Penulis :
Humas Ditjen Rehabilitasi Sosial
Editor :
Annisa YH
Penerjemah :
Intan Qonita N
JAKARTA (10 Desember 2020) - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat mengatakan perlunya terobosan-terobosan yang efektif, efisien, dan keberlanjutan untuk menangani permasalahan sosial.
Terutama bagi kaum termarjinalkan seperti anak dan lansia terlantar, disabilitas, korban perdagangan manusia, maupun korban Napza. Terobosan tersebut diwujudkan melalui Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI).
Hal itu diungkapkan Harry, usai Rapat Koordinasi Nasional Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Tahun 2020, di Hotel El Royale, Jakarta, Kamis (10/12/2020).
“Yang disebutkan tadi merupakan permasalahan sosial yang tak mudah penyelesaiannya. Jadi bukan sekedar kita berikan bantuan sosial, karena mereka mengalami masalah psikologis sosial atau disfungsi sosial,” terang Harry.
Karenanya, kata Harry, dibutuhkan penanganan sosial, pelayanan rehabilitasi sosial, dan kekhasan itu bakal ditonjolkan dalam program yang digulirkan.
Oleh karenanya, muncul pemikiran adanya diferensiasi fungsi antara pusat dengan balai di daerah.
Dia menyebut, balai merupakan garda terdepan dalam memberikan layanan rehabilitasi sosial.
“Kalau kami di pusat terkait dengan kebijakan, strategi program, standar pelayanan, monitoring dan evaluasi. Balai itu harus memberikan pelayanan, tidak ada toleransi,” tegasnya.
Meski begitu, Harry menekankan, penyelesaian masalah rehabilitasi sosial tidak melulu berbasis panti. Bila bisa tuntas di lingkup keluarga, dia menilai, hal itu merupakan sesuatu yang baik.
Bahkan, pihaknya mendorong lembaga kesejahteraan sosial (LKS) untuk menuntaskan permasalahan sosial di lingkungan mereka dengan pendampingan dari balai.
“Ada peningkatan cukup signifikan, dari target 125 ribu, hingga akhir November 2020 bisa tercapai 212 ribu dari coverage (jangkauan). Penjangkauan tersebut mampu melampaui target karena selama ini penanganan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) berbasis keluarga, komunitas bersama Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan berbasis residensial yaitu Balai/Panti Rehabililitasi Sosial,” urainya.
Di kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Sosial Dadang Iskandar memberikan apresiasi terhadap program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI), yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial.
“Program ATENSI merupakan inovasi baru dari sisi performance program Ditjen Rehabilitasi Sosial, baik dari tampilan, sarana prasarana yang akan dibangun atau dikerjakan, sarana penunjang seperti kendaraan. Secara konsep pun sudah tergambar apa yang akan dikerjakan untuk capaian kinerjanya tinggal internalisasinya kedepan,” ujar Dadang.
Pihak Inspektorat, kata Dadang, akan mengawal target yang akan dicapai oleh Dirjen Rehabilitasi Sosial melalui program ATENSI.
Ia berharap konsep program ATENSI ini lebih dimaksimalkan dan pihaknya juga akan melakukan evaluasi dan penilaian.
"Saya kira program ATENSI ini masih harus terus disempurnakan oleh jajaran Ditjen Rehsos baik ditingkat pusat maupun daerah," tuturnya.
Selain itu, dari sisi pengawasan, pihaknya akan mengevaluasi akuntabilitas dalam sisi keuangan seperti tata kelola pertanggungjawaban maupun aset yang dimiliki.
“Kami juga akan melihat apakah target capaian dari Ditjen Rehabilitasi Sosial, seperti program untuk lansia (lanjut usia), anak terlantar, korban Napza (narkotika, psikotropika, zat adiktif), sudah tercapai. Tapi, berdasarkan laporan ada yang melebihi target, ini luar biasa dan merupakan suatu keberhasilan," ungkapnya.
Dadang mengusulkan dilakukan penelitian khusus dan juga survey untuk layanan-layanan sosial yang dilakukan oleh Ditjen Rehsos agar bisa diketahui khalayak.
"Bila terpublish kan lebih bagus, masyarakat bisa mengetahui layanan yang dilakuan oleh Ditjen Rehsos sekaligus menjadi sarana untuk evaluasi," tuturnya.
Terkait serapan anggaran, kata Harry, saat ini telah mencapai 87 persen. Ia berharap di akhir tahun 2020 serapan anggaran dapat meningkat hingga 96%.
"Situasi pandemi COVID-19 ini membuat balai menjadi tersendat dalam memberikan layanan karena resikonya tinggi. Jadi dari kapasitas 100 persen hanya boleh terisi 50 persen karena social distancing," tandasnya.
Bagikan :