YOGYAKARTA (12 Agustus 2023) - Menteri Sosial Tri Rismaharini memaparkan lima alat bantu untuk penyandang disabilitas hasil inovasi jajaran Kementerian Sosial. Diciptakannya alat bantu itu dimaksudkan untuk mendorong kemandirian mereka.

Hal ini disampaikan Mensos dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) Pembinaan Pusat (PP) Muhammadiyah di Yogyakarta, Jumat (11/8).

“Kami telah menciptakan lima alat bantu untuk disabilitas. Idenya dari saya, staf saya yang eksekusi. Bahkan, ada yang melibatkan disabilitas juga dalam perakitannya sebab mau bagaimanapun, kami harus upayakan mereka mandiri, minimal di lingkungan mereka sendiri,” kata Mensos di Yogyakarta, Jumat (11/8).

Kendati diproduksi secara hand made, alat bantu yang idenya diinisiasi Mensos tersebut penuh inovasi.

Lima alat bantu itu yakni tongkat penuntun adaptif untuk disabilitas netra, kursi roda adaptif untuk penderita cerebral palsy, motor roda tiga untuk disabilitas fisik, gelang untuk disabilitas rungu wicara (Gruwi) dan gelang untuk disabilitas grahita (Grita).

Sejak diberi amanah sebagai Mensos, dikatakan Risma, pengadaan alat bantu disabilitas jadi salah satu prioritasnya. 

Bahkan, demi merealisasikan program tersebut, alih-alih menggunakan anggaran untuk pembangunan/perbaikan gedung, anggaran tersebut justru dialihkan untuk membantu penyandang disabilitas di tanah air dengan menciptakan alat bantu bagi mereka.

Risma mencontohkan alat bantu yang ia ciptakan untuk disabilitas netra. Memiliki fitur kemampuan membaca sensor air, api, dan gas beracun, tongkat -- yang selanjutnya disebut tongkat penuntun adaptif -- ini akan mengeluarkan suara sebagai isyarat bahaya ketika menangkap sinyal dari obyek-obyek tersebut.

"Tongkat ini juga dilengkapi GPS yang memungkinkan mereka mudah dicari jika tersesat dan solar cell yang memungkinkan langsung terisi daya dari sinar matahari saat digunakan. Jadi, tidak perlu menggunakan listrik dalam pengisian dayanya," kata Mensos.

Selain tongkat penuntun adaptif, Risma juga mencetuskan ide kursi roda adaptif untuk penderita cerebral palsy.

"Kalau selama ini mereka hanya bisa duduk, saya ingin mereka bisa berdiri. Akhirnya, kami ciptakan alat bantu yang bisa membantu mereka berdiri dengan sejumlah modifikasi. Alhamdulillah, alat bantu itu bisa terealisasi," ucapnya.

Lebih lanjut, Risma mengemukakan keinginannya melihat disabilitas berdaya sehingga ia menciptakan alat bantu motor roda tiga untuk disabilitas fisik bekerja.

"Kami ciptakan alat bantu untuk mereka. Dari motor roda tiga, kami modifikasi sesuai kebutuhan disabilitas fisik untuk alat bantu mereka bekerja. Mereka boleh disabilitas, tapi mereka juga harus bisa berusaha," ujar dia.

Yang terbaru, belum lama ini, Mensos meluncurkan dua gelang inovasi untuk rungu wicara (Gruwi) dan grahita (Grita). Keduanya berfungsi sebagai respon dan sistem peringatan dini terhadap situasi rentan yang mungkin mengancam keselamatan penggunanya.

Namun, Mensos mengungkap, upayanya membangkitkan kemandirian ini kadang tidak dibarengi dengan keinginan dari diri para penyandang disabilitas itu sendiri.

"Tapi 'kan, tidak semua mau pakai tongkat. Tidak semua juga mau menggunakan motor roda tiga. Kadang, saya sampai merayu mereka. Jadi, memang yang harus diubah mindsetnya dulu supaya mereka tidak bergantung pada orang lain," ungkapnya.

Alat bantu itu, lanjutnya, juga telah didistribusikan ke berbagai daerah untuk percepatan kemandirian mereka, termasuk tongkat penuntun adaptif yang diserahkan Mensos kepada sembilan disabilitas netra binaan MPKS PP Muhammadiyah Yogyakarta.

Salah seorang disabilitas netra asal Yogyakarta, Novi Titi Purwani (32) mengaku baru mengetahui ada tongkat yang mampu mengeluarkan suara peringatan semacam tongkat penuntun adaptif dari Mensos Risma.

"Saya baru tau ada tongkat yang bisa mengeluarkan bunyi gini. Sudah dicoba, memang berfungsi, alat ini bisa memberi peringatan pada kita kalau ada benda-benda yang menghalangi di depan," katanya.

Sebelumnya, ia yang sehari-hari mencari peruntungan dari menjajakan suara di jalan-jalan perempatan Yogyakarta, hanya mengandalkan tongkat reflektor. Kini, ia lebih terbantu dan tak perlu terlalu bergantung pada bantuan orang lain.