahun 2020 yaitu Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Penyandang Disabilitas berupa layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan berbasis keluarga, komunitas dan residensial secara dinamis, integrative dan komplementari.
ATENSI penyandang disabilitas meliputi penguatan sosial ekonomi inklusi bagi penyandang disabilitas dalam masa adaptasi kebiasaan baru. Empat upaya Kemensos dalam hal ini, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar melalui pemberian Bansos Sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST), Bansos Reguler PKH, Bansos Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas (ASPD) dan Bansos Beras bagi non-PKH.
Selanjutnya, upaya penguatan ketahanan sosial ekonomi terdampak COVID-19 melalui program kewirausahaan penyandang disabilitas berbasis Sheltered Workshop dan dukungan stimulus usaha ekonomi produktif penyandang disabilitas.
Guna memaksimalkan hasil, maka Kemensos juga melakukan upaya peningkatan kapasitas penyandang disabilitas dalam berbagai bentuk keterampilan kerja dan program kewirausahaan melalui program vokasional.
Pentingnya inovasi dalam mendorong layanan dasar yang inklusi dijelaskan Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas, Maliki. "Paradigma baru mengharuskan pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengusahakan terus menerus membuka layanan dasar. Kita harus meyakinkan bahwa penyandang disabilitas benar-benar bisa berperan aktif dari segi perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan," ungkap Maliki.
"Keterbatasan penyandang disabilitas dipengaruhi dua faktor meliputi kesadaran orang tua dan pastisipasi dalan perencanaan pembangunan yang masih terbatas bagi penyandang disabilitas," tambahnya.
Praktik baik dalam layanan dasar yang inklusi diungkapkan Bappeda Kabupaten Pekalongan dengan program mengurangi kesenjangan akses pendidikan bagi anak dengan disabilitas melalui Gerakan KUDU Sekolah (Kembali Upayakan Dukungan untuk Sekolah).
Mereka memiliki inovasi layanan dengan tiga solusi, yaitu mekanisme dan pembagian peran yang jelas pada semua tingkatan, komitmen dan dukungan dari stakeholder dan dukungan orang tua, sekolah dan masyarakat agar Anak Tidak Sekolah (ATS) kembali bersekolah.
Kemudian disusul dengan praktik baik dari Kabupaten Trenggalek yang dijelaskan Kepala Dinas Sosial PPPA, Ratna Sulistyowati dengan program "MUSRENA KEREN" (Musyawarah Perempuan, Anak , Disabilitas , dan kelompok Rentan) agar memiliki akses , manfaat , partisipasi , dan kontrol dalam pembangunan yang partisipatif dan terstruktur serta sebagai upaya dalam pembangunan yang lebih inklusif untuk semua dan bagi semua “No One Left Behind" .
Dari segi administrasi kependukan, praktik baik dari Kepala Dinas Registrasi Kependudukan Aceh T. Syarbaini dengan program "Pelayanan Administrasi Kependudukan Berbasis Gampong" mendekatkan layanan administrasi kependudukan khususnya untuk penyandang disabilitas, penduduk miskin dan rentan. Petugas Registrasi Gampong (PRG) dapat memfasilitasi layanan permohonan kepemilikan dokumen kependudukan seperti Akta Kelahiran, Akta Kematian, Kartu Keluarga (KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Perubahan-perubahan yang perlu dilaksanakan dalam mendorong layanan dasar inklusi disampaikan Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PERDIK) Ishak Salim. "Ada enam hal perubahan yang harus diupayakan. Pertama, perubahan dari desa sangat strategis untuk menyelesaikan masalah disabilitas, inklusi penyandang disabilitas dalam memberikan layanan dan ketersediaan data melalui sistem data informasi penyandang disabilitas," kata Ishak.
"Selanjutnya, adanya kepedulian untuk mengatasi masalah, kerjasama lintas sektor yang masih rendah dan pola kerja kolaborasi menjadi metode yang paling tepat dalam mendorong pelayanan dasar yang inklusi," imbuh Ishak.
Melalui webinar ini diharapkan diperoleh berbagai upaya khusus dalam mengembangkan pelayanan dan memahami tantangan serta peluang dalam penyelengggaraan layanan dasar yang inklusi terhadap disabilitas.
Bagikan :